Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi rupiah (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)
ilustrasi rupiah (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Intinya sih...

  • The Diplomat menyoroti rencana redenominasi rupiah yang sudah lama dibahas sejak 2013 dan kemungkinan adanya kenaikan harga selama masa transisi.

  • Channel News Asia (CNA) menuliskan tentang rencana redenominasi rupiah dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 70/2025 dan belum adanya kejelasan soal berapa nol yang akan dihapuskan.

  • Scoop mengangkat fenomena sosial yang bisa berubah atas kebijakan redenominasi rupiah, seperti warga Malaysia bisa menjadi jutawan instan dengan hanya membawa 251 ringgit Malaysia atau sekitar Rp1,002 juta dengan kurs berlaku sekarang.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Rencana redenominasi rupiah kembali muncul dan jadi topik pembicaraan hangat tidak hanya di dalam, tetapi juga di luar negeri. Sejumlah media asing memberitakan kemungkinan kebijakan redenominasi rupiah yang akan dilakukan pada 2027 mendatang.

Berikut ini sorotan media asing perihal wacana redenominasi rupiah yang bakal dilakukan Pemerintah Indonesia.

1. The Diplomat

ilustrasi rupiah (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Dalam artikelnya yang berjudul "Indonesia Plans to Begin Redenomination of Rupiah by 2025," The Diplomat menyoroti rencana redenominasi rupiah tersebut sudah lama dibahas oleh Pemerintah Indonesia atau sejak 2013 era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Rencana itu urung dilakukan dengan alasan ketidakstabilan pasar. Isu itu kemudian muncul kembali pada 2016 saat Gubernur Bank Indonesia (BI) kala itu, Agus Martowardojo meminta Presiden Joko "Jokowi" Widodo menghidupkan kembali rencana redenominasi rupiah.

Kemudian pada 2023, BI menyatakan siap memulai redenominasi, tetapi belum menemukan waktu yang tepat. Selain itu, dalam artikelnya, The Diplomat juga menuliskan kekhawatiran adanya kenaikan harga atau inflasi akibat pembulatan harga selama masa transisi.

2. Channel News Asia (CNA)

ilustrasi rupiah menguat (IDN Times/Aditya Pratama)

Channel News Asia (CNA) membuat artikel dengan judul "Indonesia plans Bill to redenominate rupiah, potentially slashing zeros from currency". Dalam artikel itu, CNA menuliskan tentang rencana redenominasi rupiah ada dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 70/2025, yang berisi rencana strategis Kementerian Keuangan untuk periode 2025–2029.

CNA juga menuliskan tentang belum adanya kejelasan soal berapa nol yang akan dihapuskan nantnya, tetapi menurut banyak pihak bakal ada penghapusan tiga angka nol pada mata uang rupiah. Dengan begitu, Rp1.000 akan menjadi Rp1 dan Rp100 ribu akan menjadi Rp100.

CNA pun menyebutkan soal rencana redenominasi yang dinyatakan BI siap dilakukan, tetapi belum menemukan waktu tepat. Dalam artikelnya, CNA juga mengutip BI terkait tiga pertimbangan yang harus diperhatikan sebelum melakukan redenominasi, yakni kondisi makroekonomi domestik dan global, stabilitas sistem moneter dan keuangan, serta dinamika sosial-politik.

Dalam artikel itu juga, CNA menyebut BI telah menekankan redenominasi bukanlah devaluasi. Selain itu, juga publik masih perlu diyakinkan agar tidak terjadi kebingungan terkait tabungan dan nilai uang.

3. Scoop

ilustrasi rupiah melemah (IDN TImes/Aditya Pratama)

Scoop, media berbasis di Malaysia, menyoroti redenominasi rupiah melalui artikel berjudul "Say goodbye to 'milionaires': Indonesia to remove zeros from rupiah bills". Selain menuliskan tentang kebijakan redenominasi merupakan bagian dari RUU yang ada dalam program strategis Kementerian Keuangan 2025-2029, Scoop juga mengangkat salah satu fenomena sosial yang bisa berubah atas kebijakan redenominasi rupiah.

Scoop menuliskan, selama ini warga Malaysia bisa datang ke Indonesia dan menjadi jutawan instan dengan hanya membawa 251 ringgit Malaysia atau sekitar Rp1,002 juta dengan kurs berlaku sekarang yakni Rp3.995 per ringgit Malaysia. Selain itu, Scoop juga menuliskan kebijakan redenominasi rupiah merupakan pembahasan lama yang telah berlangsung sejak 2013, tetapi ditunda sampai sekarang.

Editorial Team