Investasi Industri Pengolahan Susu di RI Capai Rp23,4 Triliun

Serap 37 ribu tenaga kerja

Intinya Sih...

  • Realisasi investasi sektor pengolahan susu hingga 2023 mencapai Rp23,4 triliun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 37 ribu orang.
  • Industri pengolahan susu didominasi oleh susu cair dan krim (49 persen), sisanya susu kental manis (17 persen) dan susu bubuk (17,5 persen).

Jakarta, IDN Times - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan, realisasi investasi sektor pengolahan susu hingga 2023 mencapai Rp23,4 triliun. Industri ini telah menyerap tenaga kerja sebanyak 37 ribu orang.

"Saat ini kondisi perkembangan sektor ini cukup baik, sudah ada 88 pabrik industri pengolahan susu dan turunannya, dengan total kapasitas produksi mencapai 4,64 juta ton per tahun," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (26/5/2024).

Adapun produksi terbesar di industri pengolahan susu saat ini didominasi susu cair dan krim (49 persen), sisanya susu kental manis (17 persen), dan susu bubuk (17,5 persen). Seiring hal ini, industri pengolahan susu sudah mampu ekspor dengan beragam produk, seperti susu formula, makanan bayi, es krim, keju, yogurt, susu bubuk, susu kental manis, serta susu cair dan krim.

Baca Juga: Wamen BUMN Sebut Emas Investasi yang Gak Mungkin Tenggelam

1. Industri pengolahan susu berkontribusi besar pada perekonomian

Investasi Industri Pengolahan Susu di RI Capai Rp23,4 TriliunIlustrasi ekonomi (Pixabay.com)

Putu mengatakan, industri pengolahan susu merupakan salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Pada 2022, meski masih terjadi pandemik Covid-19, industri pengolahan susu mampu berkembang.

Hal itu ditandai dengan munculnya beberapa investasi baru, seperti PT Frisian Flag Indonesia di Kabupaten Bekasi, PT Nestle Indonesia di Kabupaten Batang, PT Kian Mulia di Kabupaten Bekasi, dan rencana investasi perusahaan asal Qatar, Baladna di Kabupaten Indramayu.

"Ini menunjukkan bahwa bisnis di sektor industri pengolahan susu masih cukup prospektif sekaligus mencerminkan Indonesia sebagai negara tujuan utama investasi karena terciptanya iklim usaha yang kondusif dengan berbagai kebijakan yang probisnis," tuturnya.

Baca Juga: Investasi Negara Timur Tengah di RI Kalah dari Asia

2. Beri andil pada industri agro

Investasi Industri Pengolahan Susu di RI Capai Rp23,4 Triliunilustrasi susu (pexels.com/Pixabay)

Putu menyatakan, industri pengolahan susu juga memberikan andil besar terhadap pertumbuhan industri agro. Pada 2023, industri agro mampu tumbuh 4,15 persen, yang menjadi penopang utamanya adalah industri makanan dan minuman dengan pertumbuhannya mencapai 4,47 persen.

"Sementara itu, industri pengolahan susu termasuk di dalam industri makanan dan minuman," ucapnya.

Industri makanan dan minuman tumbuh sebesar 5,87 persen pada kuartal I-2024, meningkat dibandingkan periode yang sama 2023.

"Sedangkan untuk kontribusi industri agro terhadap PDB industri pengolahan nonmigas sebesar 51,54 persen, dan terhadap PDB nasional sebesar 9 persen," ujar Putu.

Dia optimistis, kinerja industri pengolahan susu akan semakin gemilang seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat dan tumbuhnya kelas menengah. Selain itu, bertransformasinya gaya hidup masyarakat menjadi lebih sehat, diyakini konsumsi produk susu olahan akan terus tumbuh tinggi ke depannya.

3. Tingkatkan produksi susu

Investasi Industri Pengolahan Susu di RI Capai Rp23,4 Triliunilustrasi produk susu kemasan (freepik.com/freepik)

Adapun tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia saat ini sebesar 16,9 kilogram (kg) per kapita per tahun setara susu segar.

"Jumlah ini perlu dipacu lagi untuk bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Apalagi, peluang peningkatan konsumsi susu di Indonesia masih sangat besar, yang membuat investor berlomba-lomba untuk meningkatkan investasi di industri pengolahan susu," tutur Putu.

Kendati demikian, diperlukan langkah untuk menjaga ketersediaan bahan baku. Itu karena saat ini, hanya sekitar 20 persen bahan baku susu yang dipasok dari dalam negeri.

Menurutnya, masalah tersebut disebabkan laju pertumbuhan produksi susu segar di dalam negeri, yaitu sebesar rata-rata 1 persen dalam enam tahun terakhir, sehingga tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu yang tumbuh rata-rata 5,3 persen.

Dia menuturkan, kendala utama dalam pengembangan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) adalah masih sedikitnya populasi sapi perah di Indonesia (sekitar 592 ribu ekor), rendahnya produktivitas sapi perah rakyat (8-12 liter per ekor per hari), dan tingginya rasio biaya pakan dengan hasil produksi susu (0,5-0,6).

"Pengembangan produksi susu segar juga dihadapkan pada terbatasnya lahan untuk kandang dan pakan hijauan," ucapnya.

Selain itu, minimnya kepemilikan sapi perah peternak rakyat (2-3 ekor per peternak), biaya pembesaran (rearing) anakan sapi perah yang cukup mahal, kurangnya pemahaman peternak rakyat akan Good Dairy Farming Practices (GDFP), serta masih minimnya minat anak muda untuk menjadi peternak.

Untuk mengatasinya, kata dia, diperlukan dukungan dan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada penanganan di sektor hulu baik koperasi susu dan peternak sapi perah. Misalnya, Kemenperin telah memberikan bantuan sebanyak 84 cooling unit kepada 68 koperasi susu di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Pada tahun 2021, kami telah membantu mendirikan Milk Collection Point (MCP) di koperasi susu di Pengalengan, Jawa Barat, dan pada tahun 2022 kami melakukan digitalisasi di 40 tempat penerimaan susu (TPS) di Jawa Timur sebagai implementasi program industri 4.0 untuk memantau kualitas susu secara real time,” tutur Putu.

Keberhasilan pengembangan SSDN juga memerlukan kolaborasi berbagai pihak.

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya