Krisis politik yang sedang berlangsung, permusuhan rezim terhadap investor dan pejabat asing, pemadaman listrik yang parah, dan kebijakan untuk secara paksa telah merusak iklim investasi asing. Bank Dunia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Myanmar akan stagnan tahun ini setelah mengalami kontraksi hampir 20 persen pada 2021.
Sementara itu, International Labour Organization (ILO) memperkirakan 1,6 juta pekerjaan hilang pada 2021 lalu. Penciptaan pekerjaan di Myanmar diyakini tak akan naik secara signifikan selama krisis politik berakhir.
"Daftar hitam Myanmar oleh FATF akan menempatkan negara itu bersama Iran dan Korea Utara dalam daftar yang sangat pendek dan mengarah pada pengurangan risiko tambahan oleh lembaga keuangan asing yang selanjutnya akan meningkatkan kesulitan dan biaya yang terkait dengan transaksi lintas batas," kata Romain Caillaud, rekan rekan di lembaga pemikir ISEAS-Yusof Ishak Institute yang berbasis di Singapura.
Daftar hitam akan membuat lebih sulit untuk membuka atau memelihara rekening bank, atau mengakses layanan keuangan untuk transaksi internasional, menurut eksekutif perusahaan di Yangon.
Sebagian besar bank dan layanan keuangan kemungkinan akan menghindari layanan rekening yang terkait dengan Myanmar daripada melakukan dokumen tambahan untuk "uji tuntas yang ditingkatkan" yang diperlukan untuk sebuah negara dalam daftar hitam FATF.