Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Malaysia Minta ASEAN Tegas Hadapi Junta Militer Myanmar 

Ilustrasi Demonstran Myanmar (unsplash.com/GayatriMalhotra)

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Malaysia, Datuk Seri Saifuddin Abdullah, mendesak Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) untuk lebih serius menangani konflik di Myanmar.

Menurutnya, ASEAN harusnya mempunyai rasa urgensi melihat situasi Myanmar yang kacau, dilansir dari Bangkok Post, Selasa (6/9/2022).

Saat ini, Myanmar mengalami goncangan politik pasca-junta militer mengambil alih pemerintahan pada Februari 2021. Akibatnya, gelombang protes menyebar ke seluruh Myanmar. Bentrokan terjadi antara demonstran pro-demokrasi dengan junta militer. Bahkan, tindakan represif militer Myanmar kerap kali mengakibatkan korban jiwa.

1. ASEAN didesak untuk laporkan keadaan di Myanmar

Saifuddin mengaku telah mengirim surat pada Sekretaris Jendral ASEAN pada Sabtu (3/9/2022).

Melalui surat itu, ia meminta ASEAN untuk memberi laporan terbaru terkait perkembangan situasi di Myanmar. Saifuddin menyebut, selama ini ia hanya mendapat laporan perkembangan situasi di Myanmar melalui kenalannya di LSM atau organisasi internasional, bukan dari ASEAN.

Menurut Saifuddin, konflik di Myanmar sudah seharusnya menjadi permasalahan prioritas ASEAN untuk diselesaikan. ASEAN seharusnya mempunyai tim khusus yang menangani permasalahan ini.

Konflik di ASEAN dinilai harus segera diselesaikan secepat mungkin dan tidak perlu menunggu KTT ASEAN pada November, dilansir dari Malay Mail.

2. ASEAN harus segera tentukan posisi

ASEAN juga diminta untuk lebih menggenjot pengiriman bantuan kemanusiaan ke Myanmar. Namun, mitra penerima bantuan kemanusiaan tersebut perlu ditinjau lagi. Sebab, beberapa LSM lokal tidak mau bekerja sama dengan junta militer karena dirasa tak dapat dipercaya.

ASEAN harus memutuskan, apakah masih ingin bekerja sama dengan junta dalam proses pengiriman bantuan atau tidak. Oleh karena itu, ASEAN harus segera menegaskan posisinya dalam konflik ini.

"Asean harus memutuskan di mana posisi kita? Apakah kita melanjutkan dengan junta? Atau apakah kita bekerja tanpa junta dan mendukung orang-orang yang kita tahu melakukan pekerjaan dengan baik? Ini adalah pertanyaan besar yang harus segera kita putuskan," kata Saifuddin, dikutip dari Bangkok Post.

3. Tindakan represif junta militer Myanmar

Ilustrasi Demonstrasi di Myanmar. (pexels.com/AndrewPaKip)

Krisis politik yang terjadi di Myanmar saat ini bermula ketika junta militer melakukan kudeta terhadap pemimpin berkuasa pada Februari 2021. Saat itu, junta menggulingkan pemerintahan sipil yang dimpimpin Aung San Suu Kyi dan menahannya. Tindakan ini menyulut aksi protes di penjuru negeri.

Selama berkuasa, junta kerap kali melakukan berbagai tindakan represif. Tercatat lebih dari 2 ribu orang tewas dalam pemberontakan melawan junta.

Pada Juli lalu, junta menghukum mati empat tahanan politik, dua di antaranya merupakan aktivis demokrasi terkemuka. 

Vonis penjara Aung San Suu Kyi juga telah ditambah 3 tahun, sehingga total masa hukuman penjaranya menjadi 20 tahun atas berbagai tuduhan, termasuk korupsi.

ASEAN telah memaksa Myanmar untuk melaksanakan 5 poin konsensus yang telah disepakati tahun lalu. Namun, hingga sekarang, Myanmar terkesan seperti mengabaikan konsensus tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us