PLN Mau Pensiunkan PLTU demi Genjot EBT, Bagaimana Langkahnya? 

PLTU akan beroperasi fleksibel sebelum dipensiunkan

Jakarta, IDN Times - Sekitar 70 persen pembangkit listrik di Indonesia masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk sistem kelistrikan. Ini menjadi salah satu penyebab kurang optimalnya pemanfaatan potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT).

Rata-rata umur PLTU yang masih muda yaitu di bawah 10 tahun dan pertumbuhan kebutuhan listrik yang tidak sebesar proyeksi, menyebabkan penetrasi EBT menjadi terhambat. Pemerintah dan PLN telah berencana mempensiunkan dini 5 Giga Watt (GW) PLTU dan mengganti 3,7 GW dengan pembangkit energi terbarukan.

Baca Juga: PLTU Batu Bara Bakal Lenyap dari Indonesia pada 2056

1. PLTU dapat beroperasi secara fleksibel

PLN Mau Pensiunkan PLTU demi Genjot EBT, Bagaimana Langkahnya? Ilustrasi PLTU batu bara. (earth.com)

Institute for Essential Services Reform (IESR), mengungkapkan bahwa PLTU yang awalnya berfungsi sebagai pembangkit utama dapat dioperasikan secara fleksibel. PLTU dapat menyesuaikan keluaran pembangkitnya mengikuti intermitensi atau produksi listrik energi terbarukan sehingga membantu kestabilan jaringan listrik.

“Berdasarkan kajian IESR, agar sistem kelistrikan Indonesia selaras dengan target Paris Agreement, maka pada 2030 sekitar 47 persen energi listrik di Indonesia harus berasal dari pembangkit energi terbarukan,” jelas Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa dalam siaran pers, Rabu (15/6/2022).

PLTU dapat diterapkan secara fleksibel sebelum akhirnya PLTU dihentikan secara permanen. Artinya, PLTU fleksibel akan dihentikan setelah pasokan energi terbarukan dapat memenuhi permintaan.

Baca Juga: Ini Jurus Pemerintah Kurangi Emisi dari PLTU Batu Bara

2. Pembangkit listrik perlu dipetakan sesuai usia

PLN Mau Pensiunkan PLTU demi Genjot EBT, Bagaimana Langkahnya? PLTU Karangkandri yang ada di Jawa Tengah (instagram.com/riyandrl)

PLTU di Indonesia rata-rata masih berusia muda dengan kisaran umur 0-22 tahun. Sekitar 55 persen berada di luar Jawa-Madura-Bali (Jamali) dan pulau Sumatra, serta sekitar 34 persen lainnya di Jamali dan Sumatra dengan rata-rata umur 9 tahun.

PLTU dengan usia muda biasanya tidak memerlukan investasi yang mahal bahkan terkadang tak butuh biaya, berbeda dengan PLTU yang sudah tua. Pemetaan pembangkit listrik menurut kelompok usia diperlukan untuk menentukan rencana operasi PLTU yang fleksibel.

Baca Juga: PLN Sah Gandeng ADB, Apa Kabar PLTU Batu Bara?

3. Operasi PLTU yang fleksibel dapat difokuskan pada beberapa hal

PLN Mau Pensiunkan PLTU demi Genjot EBT, Bagaimana Langkahnya? Ilustrasi PLTU batu bara (dok. PT. PLN)

Kelebihan pasokan listrik yang terjadi dapat menjadi kesempatan untuk mengoperasikan PLTU secara fleksibel.

Operasi PLTU yang fleksibel bisa mengurangi beban minimum PLTU dari 50 persen menjadi 30 persen. Selain itu, kemampuan PLTU untuk menanggung loncatan beban secara cepat (ramp rate) juga meningkat 2 kali lipat dari biasanya. Waktu menghasilkan uap (start-up) juga bisa lebih cepat dari yang sebelum nya 2-10 jam menjadi 1,3-6 jam.

“Manfaat dari pengurangan beban minimum PLTU adalah untuk mengurangi biaya akibat proses start-up/shutdown yang akan semakin sering jika bauran listrik dari energi terbarukan semakin tinggi. Di samping itu, fleksibilitas PLTU akan mengurangi biaya sistem karena biaya operasi fleksibel PLTU lebih murah dibandingkan menggunakan penyimpan daya,” papar Peneliti Senior IESR, Raditya Wiranegara.

Operasi fleksibel PLTU juga dapat memberi kesempatan bagi pembangkit lain serta penyimpanan energi seperti baterai dan pembangkit listrik berbahan bakar gas alam.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya