Jakarta, IDN Times - Pemerintah gagal melakukan negosiasi untuk mencegah tarif resiprokal sebesar 32 persen dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) pun menilai kegagalan tersebut mencerminkan lemahnya arah kebijakan luar negeri dan ekonomi Indonesia, serta absennya koordinasi strategis lintas kementerian yang berdampak langsung terhadap kepercayaan pasar dan posisi tawar negara.
Tim negosiasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto membawa berbagai tawaran besar, mulai dari LNG, LPG, minyak mentah, gandum, hingga pesawat Boeing. Meski begitu, Pemerintah AS tetap menjatuhkan tarif dengan angka yang cukup signifikan. CELIOS menilai bahwa keputusan Washington cenderung dipengaruhi oleh pertimbangan geopolitik daripada hanya sekadar transaksi dagang.
“Afiliasi Indonesia dalam BRICS dan sikap tegas terhadap ekspor mineral menjadi faktor yang secara politis dari kebijakan AS terhadap Indonesia. Sayangnya, strategi negosiasi yang dibangun terlalu bertumpu pada pembukaan kran impor produk migas AS secara berlebihan hingga 15,5 miliar dolar AS setara Rp259,5 triliun jadi ancaman bagi defisit sektor migas jangka panjang,” kata Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, Kamis (10/7/2025)