Ilustrasi Undang-Undang (IDN Times/Arief Rahmat)
Selain menerbitkan RP2B, sebelumnya OJK telah menerbitkan POJK Nomor 7 Tahun 2024. POJK tersebut ditujukan untuk terus mendorong agar BPR atau BPRS dapat bertumbuh dan berkembang.
OJK pun berupaya untuk terus meningkatkan pengawasan secara optimal mengingat berdasarkan hasil pengawasan, OJK menemukan beberapa kelemahan struktural termasuk fraud, sehingga BPR atau BPR Syariah tersebut harus ditutup demi penyehatan sistem perbankan dan pelindungan konsumen.
POJK 7/2024 yang berlaku sejak diundangkan pada 30 April 2024 mengatur aspek kelembagaan BPR atau BPR Syariah mulai dari pendirian, kepemilikan, kepengurusan, jaringan kantor, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, hingga pencabutan izin usaha atas permintaan pemegang saham.
OJK meluncurkan peta jalan BPR dan BPRS melalui POJK 7/2024, berikut rinciannya:
- Kesempatan bagi BPR dan BPR Syariah untuk memperluas akses permodalan melalui aksi penawaran umum efek melalui pasar modal;
- Kebijakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan termasuk kewajiban konsolidasi bagi BPR dan BPR Syariah yang berada dalam kepemilikan Pemegang Saham Pengendali yang sama. Kebijakan tersebut diharapkan dapat secara cepat memperkuat permodalan, memastikan kecukupan infrastruktur teknologi informasi, memperkuat tools penerapan manajemen risiko dan tata kelola, sehingga dapat mendorong penguatan daya saing industri BPR dan BPR Syariah.
- Semangat efisiensi lembaga jasa keuangan yang memperkenankan Lembaga Keuangan Mikro untuk melakukan aksi penggabungan dengan BPR atau BPR Syariah.
- Penyempurnaan aspek kelembagaan lain seperti jaringan kantor untuk mengakomodir arah pengembangan dan penguatan BPR dan BPR Syariah.