Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Konferensi Pers Kemenko Perekonomian terkait perkembangan negosiasi tarif Trump. (Dok/Screenshot Zoom).

Intinya sih...

  • Ketegangan perdagangan AS-China membuka peluang strategis bagi Indonesia dalam rantai pasok global
  • Pemerintah sudah menyiapkan program revitalisasi sektor padat karya untuk menangkap kesempatan relokasi bisnis dari China

Jakarta, IDN Times – Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyatakan bahwa ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam rantai pasok global. Sejumlah sektor industri dinilai memiliki potensi tumbuh, seiring dengan tren relokasi bisnis dari China  ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.

Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu, mengatakan, proses perpindahan produksi sebenarnya telah berlangsung bahkan sebelum Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor pada 2 April lalu.

“Sebetulnya, proses itu sudah mulai terjadi sejak sebelum April, sudah terjadi beberapa sektor yang mencari tempat lokasi baru untuk melakukan produksi maupun ekspor ke Amerika, seperti garmen, footwear, dan sektor-sektor padat karya," kata Mari dalam konferensi pers perkembangan Terkini Negosiasi dan Diplomasi Perdagangan Indonesia - AS, secara virtual, Jumat (18/4/2025).

1. Revitalisasi sektor padat karya

Para pekerja di industri garmen PT Sandang Asia Maju Abadi di Kota Semarang. (dok. Sandang Asia)

Tak hanya itu, pemerintah sudah menyiapkan program revitalisasi sektor padat karya sejak jauh-jauh hari untuk menangkap kesempatan dan peluang relokasi ini. Hal ini termasuk penyediaan berbagai fasilitas dan kemudahan bagi investor yang ingin menanamkan modal di sektor-sektor tersebut.

Selain itu, diversifikasi rantai pasok juga menjadi perhatian penting. Ketergantungan global terhadap China sebagai pusat manufaktur membuat banyak negara, termasuk AS, mulai mencari alternatif.

Menurut dia, di sinilah Indonesia memiliki peluang. Terlebih Indonesia merupakan bagian dari ASEAN dan mitra kerja sama dengan negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Australia.

“Secara umum rantai pasok yang lebih terdiversifikasi, tidak terlalu terkonsentrasi dengan China, itu juga akan menjadi peluang Indonesia maupun karena Indonesia bagian dari kerja sama ASEAN dengan negara-negara seperti Korea, Jepang, dan Australia. Itu berarti kita bisa mendiversifikasi rantai pasok kita yang akan lebih menguntungkan sehingga (produk) bisa masuk ke pasar Amerika," kata Mari. 

2. Perluas diversifikasi ekspor dan percepat penyelesaian kerja sama EU-CEPA

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Mari mengatakan, Indonesia memiliki peluang besar untuk masuk ke dua sektor strategis dalam rantai pasok global, yaitu critical minerals dan semikonduktor. Kedua sektor ini menjadi perhatian utama dan dikategorikan sebagai bagian dari isu keamanan nasional Pemerintah AS.

“Ada dua sektor dalam rantai pasok yang masuk dalam isu keamanan bagi Amerika dan berpotensi dimasuki Indonesia, yakni critical minerals dan semikonduktor," kata dia. 

Mari juga menyoroti pentingnya upaya diversifikasi pasar, termasuk memperluas kerja sama dengan kawasan di luar Amerika Serikat.

Uni Eropa menjadi salah satu mitra strategis yang perlu segera dijajaki lebih dalam, khususnya melalui percepatan penyelesaian negosiasi perjanjian perdagangan bebas Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU–CEPA).

“Diversifikasi pasar sangat penting. Pak Menko sudah menyebutkan Eropa dan untuk itu kita perlu menyelesaikan negosiasi EU–CEPA secepat mungkin,” ujar dia.

Di luar Uni Eropa, Mari menekankan perlunya keterlibatan aktif (engagement) dengan berbagai mitra dagang lainnya, baik secara bilateral maupun multilateral. Termasuk di antaranya melalui penguatan kerja sama regional seperti ASEAN dan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership).

“Kerja sama dengan mitra di kawasan, termasuk ASEAN dan RCEP perlu terus diperdalam dan diperluas. Ini penting untuk mendukung diversifikasi rantai pasok dan memperkuat posisi Indonesia dalam ekosistem perdagangan global,” kata Mari. 

3. Pemerintah siapkan paket kebijakan

Ilustrasi transaksi ekonomi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan, pemerintah tengah menyusun paket kebijakan ekonomi untuk mengantisipasi dampak dari penerapan tarif balasan (resiprokal) oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia. Paket kebijakan tersebut akan mencakup aspek perdagangan hingga investasi.

“Mengenai paket ekonomi, sedang dalam pembahasan terkait dengan perizinan impor, OSS (Online Single Submission), layanan perpajakan kepabeanan, kemudian juga terkait dengan pengaturan kuota, dan juga termasuk di dalamnya sektor keuangan,” ucap Airlangga. 

Paket kebijakan ekonomi yang tengah disusun juga melibatkan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sinergi ini dilakukan untuk menyusun kebijakan yang terkait dengan sistem pembayaran.

“Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan BI, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika Serikat,” ujar Airlangga.

Dalam negosiasi antara Indonesia dan Amerika Serikat turut dibahas mengenai penguatan dalam perdagangan, investasi, energi, sektor pendidikan hingga sektor pertanahan. Dengan adanya negosiasi ini diharapkan ada perlakuan yang adil dan setara antara dua negara tersebut.

“Kami juga tegaskan bahwa selama ini yang tarif tidak level playing field dengan negara pesaing Indonesia, termasuk di negara Asean. Kami minta ini akan diberikan secara lebih adil dan tidak diberikan tarif yang lebih tinggi,” kata Airlangga.

Editorial Team