Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tekstil RI Kena Tarif 47 Persen, Airlangga: Paling Tinggi di ASEAN

Konferensi Pers Kemenko Perekonomian terkait perkembangan negosiasi tarif Trump. (Dok/Screenshot Zoom).
Konferensi Pers Kemenko Perekonomian terkait perkembangan negosiasi tarif Trump. (Dok/Screenshot Zoom).
Intinya sih...
  • Tarif bea masuk produk tekstil Indonesia ke AS lebih tinggi dibandingkan negara ASEAN
  • Sektor tekstil dan garmen terdampak tarif hingga 47 persen, menambah tekanan daya saing produk dalam negeri di pasar internasional
  • Pemerintah tekankan pentingnya peninjauan kembali perjanjian dagang untuk memastikan tarif yang kompetitif di pasar global

Jakarta, IDN Times – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyoroti penerapan tarif bea masuk terhadap produk tekstil Indonesia ke Amerika Serikat (AS). Tarif itu dinilai lebih tinggi dibandingkan negara-negara di kawasan ASEAN.

“Saat ini, produk ekspor utama Indonesia seperti garmen, alas kaki, tekstil, furnitur, dan udang mendapatkan tarif bea masuk yang lebih tinggi dibandingkan beberapa negara pesaing, baik dari ASEAN maupun negara Asia lainnya di luar ASEAN,” ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual, Jumat (18/4/2025).

1. Tekstil dan garmen paling terdampak

Para pekerja di industri garmen PT Sandang Asia Maju Abadi di Kota Semarang. (dok. Sandang Asia)
Para pekerja di industri garmen PT Sandang Asia Maju Abadi di Kota Semarang. (dok. Sandang Asia)

Secara khusus, sektor tekstil dan garmen disebut sebagai yang paling terdampak. Airlangga menjelaskan produk dari sektor ini kini dikenai tarif bea masuk hingga 47 persen, setelah adanya tambahan tarif dasar sebesar 10 persen yang diberlakukan selama 90 hari oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).

Sebelumnya, tarif untuk produk tekstil dan garmen Indonesia berada di kisaran 10–37 persen. Dengan tambahan tersebut, total tarif bea masuk dapat mencapai hingga 47 persen.

“Dengan berlakunya tarif tambahan sebesar 10 persen selama 90 hari, maka tarif rata-rata Indonesia, khususnya di sektor tekstil dan garmen yang sebelumnya berada antara 10 hingga 37 persen dengan diberlakukannya tambahan 10 persen, maka tarifnya itu menjadi (47 persen)," ungkapnya. 

2. Beban ditanggung eksportir, daya saing tertekan

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut Airlangga, beban tarif ini tidak hanya ditanggung pihak pembeli atau importir di negara tujuan, tetapi juga dibebankan kepada eksportir Indonesia. Hal ini menambah tekanan terhadap daya saing produk-produk dalam negeri di pasar internasional.

“Dengan adanya tambahan tarif 10 persen, biaya ekspor kita otomatis meningkat. Masalahnya, beban biaya tambahan ini tidak sepenuhnya ditanggung oleh pembeli, tetapi diminta untuk dibagi dengan eksportir Indonesia,” ungkapnya.

“(Artinya) bukan hanya pembeli yang menanggung pajak tersebut,” imbuhnya.

3. Pemerintah dorong tarif lebih kompetitif

Infografis 15 Daftar Ekspor RI yang Paling Terdampak Tarif Trump (IDN Times/Aditya Pratama)
Infografis 15 Daftar Ekspor RI yang Paling Terdampak Tarif Trump (IDN Times/Aditya Pratama)

Pemerintah pun menekankan pentingnya peninjauan kembali terhadap perjanjian dagang dan kerja sama ekonomi yang telah ada, guna memastikan Indonesia bisa mendapatkan tarif yang lebih kompetitif di pasar global.

Langkah ini, menurut Airlangga, diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia di pasar internasional sekaligus meningkatkan nilai ekspor nasional.

“Perlu adanya penerapan tarif yang lebih kompetitif, seiring dengan negara-negara yang juga bersaing dengan Indonesia,” tegasnya.

4. RI-AS sepakat selesaikan negosiasi tarif dalam 60 Hari

Presiden Donald Trump menandatangani Perintah Eksekutif mengenai rencana tarif Pemerintah pada acara “Make America Wealthy Again”, Rabu, 2 April 2025 (flickr.com/The White House)
Presiden Donald Trump menandatangani Perintah Eksekutif mengenai rencana tarif Pemerintah pada acara “Make America Wealthy Again”, Rabu, 2 April 2025 (flickr.com/The White House)

Airlangga juga mengungkapkan Indonesia dan Amerika Serikat telah sepakat menyelesaikan negosiasi terkait penerapan tarif balasan (resiprokal) dalam waktu dua bulan ke depan.

Dalam perundingan tersebut, Indonesia menawarkan sejumlah solusi agar hubungan perdagangan kedua negara tetap berimbang dan tidak memberatkan salah satu pihak.

“Indonesia dan Amerika Serikat bersepakat untuk menyelesaikan perundingan ini dalam waktu 60 hari. Kerangka acuannya telah disepakati, termasuk ruang lingkupnya yang meliputi kemitraan perdagangan dan investasi, kerja sama dalam pengelolaan mineral penting, serta penguatan keandalan koridor rantai pasok yang memiliki resiliensi tinggi,” ujar Airlangga.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us