Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Polemik Tambang, Hipmi: Waspada Kampanye Asing Berkedok Lingkungan

Ilustrasi tambang batu bara (IDN Times/Aditya)
Ilustrasi tambang batu bara (IDN Times/Aditya)

Jakarta, IDN Times - Sekjen Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi), Anggawira menanggapi munculnya polemik izin pertambangan di Indonesia. Fenomena ini mencuat usai isu tambang nikel merusak keindahan kepulauan di Raja Ampat.

Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara (Aspebindo) ini mengimbau agar publik mewaspadai adanya kampanye lingkungan yang sering ditunggangi kepentingan politik dan ekonomi pihak asing.

"Tak dapat dimungkiri, kampanye lingkungan kerap dimanfaatkan sebagai alat politik dan ekonomi oleh aktor asing. Framing negatif terhadap industri tambang nasional dapat berdampak pada citra investasi, daya saing global, dan stabilitas kebijakan hilirisasi," kata dia dalam keterangannya, Minggu (28/6/2025).

"Kita harus waspada dan tegas. Kritik yang membangun harus diterima, tetapi jangan sampai kepentingan nasional digerogoti lewat narasi yang tidak berimbang. Apalagi jika dilakukan oleh pihak yang justru di negara asalnya menjalankan praktik ekstraktif tanpa kontrol lingkungan ketat," sambungnya.

1. Indonesia disebut masih butuh industri tambang

Spanduk larangan menambang di KHDTK Lempake Samarinda dibentangkan untuk menghalau aktifitas pertambangan. (Dok. KHDTK Lempake Samarinda)
Spanduk larangan menambang di KHDTK Lempake Samarinda dibentangkan untuk menghalau aktifitas pertambangan. (Dok. KHDTK Lempake Samarinda)

Anggawira mengatakan, di tengah sentimen negatif terhadap industri tambang meluas, terutama terkait isu lingkungan dan konservasi, publik harus menyadari Indonesia masih membutuhkan industri pertambangan.

"Bukan hanya sebagai penyumbang devisa, tapi sebagai pilar penting menuju transisi energi dan kemandirian ekonomi nasional," ucap dia.

Menurutnya, tambang merupakan penopang rantai pasok baterai, kendaraan listrik, energi bersih, dan digitalisasi global. Tanpa nikel dan tembaga dari Indonesia, dunia akan menghadapi kekurangan pasokan untuk teknologi masa depan.

Anggawira pun menyinggung kontribusi sektor ini pun signifikan, yakni 6 sampai 7 persen terhadap PDB nasional, penyerapan ratusan ribu tenaga kerja, hingga sumbangan PNBP dan royalti yang konsisten meningkat.

2. Tantangan pemerintah berkaitan dengan penegakan, konsistensi, dan transparansi

Ilustrasi Tambang Batu Bara (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Tambang Batu Bara (IDN Times/Aditya Pratama)

Ia menyebut, dengan disahkannya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Indonesia mempertegas komitmen pengelolaan tambang berbasis kepastian hukum dan nilai tambah.

Pemerintah juga mengatur pelaksanaan kegiatan melalui PP Nomor 96 Tahun 2021, mendorong hilirisasi, pengawasan lingkungan, dan pelibatan masyarakat. Namun tantangan utama bukan lagi pada regulasi, melainkan pada penegakan, konsistensi, dan transparansi.

"Di sinilah pemerintah dan pelaku industri perlu terus mendorong perbaikan," tegasnya.

Di samping itu, sejumlah perusahaan di Indonesia telah membuktikan operasi tambang dapat berjalan beriringan dengan kelestarian lingkungan dan pengembangan masyarakat.

3. Ketua komisi VII DPR desak cabut izin perusahaan nikel yang rusak Raja Ampat

WhatsApp Image 2025-06-05 at 13.40.13.jpeg
Raja Ampat (dok. Kementerian Pariwisata)

Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengatakan, Komisi VII DPR sudah melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Raja Ampat, Papua Barat Daya pada 28 Mei-2 Juni 2025 lalu. Salah satu hal yang ditinjau, adanya tambang nikel di Raja Ampat. Ia mengaku, keberadaan tambang nikel di Raja Ampat sudah menjadi perhatian pihaknya.

"Itu sebabnya pada 28 Mei-2 Juni 2025 komisi VII melakukan kunker reses ke tempat tersebut. Kunker diikuti oleh rombongan komisi VII yang ditugaskan ke sana," ujar Saleh di dalam keterangan tertulis pada Minggu (8/6/2025).

Ia mengatakan, pihaknya di sana sudah bertemu dengan gubernur dan aparat pemerintah daerah, termasuk kelompok masyarakat yang menyampaikan aspirasi. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan aspirasi dari semua pihak didengarkan dan diperhatian sebagai bahan masukan.

"Ada dua isu yang sempat mengemuka, yaitu peningkatan kualitas Raja Ampat sebagai destinasi wisata dan soal kerusakan ekositem dan lingkungan, akibat pertambangan yang ada. Kedua isu ini saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain," tutur dia.

Ia pun mengakui bila pertambangan dibiarkan maka dapat merusak alam dan lingkungan. Raja Ampat sebagai destinasi wisata strategis bisa terganggu.

"Oleh sebab itu pemda dan masyarakat meminta agar alam serta lingkungan mereka tetap dijaga," ujarnya.

Lebih lanjut, usulan yang disampaikan oleh Saleh, yakni perusahaan penambang yang terbukti telah merusak lingkungan maka izinnya harus segera dicabut. Perusahaan itu, harus membuat skema ketahanan lingkungan sehingga tidak mengganggu masyarakat.

"Tidak boleh ada kerusakan lingkungan akibat pertambangan," ujar Saleh.

Ia mewanti-wanti tidak boleh hanya perusahaan penambang yang diuntungkan, sedangkan lingkungan dan masyarakat di sekitarnya rusak.

"Alam dan lingkungan harus dijaga untuk masa depan anak-anak Papua," tutur dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us