Restitusi Bengkak Rp25 Triliun, Bea Keluar Batubara Diterapkan 2026
- Industri batubara bisa meminta restitusi PPN ke pemerintah hingga Rp25 triliun per tahun, menekan penerimaan negara.
- Penerapan tarif bea keluar bertujuan menutup kerugian negara yang muncul sejak perubahan aturan pada 2020.
- Kebijakan bea keluar bertujuan mendukung hilirisasi dan memperkuat aktivitas ekonomi domestik terkait SDA batu bara.
Jakarta, IDN Times – Pemerintah berencana mengenakan bea keluar terhadap komoditas batubara mulai tahun 2026. Hal itu dilakukan karena negara mengalami kerugian hingga Rp25 triliun akibat skema perpajakan yang berlaku setelah Undang-Undang Cipta Kerja 2020 diterapkan.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan, penerapan Undang-Undang Cipta Kerja pada tahun 2020 mengubah status batubara dari non–barang kena pajak menjadi barang kena pajak. Namun, setelah regulasi tersebut berlaku, restitusi PPN justru melonjak dan membebani fiskal negara.
Pengenaan bea keluar diharapkan dapat menciptakan keadilan sekaligus meringankan beban fiskal.
"Jadi ketika Undang-Undang Cipta Kerja diterapkan, status batubara berubah dari non–barang kena pajak menjadi barang kena pajak. Akibatnya, industri batubara dapat mengajukan restitusi PPN kepada pemerintah, jumlahnya sekitar Rp25 triliun per tahun," ujar Purbaya dikutip, Selasa (9/12/2025).
1. Banyak perusahaan batubara ajukan restitusi PPN

Ia menuturkan, sejak beleid tersebut diberlakukan, banyak perusahaan batubara mengajukan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN). Alhasil, alih-alih memberi kontribusi positif, sektor batubara justru menekan penerimaan negara. Pasalnta industri batubara bisa meminta restitusi PPN ke pemerintah hingga Rp25 triliun per tahun.
Menurut dia, ketentuan perpajakan batubara dalam Undang-Undang Cipta Kerja justru menjadi insentif bagi pelaku industri. Karena itu, pemerintah kembali pada amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
"Akibatnya, kita tidak menyejahterakan masyarakat. Justru pengusaha batubara yang mendapatkan keuntungan lebih besar. Makanya penerimaan pajak saya tahun ini turun karena restitusi cukup besar," ujar Purbaya.
Pengenaan bea keluar juga dimaksudkan untuk mendorong hilirisasi dan dekarbonisasi. Indonesia merupakan produsen batubara terbesar ketiga di dunia, namun sebagian besar produksinya masih diekspor dalam bentuk mentah dengan nilai tambah rendah.
2. Tidak akan ganggu daya saing atau lemahkan industri

Mantan Bos LPS menegaskan langkah (penerapan tarif bea keluar) ini tidak bertujuan melemahkan industri, melainkan untuk menutup kerugian negara yang muncul sejak perubahan aturan pada 2020.
Menkeu juga memastikan kebijakan baru tersebut tidak akan mengganggu daya saing ekspor, karena sebelum 2020 tanpa fasilitas restitusi besar sekalipun industri batu bara tetap mampu bersaing di pasar internasional.
3. Dorong hilirisasi batubara

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, kebijakan bea keluar batubara masih dalam pembahasan lintas kementerian, berbeda dengan bea keluar untuk emas yang sudah lebih matang pembahasannya.
Nantinya, kebijakan ini dirancang untuk memberikan insentif kepada hilirisasi batu bara dan memperkuat aktivitas ekonomi domestik yang berkaitan dengan sumber daya alam (SDA) batu bara.
“Kebijakan bea keluar ini bertujuan mendukung hilirisasi dan memperkuat aktivitas ekonomi domestik terkait SDA batu bara,” kata Febrio dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (17/11).
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), produksi batu bara sepanjang 2024 sebanyak 836,13 Juta ton, di mana angka ini merupakan 117,76 persen dari target produksi.


















