Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

RI Utamakan Tambah Impor LPG dan Minyak Mentah dari AS, Bukan BBM

IMG-20250317-WA0006.jpg
ilustrasi kapal tanker Pertamina International Shipping (dok. PIS)
Intinya sih...
  • Dua komoditas utama yang menjadi fokus impor dari Amerika Serikat adalah liquefied petroleum gas (LPG) dan minyak mentah (crude).
  • Volume impor menyesuaikan dengan kondisi harga pasar

Jakarta, IDN Times - Pemerintah tidak memprioritaskan impor bahan bakar minyak (BBM) dari Amerika Serikat (AS) dalam melakukan negosiasi tarif resiprokal yang dikenakan terhadap Indonesia.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan, kebutuhan BBM akan lebih diupayakan dipenuhi dari produksi dalam negeri. Hal itu seiring dengan penyelesaian proyek perbaikan kilang serta peningkatan teknologi pengolahan yang sedang berjalan di dalam negeri.

"Untuk BBM kita masih melihat, itu kemungkinan terlebih dulu. Jadi karena untuk BBM itu kan juga kita di dalam negeri kan juga diusahakan peningkatan produksi di dalam negeri," katanya di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/7/2025).

1. LPG dan minyak mentah jadi komoditas energi prioritas

Kapal tanker PT Pertamina International shipping (PIS) (dok. PIS)
Kapal tanker PT Pertamina International shipping (PIS) (dok. PIS)

Pemerintah mendorong kenaikan impor energi dari AS sebagai bagian dari strategi negosiasi tarif. Kebijakan itu muncul sebagai respons atas potensi tarif resiprokal AS sebesar 32 persen terhadap ekspor Indonesia. Kebijakan itu ditangguhkan sementara selama masa pembicaraan.

Yuliot menjelaskan, Kementerian ESDM telah memetakan sejumlah produk energi yang akan diimpor dari AS. Dua komoditas utama yang menjadi fokus adalah liquefied petroleum gas (LPG) dan minyak mentah (crude).

Selama ini, Indonesia telah mengimpor crude dari AS, meski melalui negara pihak ketiga. Ke depan, pemerintah akan mengupayakan agar pencatatan impor dilakukan langsung dari Amerika Serikat (AS).

"Jadi untuk produk, ini kita sudah lakukan pemetaan dari ESDM," ujar mantan Wakil Menteri Investasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu.

2. Volume impor menyesuaikan dengan kondisi harga pasar

Kapal tanker PT Pertamina International Shipping (dok. Humas Pertamina)
Kapal tanker PT Pertamina International Shipping (dok. Humas Pertamina)

Terkait volume impor, Yuliot mengatakan nilainya akan bergantung pada pergerakan harga minyak dunia. Pemerintah akan menyesuaikan volume impor berdasarkan harga dan indikator harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang berlaku.

"Harga kan fluktuatif. Jadi untuk harga fluktuatif itu nanti akan kita lihat volume dengan harga itu kan akan terjadi, nilainya akan dapat terlihat berdasarkan volume dan juga berdasarkan harga ICP yang kita tetapkan," tuturnya.

3. Peningkatan impor sesuai komitmen trade balance

ilustrasi neraca perdagangan (Freepik.com/Mohd Azrin)
ilustrasi neraca perdagangan (Freepik.com/Mohd Azrin)

Menurut Yuliot, peningkatan impor energi dari Amerika Serikat merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam menjaga keseimbangan neraca dagang kedua negara.

Dia menyebutkan pada tahun lalu, nilai belanja energi Indonesia dari AS mencapai sekitar 4,2 miliar dolar AS. Untuk tahun ini, nilai tersebut akan disesuaikan berdasarkan hasil negosiasi tarif resiprokal antar pemerintah kedua negara.

Dia mencontohkan Vietnam telah berhasil menurunkan tarif bea masuk dari AS melalui mekanisme negosiasi, dari 46 persen menjadi 20 persen. Indonesia, kata Yuliot, juga akan menempuh langkah serupa.

"Jadi untuk tarif yang ditetapkan dari Amerika nanti ya justru ini kita jangan sampai lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain," ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us