BI Lagi-Lagi Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,5 Persen

Ekonomi domestik diproyeksikan tumbuh lebih tinggi tahun ini

Jakarta, IDN Times - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan kembali mempertahankan suku bunga acuan atau 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) di angka 3,5 persen.

Selain itu, RDG BI juga memutuskan mempertahankan suku bunga deposit facility yang tetap dipertahankan di angka 2,75 persen dan suku bunga lending facility tetap sebesar 4,25 persen.

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 19 dan 20 Januari 2022 memutuskan mempertahankan BI Seven Days Reverse Repo Rate sebesar 3,5 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap 4,25 persen,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers virtual, Kamis (20/1/2022).

1. Dasar BI mempertahankan suku bunga acuan 3,5 persen

BI Lagi-Lagi Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,5 PersenPengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Kantor Pusat BI (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Perry menambahkan, keputusan tersebut sejalan dengan diperlukannya penjagaan terhadap stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan di tengah perkiraan inflasi dan upaya mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat.

Di samping itu, BI juga terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan ekonomi lebih lanjut.

Hal tersebut dilakukan dengan berbagai langkah termasuk menegaskan arah bauran kebijakan BI pada 2022 seperti yanhg disampaikan dalam Pertemuan Tahunan BI pada 24 November silam.

"Kebijakan moneter tahun 2022 akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas, sementara kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, tetap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," ucap Perry.

Baca Juga: BI Tak Mau Buru-Buru Naikkan Suku Bunga Acuan, Kenapa?

2. Pertumbuhan ekonomi global sesuai prediksi

BI Lagi-Lagi Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,5 PersenIlustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Di sisi lain, Perry menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi global saat ini sesuai dengan perkiraan BI dan bakal berlanjut pada 2022 mendatang. Meski begitu, ekonomi global masih tetap dibayangi gangguan rantai pasok dan kenaikan kasus COVID-19.

Secara luas, Perry menilai bahwa pertumbuhan ekonomi global akan lebih seimbang kendati masih dihadapkan berbagai permasalahan tersebut.

Pada tahun ini tingkat inflasi diperkirakan tetap terkendali dalam target BI, yakni dua persen hingga empat persen.

"Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan berlangsung lebih seimbang, tidak hanya bertumpu pada pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, namun juga disertai dengan perbaikan ekonomi Eropa, Jepang, dan India," ujar dia.

Adapun perkembangan tersebut didorong oleh akselerasi tingkat vaksinasi, stimulus kebijakan, dan pemulihan kegiatan usaha secara bertahap.

3. Pemulihan ekonomi domestik masih akan berlanjut

BI Lagi-Lagi Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,5 PersenIlustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Perry pun menjelaskan, pemulihan ekonomi domestik masih akan berlanjut dan BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2021 tumbuh 3,2 hingga 4 persen.

Sementara pada tahun ini ekonomi nasional diproyeksikan tumbuh lebih tinggi lagi.

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global yang sesuai prediksi, Perry turut meyakini proses pemulihan ekonomi domestik bakal terus berlanjut.

BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2021 tumbuh 3,2 hingga 4 persen dan akan mengalami peningkatan lebih tinggi tahun ini.

"Sejumlah indikator hingga Desember 2021 menunjukkan proses pemulihan yang berlanjut, seperti peningkatan mobilitas masyarakat di berbagai daerah, kenaikan penjualan eceran, penguatan keyakinan konsumen, serta ekspansi PMI Manufaktur. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2021 berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia yaitu 3,2-4,0 persen," tutur Perry.

Sementara pada 2022, ekonomi nasional diproyeksikan tumbuh antara 4,7 persen hingga 5,5 persen. Hal itu didukung oleh peningkatan konsumsi swasta dan investasi di tengah belanja pemerintah yang terjaga serta adanya surplus neraca perdagangan.

Baca Juga: Sejarah Bank Indonesia, Bank Sentral Penjaga Kestabilan Nilai Rupiah 

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya