OJK Sebut Kolapsnya Silicon Valley Bank Tak Pengaruhi Perbankan RI

SVB bangkrut hanya dalam waktu 48 jam

Jakarta, IDN Times – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia. OJK menilai industri perbankan di Indonesia memiliki kondisi kuat dan stabil.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, penutupan SVB tidak berdampak langsung terhadap perbankan Indonesia yang tidak memiliki hubungan bisnis, facility line maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB.

Selain itu, bank-bank di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technology startups maupun kripto. Hal itu membuat perbedaan dengan SVB dan perbankan di AS umumnya.

“Oleh karena itu, OJK mengharapkan agar masyarakat dan Industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat,” kata Dian dalam pernyataan resmi kepada IDN Times, Senin (13/3/2023).

Baca Juga: SVB Bangkrut, Apa yang Perlu Dilakukan BI dan OJK?

1. Industri perbankan Indonesia lebih baik setelah krisis keuangan 1998

OJK Sebut Kolapsnya Silicon Valley Bank Tak Pengaruhi Perbankan RIpotret situasi krisis tahun 1998 (historia.id)

Menurut Dian, Indonesia setelah krisis keuangan tahun 1998 telah melakukan langkah-langkah yang mendasar dalam rangka penguatan kelembagaan, infrastruktur hukum, dan penguatan tata kelola. Selain itu, perlindungan nasabah yang lebih baik saat ini telah menciptakan sistem perbankan kuat, resilien, dan stabil.

“Hal ini tercermin dari kinerja industri perbankan yang terjaga baik dan solid serta tetap tumbuh positif di tengah tekanan perekonomian domestik dan global yang selama ini berlangsung,” ujar Dian.

Baca Juga: Kebangkrutan SVB Dinilai Akan Perpanjang Winter Startup

2. Kondisi perbankan Indonesia saat ini

OJK Sebut Kolapsnya Silicon Valley Bank Tak Pengaruhi Perbankan RIIlustrasi Bank. (IDN Times/Aditya Pratama)

Pada saat ini, lanjut Dian, kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kinerja likuiditas yang baik.

Hal itu dibuktikan lewat AL/NCD dan AL/DPK yang di atas threshold, yakni sebesar 129,64 persen dan 29,13 persen. Kondisi tersebut jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing, yakni sebesar 50 persen dan 10 persen.

Aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proporsional dengan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang didominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga.

Demikian juga, untuk kinerja lainnya seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan, dan profitabilitas masih terjaga dan tumbuh positif.

“Selain itu, saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori “Bank Dalam Resolusi”, yaitu bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan,” papar Dian.

Baca Juga: SVB Bangkrut, BI: Mata Uang di Kawasan Asia Tetap Kuat

3. Strategi OJK

OJK Sebut Kolapsnya Silicon Valley Bank Tak Pengaruhi Perbankan RIGedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (IDN Times/Helmi Shemi)

OJK pun terus melakukan berbagai langkah kebijakan kolaboratif dan sinergi dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, baik secara langsung maupun melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Hal tersebut dalam rangka mengantisipasi dampak dan tekanan global yang mungkin terjadi.

“OJK memastikan akan terus meningkatkan pemantauan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi secara global dan implikasinya terhadap perbankan Indonesia, memastikan penerapan manajemen risiko dan tata kelola bank yang baik dalam setiap aktivitas pengelolaan portofolio aset produktif dan pendanaan serta memitigasi risiko konsentrasi yang berdampak terhadap kinerja keuangan bank,” tutur Dian.

Selain itu, sambung Dian, OJK juga meminta perbankan untuk senantiasa melakukan langkah-langkah strategis, antara lain meningkatkan fungsi maupun peran Asset & Liability Committee dalam melakukan pengelolaan aset dan kewajiban, mengevaluasi kecukupan pencadangan risiko, melakukan stress test yang komprehensif serta mengkaji dan mengkinikan recovery dan resolution plan secara berkala.

Kebijakan OJK kedepan akan terus diarahkan untuk menciptakan situasi kondisi yang semakin kondusif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

 

Topik:

  • Anata Siregar
  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya