Sri Mulyani Bertekad Turunkan Defisit APBN pada 2022
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bertekad untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2022 mendatang.
Salah satunya dengan mengembalikan defisit APBN ke angka 'normal' seperti sebelum serangan pandemik COVID-19.
Upaya itu tidak terlepas dari APBN yang disebut Sri Mulyani bekerja sangat keras sebagai instrumen penahan kemerosotan ekonomi yang timbul akibat pukulan telak pandemik COVID-19.
"Dalam dua tahun ini APBN sudah bekerja sangat keras. Tahun 2022 menjadi pondasi untuk mengembalikan defisit APBN paling tinggi tiga persen terhadap PDB pada 2023," ujar Sri Mulyani, saat memberikan paparan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2021, Selasa (4/5/2021).
Baca Juga: Tutup Defisit APBN, Pemerintah Tambah Utang Rp360,7 Triliun
1. Pandemik COVID-19 buat defisit APBN melebar hingga 6 persen
Anggaran belanja negara yang naik pada 2020 dan 2021 untuk keperluan penanganan pandemik COVID-19 di sisi kesehatan dan sosial ekonomi menimbulkan defisit cukup lebar.
Tahun 2020 silam, defisit APBN 2020 mencapai Rp956,3 triliun atau 6,09 persen terhadap PDB. Kendati lebih kecil dari defisit negara lain, Sri Mulyani tak ingin mengambil risiko sehingga dirinya ingin memperkecilnya mulai tahun depan.
"Meskipun kita dalam kondisi yang relatif kecil dari sisi total defisit maupun dari sisi rasio defisit terhadap GDP, namun kita harus tetap hati-hati karena kenaikan jumlah utang dalam kondisi extraordinary tetap harus dikelola secara prudent," jelas dia.
Baca Juga: Kemenkeu Catat Defisit Anggaran Rp956,3 Triliun Sepanjang Tahun Lalu
2. Arah kebijakan fiskal 2022 tetap fokus pada pemulihan ekonomi
Maka dari itu, Sri Mulyani menegaskan bahwa arah kebijakan fiskal dari pemerintah pada 2022 mendatang tetap berfokus pada pemulihan ekonomi.
Berbagai macam reformasi struktural bakal dilakukan pemerintah untuk bisa tetap mengatasi shock alias serangan kejutan dari pandemik COVID-19.
"2022 adalah tahun menentukan di mana pondasi dan konsolidasi serta reformasi harus dilakukan dan harus berhasil. Reformasi struktural dari sisi human capital sangat penting yang mencakup bidang pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial," terang Sri Mulyani.
3. Reformasi struktural seiring dengan reformasi fiskal
Adapun selain reformasi struktural, Sri Mulyani juga menegaskan pentingnya reformasi dari sisi fiskal.
Reformasi sisi fiskal dilakukan dengan fokus pada tiga hal, yakni reformasi anggaran, reformasi pembiayaan, dan reformasi perpajakan.
Ketiganya merupakan pilar penting dalam APBN yang telah bekerja sangat keras selama dua tahun ke belakang demi menghadapi COVID-19.
"Maka APBN ini harus dijaga kembali sehingga dia akan menjadi instrumen yang tetap sehat dan berkelanjutan. Untuk perpajakan dari sisi basis dan peningkatan kepatuhan, kemudian untuk penganggaran dari sisi zero based budgeting dan prioritas yang makin efisien dan sinergis serta untuk pembiayaan dari sisi makin prudent, inovatif, dan sustainable," ungkapnya.
Baca Juga: Jokowi Putuskan Proyeksi Defisit APBN Jadi 5,2 Persen di 2021