Strategi Kelola Bisnis Keluarga agar Cuan Terus

95 persen perusahaan di RI adalah bisnis milik keluarga

Intinya Sih...

  • 95% perusahaan Indonesia adalah bisnis keluarga, termasuk perusahaan raksasa dari bisnis keluarga.
  • IMD dan EO Indonesia memberikan informasi tata kelola untuk menjaga keharmonisan keluarga dalam bisnis keluarga.

Jakarta, IDN Times - Berdasarkan laporan PwC, 95 persen perusahaan yang ada di Indonesia adalah bisnis milik keluarga. Dominasi perusahaan keluarga ini tak hanya berasal dari perusahaan kecil.

Riset Boston Consulting Group (BCG) menunjukkan, perusahaan-perusahaan raksasa di Asia Tenggara berasal dari bisnis keluarga. Sebanyak 54 dari 200 perusahaan terbesar di wilayah ini merupakan perusahaan keluarga.

“Perusahaan keluarga yang besar ini memiliki pengaruh besar pada ekonomi, tetapi mereka juga rentan mengalami perpecahan akibat ketegangan antar anggota keluarga,” kata Profesor Bisnis Keluarga Peter Lorange IMD, Marleen Dieleman dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (22/5/2024).

The International Institute of Management and Development (IMD) dan Entrepreneurs’ Organization (EO) Indonesia memberikan informasi terkait tata kelola untuk menjaga keharmonisan keluarga sembari terus menjaga kesuksesan bisnis keluarga.

Presiden EO Indonesia, Sophia Sung menyatakan, tanpa perencanaan dan peraturan keluarga yang matang, potensi perselisihan dan perebutan kekuasaan meningkat sehingga menjadi pemicu keretakan keluarga. Oleh karena itu, generasi kedua dan ketiga yang terdampak oleh konflik keluarga terpicu untuk mencari solusi agar masalah serupa tak lagi terjadi.

“Salah satu contohnya adalah Grup Kawan Lama yang kini dikelola oleh generasi ketiga. Mereka memiliki banyak entitas bisnis tapi tetap bisa menjaga keharmonisan keluarga. Grup Bluebird juga kini ada ditangan generasi ketiga dan mereka mampu mengelola dengan baik,” papar dia.

Menurut Dieleman, transisi antar generasi di perusahaan keluarga memang perlu dilakukan secara hati-hati. Pemilik perusahaan memiliki kecenderungan untuk menunda untuk meningkatkan profesionalitas tata kelola mereka.

“Dengan maraknya peralihan perusahaan keluarga dari generasi dua ke generasi ketiga di Indonesia, kurangnya perhatian pada tata kelola ini dikhawatirkan dapat menyebabkan kegagalan bisnis para konglomerat ini,” katanya.

Sesuai namanya, bisnis keluarga memadukan dua hal, yakni bisnis dan keluarga. Untuk itu, pertama-tama pemilik bisnis perlu melakukan penilaian seberapa besar dan rumit bisnis dan keluarga mereka.

Dari hasil penilaian itu, pemilik bisnis lantas bisa menentukan seberapa sistem tata kelola seperti apa yang perlu diterapkan. Dieleman lalu memperkenalkan kerangka GRID atau Governance Risk Identifier (Pengidentifikasi Risiko Tata Kelola) untuk menjadi tolok ukur bisnis keluarga untuk menerapkan tata kelola yang relevan.

Kerangka GRID ini dibagi menjadi empat kuadran untuk membedakan tingkat kompleksitas bisnis dan keluarga. Keempat kuadran itu akan memberikan solusi tata kelola yang tepat seperti dijelaskan sebagai berikut:

Baca Juga: 8 Cara Membuat Proposal Bisnis Plan, Semua Berawal dari Sini!

1. Bisnis sederhana dikelola keluarga sederhana

Strategi Kelola Bisnis Keluarga agar Cuan Terusilustrasi bisnis (IDN Times/Aditya Pratama)

Kategori pertama merupakan bisnis sederhana yang dikelola oleh keluarga sederhana. Ciri-cirinya adalah bisnis terfokus dengan sedikit anggota keluarga yang terlibat.

Banyak restoran keluarga di Indonesia yang termasuk dalam kategori ini. Selain itu, solusi mengatasi bisnis keluarga kategori ini adalah cukup dengan sistem tata kelola sederhana antara bisnis dan keluarga yang seimbang.

Baca Juga: 3 Etika Bisnis yang Perlu Dipahami Semua Pengusaha! 

2. Bisnis sederhana dikelola keluarga kompleks

Strategi Kelola Bisnis Keluarga agar Cuan Terusilustrasi bisnis keluarga (pexels.com/Paul Efe)

Kategori kedua adalah bisnis sederhana yang dikelola oleh keluarga kompleks. Ciri dari kategori bisnis keluarga ini adalah bisnisnya relatif sederhana, tetapi banyak anggota keluarga yang terlibat dalam pengelolaan, kepemilikan, atau keduanya.

Misalnya, pendiri bisnis mempunyai anak dan cucu dengan semua ikut terlibat bersama pasangannya.

Dalam mengelola bisnis kategori ini, solusinya diperlukan koordinasi antar anggota keluarga untuk menghindari kesalahpahaman. Konstitusi keluarga diperlukan sebagai dasar kepemilikan, pengelolaan, dan hierarki bisnis. Pembentukan dewan keluarga pun bisa membantu pengambilan keputusan bersama.

3. Bisnis yang rumit dikelola keluarga sederhana

Strategi Kelola Bisnis Keluarga agar Cuan Terusilustrasi bisnis (pexels.com/Maria Orlova)

Kategori ketiga adalah bisnis yang rumit dan dikelola oleh keluarga sedehana. Ciri-cirinya biasanya merupakan bisnis yang besar, terdiverifikasi, dan mungkin bersifat global, tetapi hanya satu atau beberapa anggota keluarga yang terlibat.

Hal terjadi ketika bisnis yang dikelola pendiri tunggal berkembang pesat, tetapi tidak ada penerus atau anggota keluarga tidak tertarik meneruskan.

Dalam mengelola bisnis kategori ini, solunya adalah meningkatkan tata kelola dan profesionalitas bisnis, berinvestasi untuk mengangkat manajerial yang andal agar tak tergantung pada kelangkaan sumber daya dari keluarga. Tata kelola keluarga dalam bentuk konstitusi atau dewan keluarga kurang relevan.

4. Bisnis rumit dengan keluarga yang kompleks

Strategi Kelola Bisnis Keluarga agar Cuan Terusilustrasi pertumbuhan bisnis (IDN Times/Aditya Pratama)

Kategori keempat adalah bisnis rumit dikelola keluarga yang kompleks. Ciri-ciri bisnis kategori ini biasanya berjenis usaha konglomerasi besar yang beroperasi di berbagai industri atau di banyak negara dan merupakan perusahaan terbuka.

Anggota keluarga multi generasi ikut bergabung dalam perusahaan dengan tingkat kepemilikan dan peran yang berbeda-beda. Tipe ini dimiliki oleh banyak konglomerat besar Indonesia saat ini.

Dalam mengelola kategori bisnis ini, solusinya perlu investasi signifikan terhadap tata kelola perusahaan dan aturan keluarga untuk memperjelas ekspektasi tiap anggota keluarga. Tanpa investasi semacam ini, bisnis keluarga jenis ini berisiko menjadi tidak stabil dan didukung oleh perseteruan keluarga.

Baca Juga: Penerapan HAM dalam Bisnis Bisa Tingkatkan Reputasi Perusahaan

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya