Tangkis Hoaks Kampanye, Faisal Basri Paparkan Kondisi Ekonomi Terkini

Isu ekonomi menjadi bahan utama serangan dalam pemilu

Jakarta, IDN Times – Kebohongan, fitnah, dan omong kosong. Itulah tiga hal yang dicuplik oleh kumpulan Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) dari panggung kampanye terbuka untuk pemilihan serentak 17 April mendatang. Tiga hal itu kemudian diawakan dalam Panggung Kabaret Tek Jing Tek Jing di Gedung Soehanna Hall, Jakarta, Kamis (11/4).

Ekonom dari Universitas Indonesia, Faisal Basri hadir dalam kabaret itu, membacakan narasi panjang tentang topik ekonomi yang mengemuka dalam perang opini pada kampanye belakangan ini.

“Salah satu konsekuensi hadirnya demokrasi di suatu negara adalah keterbukaan informasi dan kebebasan berpendapat. Siapa saja seakan boleh bicara apa saja sesuka hati, sejauh hal itu didukung oleh fakta dan data serta menjunjung prinsip-prinsip kepatutan,” kata Faisal saat orasi dalam Panggung Kabaret Tek Jing Tek Jing di Energy Building, Jakarta. 

1. Perekonomian Indonesia tidak pernah didominasi oleh asing

Tangkis Hoaks Kampanye, Faisal Basri Paparkan Kondisi Ekonomi TerkiniIDN Times/Rini Oktaviani

Dalam orasi kebudayaan ini, Faisal menyampaikan fakta-fakta dari hoaks yang sudah kian menjadi-jadi belakangan ini. Isu pertama yang dibahas Faisal adalah terkait hoaks mengenai ekonomi Indonesia yang dikuasai asing.   

Menurutnya, berdasarkan data yang ada, arus investasi langsung asing yang masuk ke Indonesia sangat kecil apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam dan Filipina dengan rata-rata setahun hanya 5 persen dari keseluruhan investasi fisik atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB).

Data tersebut menunjukkan Indonesia jauh dari kekuasaan asing, melainkan justru sebaliknya, peranan asing relatif kecil dalam pembentukan kue nasional (PDB). “Peranan investasi asing di Indonesia di bawah rata-rata Asia. Dengan negara komunis sekalipun seperti Vietnam dan sosialis seperti Bolivia, kita selalu lebih kecil. Apalagi jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asia Tenggara,” ujar Faisal seperti yang dikutip dari akun pribadinya.

Baca Juga: Begini Profil Perekonomian Indonesia Saat Ini

2. Tenaga kerja asing mengambil lahan kerja WNI, ini tidak sesuai dengan data

Tangkis Hoaks Kampanye, Faisal Basri Paparkan Kondisi Ekonomi TerkiniIDN Times/Rini Oktaviani

Selain itu, Faisal yang merupakan alumni FE UI angkatan 78 ini juga mengatakan pernyataan-pernyataan tentang tenaga kerja asing yang telah mengambil lahan pekerjaan warga negara Indonesia (WNI) di dalam negeri juga tidak ditopang data.   

Jumlah tenaga kerja asing di Indonesia hingga akhir 2018 tidak sampai 100.000 orang. Sementara, lebih dari 3,65 juta orang Indonesia berjuang bekerja di luar negeri.

Pada tahun 2018, mereka mengirimkan US$11 miliar ke sanak keluarganya yang berada di Indonesia. Sebaliknya, remitansi tenaga kerja asing sebesar 3,4 miliar dollar AS, sehingga kita menikmati surplus sebesar 7,6 miliar dollar AS. “Data ini kian menunjukkan keterbukaan lebih membawa maslahat ketimbang mudarat bagi perekonomian,” tegas Faisal.

3. Utang yang produktif itu positif, bukan najis

Tangkis Hoaks Kampanye, Faisal Basri Paparkan Kondisi Ekonomi TerkiniIDN Times/Rini Oktaviani

Faisal mengakui, besarnya utang pemerintah di era Jokowi sering dimanfaatkan kubu lawannya di pemilu untuk menjadi bahan kampanye. Utang pemerintah dinilai menimbulkan kontroversi berkepanjangan.

Ditinjau dari segi ekonomi, Faisal menilai, lebih baik berhutang dalam jumlah terukur untuk memanfaatkan potensi investasi yang ada daripada tidak berutang sama sekali sehingga potensi dan peluang itu sirna. "Selama peningkatan pendapatan lebih besar dari pembayaran cicilan, maka berhutang tidak akan menjadi masalah,” jelasnya.

Lebih lanjut, Faisal memberikan analogi, "seseorang yang punya utang Rp10 juta namun ia mempunyai penghasilan Rp 20 juta, tentu lebih baik ketimbang orang lain yang utangnya Rp1 juta tetapi penghasilannya hanya Rp500 ribu."

"Jadi, jelas kiranya bahwa utang produktif adalah sesuatu yang positif, bukan nista atau dosa yang harus dijauhi dengan risiko apapun. Tentu jumlahnya harus disesuaikan dengan kebutuhan pendanaan riil dan kemampuan untuk membayarnya kembali," sambungnya.

4. Utang pemerintah dinilai masih dalam batas aman

Tangkis Hoaks Kampanye, Faisal Basri Paparkan Kondisi Ekonomi TerkiniIDN Times/Rini Oktaviani

Adapun jumlah utang pemerintah RI sebesar Rp 4.499 triliun. Sementara, PDB menurut harga berlaku pada 2018 sebesar Rp 14.837 triliun. Hal ini jelas bahwa utang pemerintah masih ada dalam batas aman karena rasio utang (debt to GDP ratio) tergolong sangat rendah, yakni hanya 30 persen dan masih separuh dari batas maksimum yang ditetapkan oleh Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

“Kita berpacu dengan waktu. Sekitar sepuluh tahun lagi, Indonesia memasuki fase aging population dan demographic dividend berakhir. Tidak ada pilihan kecuali gigi lebih tinggi agar terhindar dari “tua sebelum kaya”.

5. Pembangunan infrastruktur mendorong laju investasi

Tangkis Hoaks Kampanye, Faisal Basri Paparkan Kondisi Ekonomi TerkiniIDN Times/Rini Oktaviani

Pernyataan-pernyataan yang menyebut pembangunan infrastruktur tidak perlu, kata Faisal, mudah ditepis. Menurutnya, ketersediaan infrastruktur mutlak perlu. Kian baik infrastruktur yang dimiliki suatu perekonomian, akan kian berdaya saing dan kian menarik perekonomian itu sebagai lahan investasi. Semakin banyak investasi tersedia, akan semakin maju perekonomian tersebut.

"Ini adaah aksioma pembangunan ekonomi.. Perlu kita sadari, kodrat kita sebagai negara maritim. Tekad untuk memperkokoh fondasi sebagai negara maritim dipancangkan ketika Jokowi menyampaikan pidato kemenangan di atas kapal pinisi di pelabuhan Sunda Kelapa pada 22 Juli 2014," ujarnya.

Beberapa bulan kemudian, pemerintahan Jokowi-JK membatalkan proyek pembangunan jembatan Selat Sunda sebagai cerminan konsistensi mengedepankan roh maritim. “Yang mengintegrasikan pulau-pulau bukanlah jembatan, melainkan laut itu sendiri. Kita berharap, penguatan integrasi perekonomian nasional semakin mengedepankan transportasi laut sebagai ujung tombak transportasi barang,” terang Faisal.  

6. Jokowi dinilai berhasil menciptakan stabilitas makroekonomi

Tangkis Hoaks Kampanye, Faisal Basri Paparkan Kondisi Ekonomi TerkiniIDN Times/Rini Oktaviani

Salah satu keberhasilan Jokowi-JK yang harus diakui, kata dia, adalah terciptanya stabilitas makroekonomi. Pertumbuhan ekonomi berlangsung secara berkesinambungan pada kisaran 5 persen, sedangkan inflasi dan suku bunga terkendali.

Selama hampir lima tahun terakhir, rata-rata inflasi hanya 3,1 persen. Persentase ini tidak sampai separuh dari rata-rata lima tahun sebelumnya dan jauh lebih rendah dalam dua dekade terakhir. Faisal mengatakan hal ini membuktikan laju inflasi relatif rendah bertahan paling lama sepanjang sejarah.

Data soal perbaikan keamanan pangan juga menunjukkan, dalam empat tahun terakhir, peringkat Global Food Security Index (GFSI) Indonesia mengalami kenaikan sembilan peringkat, dari urutan ke-74 pada 2015 menjadi urutan ke-65 pada 2018. Sedangkan,  skornya meningkat dari 46,7 menjadi 54,8. Hal ini berarti, akses pangan masyarakat Indonesia dalam empat tahun terakhir semakin baik.

Baca Juga: Ini Kata Rhenald Kasali soal Perekonomian Indonesia Era Jokowi

7. Pemilih perlu memelihara free will dalam bingkai tatanan sosial

Tangkis Hoaks Kampanye, Faisal Basri Paparkan Kondisi Ekonomi TerkiniIDN Times/Rini Oktaviani

Di tengah berlangsungnya kampanye terbuka untuk pemilihan serentak 17 April mendatang, kata dia, setiap pihak berusaha menguasai opini masyarakat. Siapapun boleh memilih apa atau siapa yang diinginkannya. Namun, dia mengingatkan, keliru kalau kita percaya begitu saja dengan hal-hal yang disampaikan oleh masing-masing pihak tanpa memeriksa kebenarannya (fact check).

"Kita perlu memahami isu-isu yang terlontar dalam perang opini yang dangkal, sebelum mengambil sikap untuk mempercayainya atau menolaknya. Kalau kita yang mengaku berpendidikan saja mudah terombang-ambing, apalagi khalayak umum yang kebanyakan masih berpendidikan rendah. Terlepas dari pilihan dan preferensi pribadi, kita tetap harus selalu menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebenaran ilmiah,” ujar Faisal.

Baca Juga: Tenor Pelunasan Utang Kian Turun, Amankah Perekonomian Indonesia?

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya