Pada 1960-an, gelombang dekolonisasi memaksa Prancis, Inggris, dan kekuatan Eropa lainnya melepaskan jajahan mereka. IMF merespons dinamika itu dengan membentuk Departemen Afrika pada 1961, menyusul hanya tiga anggota awal dari Afrika: Mesir, Ethiopia, dan Afrika Selatan. Hingga akhir 1969, sebanyak 34 negara Afrika lainnya bergabung.
Memasuki 1970-an, pengeluaran AS untuk Perang Vietnam dan program sosial dalam negeri mendorong inflasi dan penilaian berlebihan terhadap dolar. Pada Agustus 1971, Presiden AS Richard Nixon menangguhkan konvertibilitas dolar ke emas, mengakhiri sistem nilai tukar tetap Bretton Woods.
Krisis energi muncul pasca-perang Arab-Israel, ketika OPEC mengumumkan embargo terhadap sejumlah negara Barat, memicu lonjakan harga minyak global. IMF merespons dengan menciptakan instrumen baru guna membantu negara-negara menghadapi darurat energi. Pada April 1978, IMF mengakui hak anggota untuk menentukan sendiri pengaturan nilai tukar mereka.
Pada 1980-an, bank-bank menyalurkan “petrodollar” dari keuntungan negara penghasil minyak kepada negara-negara berkembang, yang memicu krisis utang internasional. Pada Agustus 1982, Meksiko menolak pembayaran utang luar negeri, menandai awal krisis di Amerika Latin.
IMF kemudian mengambil peran sebagai pengelola krisis global. Pada Maret 1986, lembaga ini mendirikan fasilitas pinjaman khusus bagi negara berpenghasilan rendah dengan suku bunga di bawah pasar.
Memasuki 1990-an, runtuhnya komunisme membawa negara-negara bekas komunis masuk ke dalam ekonomi global. Tembok Berlin runtuh pada November 1989, sementara Uni Soviet bubar pada Desember 1991, diikuti bergabungnya 20 negara baru ke IMF, menjadi ekspansi keanggotaan terbesar sejak 1960-an.
IMF memberikan dukungan transisi melalui saran kebijakan, bantuan teknis, dan dukungan finansial. Krisis Meksiko pada Desember 1994 memicu keterlibatan IMF dalam program stabilisasi senilai 50 miliar dolar AS, yang juga diikuti dukungan untuk Rusia, Brasil, dan pasar berkembang lain.
Pada 1996, IMF bersama Bank Dunia meluncurkan Inisiatif untuk Negara-Negara Miskin Berutang Berat (HIPC) demi meringankan utang negara-negara berpenghasilan rendah, dengan total keringanan mencapai hampir 77 miliar dolar AS hingga 2017.