Tarif Dagang dengan AS Diramal Picu PDB Indonesia Drop 0,11 Persen

- Neraca dagang AS membaik dengan tarif 19 persen terhadap produk Indonesia.
- Kinerja investasi Indonesia diproyeksikan melambat sebesar 0,061 persen terhadap baseline.
- Daya beli rumah tangga di Indonesia turun sebesar 0,091 persen akibat kebijakan tarif 19 persen dari AS.
Jakarta, IDN Times – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksi kesepakatan negosiasi tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) akan berdampak pada penurunan produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 0,11 persen.
Kepala Departemen Makroekonomi Indef, Muhammad Rizal Taufikurrahman, mengatakan bahwa kontraksi ini merupakan penurunan terdalam dibandingkan negara-negara lain.
"Imbasnya, perekonomian Indonesia menjadi yang paling dirugikan dalam skema tarif yang timpang ini. Dampak kebijakan tarif AS sebesar 19 persen dan tarif Indonesia 0 persen terhadap pertumbuhan ekonomi menyebabkan kontraksi sebesar 0,113 persen," ujar Rizal dalam Diskusi Publik: Tarif Amerika Turun, Indonesia Bakal Untung?, Senin (21/7/2025).
1. Neraca dagang AS diproyeksi membaik

Sementara itu, AS justru memperoleh keuntungan. Ketika produk-produk Indonesia menjadi lebih mahal di pasar AS akibat tarif 19 persen, produk AS tetap bisa masuk ke pasar Indonesia tanpa hambatan tarif dan bebas bea masuk. Hal ini membuat perekonomian AS diuntungkan dari sisi perdagangan dan produksi domestik.
"Neraca perdagangan AS terhadap Indonesia akan membaik, sementara defisit Indonesia terhadap AS akan meningkat. Apalagi tidak ada hambatan non-tarif dari AS ke Indonesia, yang tentu menguntungkan pihak AS," ungkapnya.
2. Kinerja investasi akan melambat

Dari sisi investasi juga diproyeksikan mengalami penurunan sebesar 0,061 persen terhadap baseline. Penurunan ini mencerminkan melemahnya insentif investasi akibat terganggunya prospek ekspor serta meningkatnya ketidakpastian di pasar global.
“Hal ini menunjukkan bahwa prospek Indonesia terganggu dan ketidakpastian di pasar global makin meningkat,” kata Rizal.
Pada saat yang sama, negara-negara lain seperti India, Asia Selatan, dan Amerika Utara justru mengalami sedikit peningkatan dalam aktivitas investasi. Hal ini menunjukkan adanya efek pengalihan investasi dari Indonesia ke negara-negara pesaing yang lebih terlindungi dari kebijakan tarif.
“Perlu strategi nasional untuk menjaga daya tarik investasi melalui stabilisasi iklim usaha, diversifikasi pasar ekspor, serta perbaikan efisiensi logistik dan kebijakan insentif sektor tradable,” tutur Rizal.
3. Daya beli rumah tangga merosot 0,091 persen

Sementara itu, daya beli rumah tangga di Indonesia turun sebesar 0,091 persen, menjadi yang terdalam dibandingkan negara lain akibat kebijakan tarif 19 persen dari AS terhadap ekspor Indonesia. Penurunan ini mencerminkan melemahnya pendapatan dan naiknya harga konsumsi yang menekan konsumsi riil. Beberapa negara lain justru diuntungkan oleh efek pengalihan perdagangan.
“Artinya, kebijakan tarif saat ini secara langsung merugikan kesejahteraan rumah tangga Indonesia dan perlu direspons dengan kebijakan kompensasi yang tepat sasaran,” kata Rizal.