MoU PT Kilang Pertamina Internasional dan KDT Global Resource. (Dok/Istimewa).
Haryo menyebutkan beberapa perusahaan dan asosiasi yang terlibat dalam kerja sama ini, antara lain:
Pertamina, dari sektor energi,
FKS Group dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), untuk sektor pertanian, khususnya komoditas kapas (cotton),
PT Sorini Agro Asia Corporindo, untuk komoditas jagung (corn),
Asosiasi Produsen Tepung Indonesia, untuk komoditas gandum.
Ia menegaskan dalam proses negosiasi terdapat dua aspek yang harus dibedakan, yaitu kesepakatan antar pemerintah (government-to-government atau G-to-G), dan kerja sama antar pelaku usaha (business-to-business atau B-to-B).
"Terkait detailnya karena busines to business kami ada keterbatasan menyampaikan informasi terkait itu," tegasnya.
Sejumlah perusahaan asal Indonesia dan Amerika Serikat telah menandatangani tujuh nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) pada Rabu (9/7/2025). Langkah ini merupakan bagian dari pendekatan diplomatik Indonesia untuk merespons kebijakan tarif tinggi dari AS, melalui komitmen pembelian sejumlah produk asal Negeri Paman Sam.
“Pemerintah mendorong agar MoU antara pihak swasta Indonesia dan swasta Amerika dapat ditandatangani sebelum pengumuman tarif, yakni pada 7 Juli, meskipun awalnya batas waktunya 9 Juli. Namun karena sifatnya business-to-business, pemerintah hanya bisa mendorong, pelaksanaannya tetap bergantung pada masing-masing pihak," kata Haryo.
"Beberapa MoU sudah berhasil disepakati dan diharapkan hal ini dapat menjadi sweetener, pemanis dalam negosiasi, yang menunjukkan komitmen nyata dari sektor swasta. Apalagi nilai kerja sama tersebut sudah melampaui defisit perdagangan antara AS dan Indonesia,” tegas Haryo.
Meski begitu, Haryo kembali menekankan karena sifat kerja sama ini adalah antar pelaku usaha, peran pemerintah terbatas pada fasilitasi dan dorongan, sementara pelaksanaannya sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing perusahaan.