Terungkap, Transaksi Kejahatan Lingkungan Tembus Rp20 Triliun!

Jakarta, IDN Times - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan nilai transaksi kejahatan lingkungan yang berhasil diungkap mencapai Rp20 triliun, mulai dari aktivitas tambang ilegal hingga penjualan satwa liar ilegal.
Hasil analisis (HA) dan hasil pemeriksaan (HP) yang dilakukan oleh PPATK sejak 2022 hingga 31 Mei 2023 mencapai 52 berkas dengan total tak kurang dari Rp20 triliun.
"Kalau dari analisa transaksi keseluruhan yang kita lihat transaksinya itu tidak kurang dari Rp20 triliun lah kira-kira ya," kata Plt. Deputi Pengawasan Kepatuhan PPATK Syahril Ramadhan dalam media briefing di Bogor, Selasa (27/6/2023).
1. Paling banyak berasal dari perdagangan satwa liar

Berikut rincian HA dan HP pada kejahatan lingkungan:
- Perdagangan llegal TSL/Ilegal Wildlife Trade: 16
- Bidang Pertambangan: 11
- Bidang Kehutanan: 9
- Bidang Lingkungan Hidup: 7
- Bidang Perpajakan: 6
- Bidang Kelautan dan Perikanan: 4
2. Modus penambangan ilegal memanfaatkan warga lokal

Syahril menjelaskan, aktivitas penambangan ilegal memanfaatkan masa yang dalam hal ini adalah warga lokal. Mereka memanfaatkan celah dari pemerintah yang membiarkan warga lokal melakukan aktivitas penambangan demi kepentingan ekonomi, dalam hal ini agar warga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
"Nah, dengan praktek-praktek seperti itu ternyata dari analisa yang kita lakukan ternyata ada yang nimbrung di baliknya itu," ujarnya.
"Yang nimbrung di baliknya itu sebenarnya bukan petani sesungguhnya, tapi ada orang di balik petani itu yang menggerakkan tapi depannya itu adalah petani-petani. Itu istilahnya kalau kita penambang emas ilegal itu. Jadi, kalau lihat di beberapa daerah yang tambangnya banyak seperti itu," tambah dia.
3. Transaksi Rp20 triliun belum tentu semuanya terkait tindak pidana

Dia menambahkan, nilai transaksi yang mencapai Rp20 triliun itu belum tentu semuanya merupakan kegiatan yang berkaitan dengan tindak pidana.
"Angka Rp20 triliun itu nanti kalau di kita itu belum tentu seluruhnya terkait dengan tindak pidana, tetapi bagaimana kita memastikan sebuah transaksi dia terindikasi tindak pidana mau tidak mau kita harus buka transaksinya," tambah Syahril.