Jakarta, IDN Times - Ketegangan geopolitik yang memanas di Timur Tengah, khususnya antara Israel dan Iran, kembali menimbulkan kekhawatiran global. Eskalasi konflik yang meningkat pada Juni berpotensi mendorong lonjakan harga minyak dunia. Bagi Indonesia, negara yang masih bergantung pada impor energi, gejolak tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi stabilitas fiskal.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan, pemerintah dihadapkan pada dilema dalam penetapan harga BBM di dalam negeri. Kalau harga BBM subsidi tidak dinaikkan, beban APBN akan membengkak. Namun, kenaikan harga minyak dunia akan semakin menguras devisa untuk membiayai impor BBM dan makin melemahkan kurs rupiah.
"Kalau harga BBM subsidi dinaikkan, sudah pasti akan memicu inflasi yang menyebabkan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, sehingga menurunkan daya beli rakyat dan pertumbuhan ekonomi," tegasnya, Senin (9/6/2025).
Untuk tahun 2025, pemerintah telah mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp203,4 triliun. Dari jumlah itu, subsidi BBM hanya sekitar Rp26,7 triliun, sementara subsidi LPG tabung 3 kg mencapai Rp87 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp89,7 triliun. Dengan kondisi lonjakan harga minyak global bisa dengan cepat menggerus pos-pos anggaran yang ada, bahkan mengancam program pembangunan.