Bisnis ESDM Rp3.000 Triliun/Tahun, Pemerintah Awasi Potensi Korupsi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa bisnis di sektor ESDM mencapai Rp3.000 triliun per tahun sehingga potensi terjadinya korupsi sangat besar.
Hanya saja, geliat bisnis di sektor ESDM tersebut bergantung pada fluktuasi harga-harga komoditas energi hingga mineral, contohnya batu bara.
"Bisnis ESDM yang sering Pak Menteri sampaikan, Rp3.000 triliun per tahun. Itu kalau harga batu baranya di angka 200an (dolar AS per ton) ya. Tapi sekarang kan angka batu baranya sudah terkoreksi, tapi tetap besar," kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam Seminar Pencegahan korupsi di sektor ESDM, Senin (18/12/2023).
1. Besarnya bisnis sektor ESDM sejalan dengan besarnya potensi dikorupsi
Dadan menerangkan, bisnis di sektor ESDM berkontribusi besar terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor tersebut. PNBP mencakup pendapatan yang diterima oleh pemerintah yang berasal dari royalti, bonus penawaran, atau pendapatan dari izin eksploitasi sumber daya alam.
Pemerintah, kata dia, memeroleh PNBP sektor ESDM sebesar Rp351 triliun pada 2022. Sedangkan tahun ini, dengan target yang telah ditetapkan, realisasinya sudah menyentuh Rp275 triliun.
"Kan target kita di atas Rp300 triliun, Rp308 triliun. Jadi match itu angkanya kira-kira 10 persen dari bisnisnya (sektor ESDM Rp3.000 triliun) menjadi penerimaan negara. Sedemikian besar kita kontribusinya (ke negara) dan sedemikian besar sebetulnya potensi ini dikorupsi," tuturnya.
Baca Juga: Kata ESDM soal 10 Eks Pegawai Didakwa Rugikan Negara Rp27,6 M
2. Potensi korupsi juga bisa terjadi dalam penyusunan aturan
Editor’s picks
Dadan mengatakan, Kementerian ESDM banyak berurusan dalam menyusun peraturan. Sekilas memang tidak terkesan adanya potensi atau celah korupsi di dalamnya.
"Kan sepintas itu tidak ada (potensi korupsi), sepintas. Orang kita menyusun (regulasi), gak ada tuh, gak ada yang ngasih duit, gak ada apa. Tapi di situ sebetulnya aspek pertama, risiko pertama, area pertama yang berisiko kita untuk tindak pidana korupsi," jelasnya.
Menurutnya, hal itu mungkin tidak disadari karena potensi itu ada saat dilakukan diskusi, pembahasan ataupun rapat dengan pemangku kepentingan lain di sektor ESDM.
"Jadi, analisa risiko-nya ini harus dilakukan sejak -kan ini ilmu korupsi umum- dilakukan pada saat kita mulai mengkaji, menyusun kebijakan tersebut," ujar Dadan.
Baca Juga: Kasus Korupsi di Kementerian ESDM, Idris Froyoto Sihite Diperiksa KPK
3. Jangan sampai regulasi yang dibuat justru merugikan negara dan menguntungkan pihak tertentu
Dadan menekankan bahwa Kementerian ESDM menghasilkan banyak peraturan. Jadi, jangan sampai aturan yang dibuat justru merugikan negara.
"Ini yang harus tetap kita jaga. Jadi identifikasi risiko-risiko tersebut. Apalagi sekarang kita punya program transisi energi," ujarnya.
Dia menjelaskan, melalui transisi energi, pemerintah ingin meningkatkan ketahanan energi, memanfaatkan sumber energi yang ramah lingkungan dengan emisi serendah mungkin, dan mengedepankan berkelanjutan.
Dadan berpesan agar tujuan baik dalam mendorong transisi energi tidak dijadikan celah untuk melakukan tindak pidana korupsi.
"Bahwa ini tidak ada unsur-unsur yang pada ujungnya nanti adalah merugikan negara, memperkaya diri sendiri dan memperkaya orang lain," tambahnya.