Sejarah Boikot yang Jadi 'Senjata' Melawan Israel

Muncul pada tahun 1880

Jakarta, IDN Times - Seruan boikot produk yang terafiliasi dengan Israel menggema di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia.

Aksi tersebut buntut dari kemarahan masyarakat atas kekerasan yang dilakukan militer Israel kepada warga Palestina. Alhasil produk dari perusahaan atau entitas yang memiliki keterkaitan dengan Israel mendapatkan seruan penolakan.

Boikot produk sendiri adalah ketika seseorang atau kelompok orang menolak untuk membeli atau menggunakan suatu produk sebagai bentuk protes atau dukungan terhadap isu tertentu terkait dengan produk tersebut.

Lantas, bagaimana sejarah lahirnya boikot?

1. Istilah boikot muncul pada 1880

Sejarah Boikot yang Jadi 'Senjata' Melawan Israelilustrasi Palestina vs Israel (IDN Times/Aditya Pratama)

Dilansir Encyclopadia Britannica, boikot dipopulerkan oleh Charles Stewart Parnell pada masa agitasi tanah di Irlandia pada 1880. Aksi tersebut dilakukan untuk memprotes tingginya harga sewa dan penggusuran tanah.

Istilah boikot diciptakan setelah para penyewa tanah di Irlandia mengikuti kode etik yang disarankan oleh Parnell, dan secara efektif mengucilkan seorang manajer perkebunan di Inggris, Charles Cunningham Boycott.

Baca Juga: Warga Palestina Tuduh Australia Ekspor Senjata ke Israel

2. Paling sering digunakan oleh kaum buruh

Sejarah Boikot yang Jadi 'Senjata' Melawan IsraelMassa umat muslim di Balikpapan Kaltim menyerukan boikot produk Israel. (IDN Times/Hilmansyah)

Boikot paling sering digunakan oleh organisasi buruh sebagai taktik untuk memenangkan perbaikan upah dan kondisi kerja dari manajemen.

Hukum Amerika Serikat (AS) membedakan antara boikot tenaga kerja primer dan sekunder. Boikot primer adalah penolakan karyawan untuk membeli barang atau jasa dari pemberi kerja. Adapun boikot sekunder adalah upaya mendorong pihak ketiga untuk menolak memberikan dukungan kepada pemberi kerja.

Di sebagian besar negara bagian AS, boikot primer adalah legal jika tidak melibatkan kekerasan fisik, paksaan, atau intimidasi, tetapi hukum federal melarang boikot sekunder.

Boikot juga digunakan selama gerakan hak-hak sipil AS pada 1950-an dan 1960-an sebagai alat sosial dan politik.

Toko-toko dan bisnis yang melakukan diskriminasi terhadap orang kulit hitam diboikot dengan harapan bahwa penurunan pendapatan akan mempengaruhi perusahaan untuk mengubah kebijakannya.

Taktik tersebut juga digunakan untuk mengekspresikan ketidaksenangan terhadap kebijakan perusahaan, seperti pemboikotan yang dilakukan oleh konsumen Amerika terhadap produk Nike, Inc. pada akhir abad ke-20 atas dugaan penggunaan pabrik-pabrik dan pekerja anak di luar negeri oleh Nike.

3. Media sosial jadi wadah seruan boikot di era digital

Sejarah Boikot yang Jadi 'Senjata' Melawan IsraelMassa Aksi Bela Palestina menginjak replika bendera Israel di halaman Masjid Al Jihad, Kota Medan, Jumat (21/5/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Di era digital, pemboikotan perusahaan sering dilakukan melalui media sosial. Masyarakat menggunakan dunia maya untuk mempublikasikan daftar perusahaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai mereka.

Teranyar, media sosial diramaikan oleh aksi boikot terhadap produk-produk yang punya hubungan atau bahkan terang-terangan memberi dukungan terhadap kekejaman Israel.

Tak sedikit akun media sosial yang menginformasikan produk-produk apa saja yang patut untuk diboikot, dengan harapan Israel menghentikan serangan kepada warga Palestina.

Baca Juga: Kehabisan BBM, RS Indonesia di Gaza Beroperasi dalam Kondisi Gelap

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya