Tarif Listrik Rumah Mewah Naik, Pemerintah: Gak Pantas Dapat Bantuan

Pemberian kompensasi tak tepat sasaran

Jakarta, IDN Times - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menaikkan tarif listrik untuk golongan pelanggan rumah tangga dengan daya 3.500 VA ke atas, dalam hal ini golongan R2 dan R3.

Pelanggan R2 dan R3 merupakan kalangan menengah ke atas yang rumahnya dikategorikan mewah. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan tarif listrik (tariff adjustment) kepada golongan tersebut pada kuartal III-2022 atau periode Juli-September 2022.

Penyesuaian tarif listrik juga diberlakukan kepada golongan pelanggan pemerintah, yakni P1, P2, dan P3.

Baca Juga: Tenang, Tarif Listrik Pelanggan Golongan Ini Tidak Naik

1. Kenaikan tarif listrik rumah mewah hampir tak berdampak ke inflasi

Tarif Listrik Rumah Mewah Naik, Pemerintah: Gak Pantas Dapat BantuanIlustrasi Inflasi. IDN Times/Arief Rahmat

Menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, rumah-rumah pelanggan dengan daya 3.500 VA ke atas memiliki AC, dan berdasarkan sampling kebanyakan punya garasi yang ada mobilnya. Untuk itu, dia menilai sudah tidak layak lagi mereka mendapatkan bantuan fasilitas dari pemerintah

"Ya nggak pantaslah kalau misalkan rumah semewah itu masih juga mendapatkan fasilitas bantuan dari negara dan untuk itulah kita kemudian mengoreksinya," kata Rida, Senin (13/6/2022).

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, dampak kenaikan tarif listrik terhadap inflasi pun hanya 0,019 persen.

"Jadi ya hampir tidak terasa dan itu sedikit banyak penyesuaian tarif ini masih berkontribusi dalam hal menjaga daya beli masyarakat secara keseluruhan. Apalagi karena apa? karena yang kita sesuaikan adalah rumah tangga yang kita pandang menengah ke atas," sebutnya.

Baca Juga: Tarif Listrik Pelanggan 3.500 VA Naik Mulai Juli, Ini Rinciannya 

2. Harga produksi listrik telah mengalami kenaikan

Tarif Listrik Rumah Mewah Naik, Pemerintah: Gak Pantas Dapat BantuanIlustrasi kenaikan harga minyak (IDN Times/Arief Rahmat)

Rida mengatakan ada empat indikator yang menjadi pertimbangan dalam memutuskan penyesuaian tarif, yakni kurs, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, dan harga patokan batubara (HPB).

"Di antara empat asumsi ekonomi makro ini, yang paling banyak berpengaruh adalah ICP, di mana harga ICP memang sedikit banyak dipengaruhi kondisi global, termasuk kondisi krisis di Ukraina," tuturnya.

Realisasi indikator ICP rata-rata 3 bulan atau sepanjang Februari-April 2022 sebesar US$104 per barel disebut sudah jauh di atas asumsi semula dalam APBN 2022 yang sebesar US$63 per barel.  

Selain itu, realisasi rata-rata kurs sebesar Rp14.356 per dolar AS juga lebih tinggi dari asumsi semula yang sebesar Rp14.350 dolar AS. Kemudian, realisasi inflasi sebesar 0,53 persen dari asumsi semula sebesar 0,25 persen. 

Sementara pada harga patokan batubara tercatat mencapai Rp837 per kilogram atau sama dengan asumsi semula karena telah diterapkan capping harga, realisasi rata-rata harga batu bara acuan (HBA) di bawah US$70 per ton. 

"Sehingga kemudian kami perlu penyesuaian dalam rangka burden sharing dan mengoreksi bantuan pemerintah untuk lebih tepat sasaran dan berkeadilan. Maka diputuskan untuk disesuaikan tarifnya pada pelanggan rumah tangga golongan R2 dan R3, serta golongan pemerintah," papar Rida. 

Baca Juga: PLN Kucurkan Stimulus Listrik Sebesar Rp24,23 Triliun  

3. Kompensasi yang tidak tepat sasaran mencapai Rp4 triliun

Tarif Listrik Rumah Mewah Naik, Pemerintah: Gak Pantas Dapat BantuanPetugas PLN (Dok.IDNTimes/PLN)

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan, kompensasi yang diberikan kepada rumah-rumah mewah tidak tepat sasaran, nilainya berdasarkan perhitungan mencapai Rp4 triliun.

"Ada porsi kompensasi yang ternyata kurang tepat sasaran, yaitu diterima oleh rumah dari ekonomi yang tingkatnya mapan, ekonomi tingkat atas, yaitu rumah tangga dari ekonomi mampu dengan daya terpasang 3.500 VA sampai 5.500 VA yaitu R2, dan R3 yaitu dengan daya terpasang 6.600 VA ke atas. Dalam hal ini total kompensasi, kami menghitung total kompensasi yang selama ini tidak tepat sasaran tersebut mencapai Rp4 triliun," tambahnya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya