Dunia Masih Tidak Baik-Baik Saja, Negara Mana Saja yang Mulai Pulih?

Tidak semua negara bisa pulih ke kondisi sebelum COVID-19

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, ekonomi dunia sedang dalam kondisi tidak baik. Kondisi ini digambarkan dari berbagai indikator mulai dari rendahnya pertumbuhan ekonomi dan tingginya inflasi di berbagai negara maju.

Meski begitu, seiring berjalannya waktu, kondisi ekonomi global tahun ini tidak segelap yang diramalkan pada akhir tahun lalu. Teranyar, Dana Moneter Internasional (IMF) menaikkan sedikit proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini menjadi 3 persen dari semula 2,8 persen.

"Kondisi dunia juga sedang tidak baik dengan dunia melemah dengan inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi juga menurun," ucapnya dalam acara Acara Temu Bisnis Tahap Keenam - Indonesia Catalogue Expo and Forum (ICEF) dengan tema "Merdeka Belanja Produk Dalam Negeri, Wujudkan Kemandirian Bangsa" di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (3/8/2023).

Baca Juga: Joe Biden Gembar-gemborkan Perekonomian Amerika Serikat

1. Ekonomi China dan AS membaik

Dunia Masih Tidak Baik-Baik Saja, Negara Mana Saja yang Mulai Pulih?ilustrasi ekonomi (IDN Times)

Menkeu menjelaskan laju pertumbuhan ekonomi Semester I 2023 di berbagai negara beragam. Ekonomi China dan AS, misalnya, mulai membaik. Dua negara ekonomi terkuat dunia itu, berangsur pulih karena ditopang oleh penguatan konsumsi. 

Sebagai informasi, pertumbuhan ekonom China hingga kuartal mencapai 6,3 persen (yoy), sedangkan ekonomi AS mencapai 2,4 persen (yoy). Laju ekonomi di kedua negara tercatat lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

Di sisi lain, perekonomian negara-negara Eropa belum bisa bergeliat. Eropa masih terkendala inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga.

Baca Juga: BI Proyeksi Ekonomi Global Capai 2,7 Persen di 2023

2. Ketidakpastian global berawal dari COVID-19

Dunia Masih Tidak Baik-Baik Saja, Negara Mana Saja yang Mulai Pulih?Ilustrasi Resesi. IDN Times/Arief Rahmat

Lebih lanjut, Menkeu menjelaskan masih tingginya ketidakpastian global tidak terlepas dari situasi pandemi COVID-19 yang melanda semua negara dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Meski COVID-19 sudah berakhir, namun masih menimbulkan efek 'luka memar' yang cukup berat di setiap negara.

"Kita semua memahami semua negara alami pandemik COVID-19 selama 3 tahun dan itu sangat pengaruhi ekonomi dan proses pemulihannya tidak mudah, COVID-19 telah menurunkan ekonomi di semua negara," jelasnya.

Selain itu, konflik geopolitik yang disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina juga telah menyebabkan tekanan inflasi global yang terus meningkat. Faktor utama adalah kenaikan harga komoditas energi dan pangan serta gangguan pasokan yang terjadi akibat konflik tersebut.

Beberapa negara maju merespons hal tersebut dengan kenaikan suku bunga acuan. Seperti AS, yang membuat dampak gejolak di pasar keuangan.

"Jadi tidak semua negara sesudah 3 tahun pandemik COVID-19 bisa pulih seperti sebelum COVID-19," jelasnya.

3. Kondisi ekonomi Indonesia hingga Semester I tetap baik

Dunia Masih Tidak Baik-Baik Saja, Negara Mana Saja yang Mulai Pulih?Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara itu, Menkeu menegaskan kondisi ekonomi Indonesia hingga Semester I 2023, tumbuh cukup baik. Hal itu didukung berbagai indikator mulai dari sisi industri, investasi, ekspor, dan konsumsi masyarakat.

Sementara itu Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juli 2023, berada di level 53,3 menurut data S&P Global. Ini menjadi indeks yang tertinggi dalam 10 bulan terakhir yakni sejak September 2022.

Bahkan PMI Manufaktur Indonesia melampaui PMI Manufaktur Malaysia (47,8), Vietnam (48,7), Filipina (51,9), Taiwan (44,1), China (49,2), Jepang (49,6), Korea Selatan (49,4), Amerika Serikat (49,0), dan Jerman (38,8).

Baca Juga: Ekonomi Global Lesu, Ekonomi RI Justru Ngegas di Kuartal II

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya