Kemiskinan di 16 Provinsi Masih Tinggi, Ini Daftarnya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan, hingga saat ini masih ada 16 dari 34 provinsi yang tingkat kemiskinannya masih relatif tinggi dari sasaran pembangunan pada 2024 mendatang.
“Pembangunan provinsi di 2024 ada sekitar 16 dari 34 provinsi yang kami hitung, karena Papua dan Papua Barat masih jadi satu yang tingkat kemiskinan masih relatif tinggi dibanding sasaran pembangunan 2024 mendatang,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa saat melakukan rapat kerja bersama komisi XI DPR RI, Senin (5/6/2023).
Baca Juga: Kepala Daerah PDIP Akan Jabarkan Cara Atasi Kemiskinan di Depan Megawati
1. Daftar Provinsi dengan kemiskinan tinggi
Rincian 16 Provinsi dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi:
- Aceh di kisaran 12 -12,50 persen
- Sumatera Selatan sebesar 9,50-10,30 persen
- Lampung sebesar 9,50-10 persen
- Bengkulu sebesar 13,50-14 persen
- Jawa Tengah sebesar 9,50-10 persen
- Jawa Timur sebesar 8,50-8,90 persen
- Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebesar 10,85-11,20 persen
- Gorontalo di kisaran 13,70-14 persen
- Sulawesi Barat sebesar 8,50-8,70 persen
- Sulawesi Tengah sebesar 10-10,30 persen
- Sulawesi Utara sebesar 9,50-9,80 persen
- Sulawesi Tenggara sebesar 10-10,30 persen
- Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 12,50-12,85 persen
- Nusa Tenggara Timur sebesar 16,50-16,90 persen
- Maluku sebesar 14,00-14,60
- Papua Barat sebesar 18,90-19,20 persen
"Di Kalimantan alhamdulillah semuanya sudah di bawah rata-rata nasional. di Jawa masih cukup tinggi, Jateng, Jatim dan DIY. Di Sulawesi ada Gorontalo, dan Maluku Papua, NTB dan lainnya yang masih di bawah rata-rata,” imbuhnya.
Baca Juga: Bank Dunia: Bansos dan Jaminan Sosial Lebih Efektif Kurangi Kemiskinan
2. Tiga upaya untuk atasi kemiskinan
Suharso menyampaikan, pemerintah melakukan tiga hal untuk memangkas kemiskinan ekstrem. Pertama program bantuan sosial untuk meningkatkan daya beli dan mengurangi beban masyarakat miskin.
Editor’s picks
Kedua, pemberdayaan sosial dan ekonomi yang memberikan jaminan peningkatan (kualitas hidup) dengan memperluas kesempatan kerja dan terakhir mengurangi kantong kantong kemiskinan melalui perluasan pelayanan dasar.
"Satu pekerjaan rumah yang sekarang sedang dihadapi oleh kita adalah mengenai metode penghitungan kemiskinan ekstrem dan sekarang pemerintah masih menggunakan acuan purchasing power parity (PPP) sebesar 1,9 dolar AS per hari. Karena jika menggunakan angka SDGs sudah mencapai 2,15 dolar AS, jika ini kita gunakan maka kemiskinan ekstrem naik ke 6,7 juta, sehingga mulai tahun ini kita harus menurunkan sebesar 3,35 juta," tegasnya.
Baca Juga: Muhadjir Sebut Kemiskinan Ekstrem di Kawasan ASEAN Menurun
3. Program pengentasan kemiskinan harus fokus dan tepat sasaran
Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, mengapresiasi pencapaian pengentasan kemiskinan ekstrem di Indonesia dalam 20 tahun terakhir. Tetapi perlu dicatat bahwa perhitungan yang dilakukan oleh Bank Dunia masih menggunakan asumsi Purchasing Power Parity (PPP) sebesar 1,9 dolar AS per kapita per hari.
"Sedangkan saat ini World Bank sudah menggunakan asumsi PPP sebesar 2,15 dolar AS per kapita per hari, jika menggunakan asumsi terbaru tentu angka kemiskinan ekstrem kita bertambah" tutur Anis.
Dengan demikian, ia berharap pemerintah lebih responsif dan menyiapkan program pengentasan kemiskinan ekstrem dengan fokus dan tepat sasaran. Sehingga fokusnya tetap mencakup rumah tangga yang secara ekonomi tidak aman dan rentan jatuh kembali ke dalam kemiskinan.
Bank Dunia sendiri telah menaikkan ketentuan batas untuk kelas penghasilan menengah ke bawah (lower middle-income class) dari 3,20 dolar AS menjadi 3,65 dolar AS per orang per hari.
"Sekiranya batas kelas penghasilan menengah bawah dinaikkan seperti saran Bank Dunia dari 3,2 dolar AS menjadi 3,65 dolar AS per kapita per hari, maka akan terlihat penduduk sangat rentan secara ekonomi, apabila terjadi guncangan seperti pandemi atau kondisi ekonomi lainnya, mereka dengan cepat jatuh dibawah garis kemiskinan" ujarnya.
Adapun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 telah ditetapkan target penurunan tingkat kemiskinan antara 7 persen hingga 6,5 persen, atau 18,34 juta sampai 19,75 juta penduduk pada akhir tahun 2024.
"Per September 2022, BPS mencatat jumlah penduduk miskin mencapai sebesar 26,36 juta atau 9,57 persen artinya masih jauh dari target 7 persen. Bahkan angka kemiskinan di 14 provinsi masih berada di atas rata-rata nasional. Saya mengingatkan, di lapangan program-program pengentasan kemiskinan banyak yang tidak tepat sasaran, bahkan data yg digunakan banyak yang kurang tepat sasaran. Sementara disisi lain kita ketahui bahwa target Pemerintah sangat ambisius," tutupnya.