Konsep Power Wheeling Dikhawatirkan Kerek Tarif Listrik Konsumen
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Peneliti energi Universitas Gajah Mada (UGM), Deendarlianto, mengingatkan, implementasi pasal power wheeling yang masuk dalam pembahasan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan/EBET hanya akan menaikkan tarif listrik pada tingkat konsumen.
“Implementasi power wheeling bisa berdampak buruk bagi perekonomian di Tanah Air. Kebijakan power wheeling sama sekali tidak prorakyat karena risiko hilir dari power wheeling adalah kenaikan tarif listrik,” ucapnya dikutip, Rabu (3/4/2024).
Melansir laman Institute for Essential Services Reform (IESR), power wheeling merupakan mekanisme yang memperbolehkan perusahaan swasta atau Independent Power Producers (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual setrum kepada pelanggan rumah tangga dan industri.
1. RUU EBT bakal dibahas DPR akhir April
Deen menjelaskan, sudah banyak studi akademik soal risiko kenaikan tarif atas implementasi power wheeling. Menurutnya, power wheeling hanya merupakan bentuk liberalisasi transmisi listrik dan tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) yang seharusnya listrik dikuasai penuh oleh negara.
Masalah power wheeling dalam RUU EBT bakal kembali dibahas oleh pemerintah dan DPR pada akhir April 2024.
“Jangan sampai RUU EBT nantinya tidak memfasilitasi kepentingan negara, tapi malah justru memfasilitasi kepentingan asing. Sebab power wheeling bertolak belakang sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3," jelasnya.
Adapun Pasal 33 Ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara.
Baca Juga: PLN Indonesia Power Bangun Ekosistem Biomassa di PLTU Cilacap
Editor’s picks
2. Perlu jaminan ketersediaan energi yang andal dan berkualitas
Deen mengatakan, dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan, adanya jaminan ketersediaan energi listrik yang andal, cukup, berkualitas, dan ekonomis menjadi prasyarat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan sosial, penciptaan lapangan kerja produktif, memperkuat industri, dan menciptakan sektor bisnis yang sehat.
“Dan sampai saat ini, negara melalui badan usahanya telah membuktikan pemenuhan pasokan listrik tersebut. Lalu, kenapa pemerintah harus membuka peluang kepada swasta untuk menjadi penyedia listrik? Pertanyaan itu seharusnya cukup untuk meniadakan klausul power wheeling dalam agenda RUU EBET," imbuhnya.
Baca Juga: Tuai Pro-Kontra, Ini Usul Pemerintah soal Power Wheeling di RUU EBET
3. Pengaturan tentang power wheeling tambah persoalan ketenagalistrikan nasional
Menurut Deen, dengan memaksakan pengaturan tentang power wheling, maka hanya akan menambah persoalan pada ketenagalistrikan nasional.
“Kecuali jika negara tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik nasional, maka power wheeling bisa jadi bahan pertimbangan," ucapnya.
Baca Juga: Mudik Lebaran 2024, PLN Siagakan 1.124 SPKLU Tersebar di Indonesia