RUU EBT Dibahas di DPR, Power Wheeling Dinilai Belum Mendesak

Power Wheeling bakal naikkan tarif listrik

Jakarta, IDN Times - Pakar energi dari Universitas Gajah Mada Tumiran menilai belum ada urgensi terkait pasal power wheeling dalam RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Apalagi, mengingat besarnya risiko bagi negara akibat skema tersebut.

“Power wheeling belum mendesak untuk dibahas. Dan Indonesia memang belum butuh skema power wheeling karena permintaan atau demand listrik masih tergolong rendah. Sementara kebutuhan listrik yang disediakan negara masih melimpah,” kata Tumiran, Rabu (3/4/2024).

Baca Juga: Konsep Power Wheeling Dikhawatirkan Kerek Tarif Listrik Konsumen

1. Pemerintah dan DPR perlu dorong investasi

RUU EBT Dibahas di DPR, Power Wheeling Dinilai Belum Mendesakilustrasi 100 dolar (pexels.com/John Guccione www.advergroup.com)

Sebelum menerapkan power wheeling ada baiknya, kata Tumiran, pemerintah dan DPR membahas regulasi yang memudahkan untuk investasi. “Dengan meningkatnya investasi, demand listrik meningkat," jelasnya.

Saat ini, kebutuhan pasokan listrik masih mampu dipenuhi oleh negara.

“Nah, untuk apa mewadahi swasta atau pihak-pihak lain untuk menggunakan transmisi listrik milik negara. Secara gamblang, Indonesia belum perlu skema power wheeling,” katanya.

2. Jangan sampai power wheeling ganggu keandalan listrik negara

RUU EBT Dibahas di DPR, Power Wheeling Dinilai Belum Mendesakilustrasi listrik arus searah pada lampu (Pixabay/Bruno)

Mantan anggota Dewan Energi Nasional periode 2009-2019 tersebut mengatakan bila dari kaca mata investasi, power wheeling bukan hanya soal penggunaan transmisi bersama.

"Ini juga terkait dengan daya, frekuensi, serta tegangan yang dihasilkan. Jangan sampai penerapan power wheeling justru menggangu keandalan listrik negara yang saat ini sudah baik," ucapnya. 

Menurutnya, power wheeling juga merupakan merupakan model transaksi listrik yang biasa dikenal dalam struktur liberalisasi pasar ketenagalistrikan dengan menciptakan skema Multi Buyer Multi Seller (MBMS).

“Banyak pembeli banyak penjual. Ini liberal sekali," jelasnya. 

Baca Juga: Tuai Pro-Kontra, Ini Usul Pemerintah soal Power Wheeling di RUU EBET

3. Liberalisasi sistem ketenagalistrikan berdampak naiknya tarif listrk

RUU EBT Dibahas di DPR, Power Wheeling Dinilai Belum Mendesakinstalasi listrik (freepik.com/pvproductions)

Dengan adanya liberalisasi pada sistem ketenagalistrikan, kata Tumiran, risiko lainnya adalah kenaikan tarif listrik.

“Negara akan sulit menentukan tarif listrik, karena produsen listrik bukan hanya dari negara. Kan power wheeling mengakomodasi produsen listrik swasta yang akan menggunakan transmisi listrik milik negara,” jelas Tumiran.

Tumiran beranggapan, pemerintah dan DPR lebih baik berkonsentrasi pada regulasi lain yang mampu membuat investasi makin menggeliat.

“Bukan malah fokus pada power wheeling yang membuka kesempatan asing dan swasta masuk dalam sistem ketenagalistrikan yang secara UUD harus dikuasai oleh negara. Risiko kerugian negara pun lebih besar,” katanya.

Baca Juga: DPR Diminta Sahkan RUU EBT Tanpa Skema Power Wheeling 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya