Mengejar Rezeki saat Ramadan dari Usaha Menjahit

- Imas Trisnawati, penjahit di Bekasi, merasakan lonjakan pesanan pakaian saat bulan Ramadan.
- Pendapatan Imas meningkat hingga 150% per hari selama bulan Ramadan.
Jakarta, IDN Times - Bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah. Istilah itu nyata dirasakan oleh Imas Trisnawati, seorang penjahit yang tinggal di Kota Bekasi, Jawa Barat.
Dirinya merasakan kebanjiran pesanan setiap bulan Ramadan. Bahkan, Imas mengaku, pesanan pakaian meningkat sejak dua bulan sebelum Ramadan.
Biasanya, pesanan terbanyak datang dari kalangan ibu-ibu yang ingin memiliki baju seragam sekeluarga untuk Hari Raya Idul Fitri.
“Yang paling banyak itu ibu-ibu, bikin gamis, bikin pakaian sengaja buat keluarganya, buat suaminya, buat anaknya, biasanya yang repot ibu-ibu,” kata Imas saat ditemui IDN Times, Kamis (27/3/2025).
Dari pesanan-pesanan itu, Imas merasakan pendapatannya meningkat hingga 150 persen per hari, khusus saat bulan Ramadan.
“Kalau Lebaran begini, puasa begini, itu bisa Rp500 ribu-an satu hari. Kalau hari-hari biasa mah gak, paling Rp200 ribu sehari,” tutur Imas.
Banjirnya pesanan tak datang secara instan. Imas berhasil menggaet loyalitas pelanggan dengan kemahirannya menjahit berbagai macam model pakaian dan juga kecepatannya menyelesaikan pesanan.
Simak perjalanan Imas mendirikan usaha menjahit dalam wawancara bersama IDN Times berikut ini!
Bagaimana awal-mulanya Ibu Imas mendirikan usaha jahit?
Ini bukanya dari tahun 2012. Jadi buka dulu, baru belajar jahit. Baru ambil kursus 2013. Saya ambil semuanya, dari dasar, terampil, sampai mahir, sampai bordir saya ambil semua. Prosesnya tergantung bakat, saya alhamdulillah satu tahun selesai.
Jadi saya sebelum kursus sudah buka di rumah. Tapi semakin banyak pelanggan, semakin sulit modelnya. Barulah dari situ jadi kursus. Sejak awal tuh saya sendiri, awalnya di dalam rumah, di ruang tamu, sekarang di sini (ada ruangan tersendiri).
Mengapa memilih membuka usaha jahit?

Saya awalnya kerja, terus resign, bingung mau ngapain. Jadi ya sudah buka usaha ini. Dulu kan saya kerja di garmen. Jadi sudah kenal. Jadi kursus itu buat pola saja. Karena mesin kan sudah hafal dari waktu saya kerja di PT, itu saya 11 tahun kerja di situ.
Saya pernah juga kerja di PT SKB 6 tahun. Sebelum di SKB juga sudah pindah ke mana-mana. Di SKB 6 tahun, terus resign itu 2012, nah bingung gitu, ya sudah coba bikin baju sendiri. Ternyata orang banyak yang minat, jadi nambah-nambah.
Bagaimana perkembangan usaha jahit Ibu Imas setelah lebih dari 12 tahun berdiri?
Awalnya saya jahit dapat kadang Rp100 ribu, kadang Rp70 ribu per hari. Lama-lama jadi naik, jadi Rp200 ribu, jadi Rp300 ribu.
Nah kalau puasa begini tuh bisa mencapai Rp500 ribu-an satu hari, satu bulan puasa begini deh, biasanya begitu. Kalau hari biasa mah paling Rp200 ribu sehari.
Biasanya pesanan paling ramai kapan saja?

Paling ramai tetap bulan puasa, karena orang mau, ya vermak, ya bikin, ya couple-an, macam-macam deh yang seragaman itu. Kalau buat hajatan (pernikahan) itu juga ramai, tapi kan itu gak menentu waktunya. Jadi bulan puasa paling banyak.
Nah di bulan puasa itu paling banyak ibu-ibu, bikin gamis, bikin pakaian sengaja buat keluarganya, suaminya, anaknya. Biasanya yang repot ibu-ibu.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu pakaian?

Kayak model gamis yang di patung itu saya sehari tiga baju. Dari pagi saya potong, sore sudah selesai. Atau misalnya pesanan rok dua, satu baju atasan, itu sehari jadi. Beda kalau modelnya sudah, kayak gaun drapery. Paling susah itu drapery. Sama jas itu susah, ribet, kalau gamis mah sudah biasa, cepat. Karena kalau drapery, jas gitu jarang bikinnya.
Saya kadang-kadang nolak kalau ada pesanan jas laki-laki, bahannya berat, capek, ya kecuali orangnya berani harga, gak apa-apa. Tapi kadang orangnya menawar mulu, ya, itu capek banget.
Nah kalau kain itu ada yang bawa sendiri, ada yang saya cariin. Kadang bawa sendiri, tapi minta furingnya, brokatnya, atau apanya. Saya cari ada yang di pasar, ada yang di online. Misalnya kalau di pasar, itu Pasar Bantar Gebang, Dubai Textile atau Krisna di Revo Town.
Kalau saya lagi semangat jahit, mulai dari jam 8 pagi sampai setengah 6 sore. Tapi karena usaha sendiri jadinya kadang suka-suka yang penting selesai kerjaan.
Berapa tarif untuk menjahit satu pakaian?
Satu baju kalau gamis atau atasan yang ribet itu Rp150 ribu. Kalau pakai payet, ya disesuaikan, bisa nambah Rp100 ribu. Kalau bikin rok, Rp100 ribu, kalau pakai furing tinggal ditambah harga furingnya berapa.
Mengapa memasang tarif yang murah untuk keahlian yang dimiliki saat ini?

Karena saya kan ini buka di kampung, kan tergantung lokasi, tergantung tempat. Kalau di kampung itu kalau mahal-mahal kan kasihan yang lain juga. Kalau saya mah yang penting lancar, setiap hari ada. Kalau mahal-mahal juga nanti takutnya sepi, saingannya kan juga banyak di sini.
Apa saja hasil yang sudah dirasakan dari jerih payah menjahit lebih dari 12 tahun?

Alhamdulillah hasilnya berasa banget, saya sudah bisa renovasi-renovasi rumah, sudah bisa kuliahin anak, apalagi saya juga nyari uangnya sendiri, memang semua dari hasil jahit. Ya kuliah, ya beli motornya, segala macam keperluan kuliah anak itu semuanya, ya, dari hasil jahit.
Alhamdulillah ada saja pelanggan. Malah ada yang jauh dari Bandung, dari Tasikmalaya, dari Garut. Biasanya mereka sudah pernah ke saya, saya simpan ukurannya, jadi kalau mau jahit tinggal kirim kain ke sana, nanti pas sudah jadi saya kirim lagi.
Sekarang ini saya masih ada jahitan hampir dari 10 orang lagi, harus selesai sebelum Lebaran. Jadi saya sudah gak terima kalau ada yang baru pesan, saya mau selesaiin yang sudah masuk sekarang.