Sederet Jurus Pemerintah Kejar Target Net Zero Emission di 2060
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Indonesia telah berkomitmen mengejar target net zero emission atau net zero emission atau emisi nol bersih di 2060. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana membeberkan sejumlah strategi untuk mencapai target tersebut, khususnya dari sektor ketenagalistrikan.
Dia mengatakan salah satu strategi mencapai target tersebut dari sisi ketenagalistrikan tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), yakni memperbesar porsi energi baru dan terbarukan (EBT) dalam pembangunan pembangkit listrik baru.
"RUPTL PLN 2021-2030, penambahan pembangkit sebesar kurang lebih 40,6 gigawatt (GW) selama 10 tahun ke depan, porsi EBT-nya kurang lebih 51,6 persen atau kita biasa sebut RUPTL ini untuk pertama kali adalah RUPTL yang lebih hijau," kata Rida dalam konferensi pers virtual, Jumat (22/10/2021).
Baca Juga: Punya Anak Usaha Baru, PLN Fokus Bangun Pembangkit EBT
1. Ranah perusahaan pembangkit independen bakal lebih besar
Di dalam RUPTL, pemerintah juga akan memperbesar ranah perusahaan pembangkitan independen atau independent power producer (IPP). Perlu diketahui, IPP adalah perusahaan bertujuan khusus (SPC), yang dibentuk oleh sponsor atau konsorsium, untuk melaksanakan perjanjian jual beli listrik dengan PLN dan untuk mengembangkan, membangun, memiliki, dan mengoperasikan pembangkit listrik.
"Dan di dalamnya ranah IPP atau independent power producer dibuka lebih besar, termasuk dalam pengembangan pembangkit berbasis EBT," ucap Rida.
2. Penggunaan batubara sebagai sumber PLTU bakal dikurangi
Selain itu, pemerintah juga mulai menjajaki co-firing biomassa di beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai upaya pengurangan penggunaan batubara di dalam PLTU. Hal itu dilakukan untuk mencapai target bauran EBT sebesar 23 persen di 2025.
Editor’s picks
"Kita telah mulai menjajaki dan melaksanakan upaya-upaya di antaranya pelaksanaan co-firing biomassa di beberapa PLTU termasuk PLTU PLN dengan persentase yang bervariasi, 10-20 persen. Dan kita berharap capacity-nya bisa berkisar di atas 70 persen. Kalau kapasitas setara 2.700 megawatt (MW) dan ini akan membutuhkan 8-13 juta ton biomassa per tahunnya," kata Rida.
Berdasarkan situs Balai Besar Teknologi Konversi Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (B2TKE-BPPT), co-firing merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial ke dalam boiler batubara.
Biomassa menjadi alternatif untuk mengurangi emisi CO2 dalam tingkat tinggi. Co-firing batubara dengan biomassa menggunakan Circulated Fluidized Bed (CFB) menjadi teknologi yang menjanjikan yang dapat mengurangi emisi CO2 di mana tingkat emisi bisa sama kompetitifnya dengan teknologi supercritical.
Baca Juga: PLN Caplok EMI buat Genjot EBT, Erick Thohir: Jangan Hanya Wacana!
3. Pemerintah genjot bangun PLTS dan PLTB
Tak hanya itu, pemerintah juga akan menggenjot konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) menjadi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
"Target kurang lebih 588 MW dan itu dikonversi dengan PLTS, maka kurang lebih akan membutuhkan 1,2 GW PLTS dan ini di antaranya akan dilengkapi dengan baterai," ucap Rida.
Terakhir, pemerintah juga akan menggenjot pembangunan pembangkit listrik tenaga angin atau bayu (PLTB).
"Untuk mencapai 23 persen bauran EBT pada 2025 kita juga sudah merencanakan membangun 4,7 GW PLTS dan kemudian 0,6 GW PLTB yang semuanya diharapkan bisa selesai pada 2025," kata dia.
Baca Juga: Soal Net Zero Emission, Erick ke Negara Besar: Jangan Cuma Nyuruh!