[WANSUS] Dirut Bio Farma Bicara Bikin Vaksin Hingga Test Kit COVID-19

Jakarta, IDN Times - Banyak pihak menyebut pandemik virus corona tidak akan berakhir sebelum vaksin virus corona ditemukan. Karena itu, peran PT Bio Farma sangat diperlukan di tengah pandemik virus corona atau COVID-19, lantaran perseroan ini merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memproduksi vaksin dan antisera, serta induk holding BUMN farmasi.
Untuk mengetahui perkembangan terkait hal itu, simak wawancara khusus IDN Times bersama Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir belum lama ini.
Ini saya mulainya dengan yang ringan dulu bang, kan sudah setahun ya di Bio Farma, bedanya dengan Kimia Farma itu apa sih? Ini bisa menjadi edukasi bagi millennial

Ya, kesempatan ini kita bisa ngobrol santai, sharing sama apa yang kami sudah lakukan, terutama menangani COVID-19. Mungkin balik ke pertanyaan pertama dulu, kalau saya aslinya bukan orang farmasi, karier saya lama di telekomunikasi, terakhir saya direktur keuangan 2012 sampai 2014 kerja di wholesale internasional sampai 2017.
Lalu, 2017 saya dapat amanah baru menjadi dirut Kimia Farma dan September 2019 kemarin sebagai dirut Bio Farma, di mana di Bio Farma ini merangkap sebagai holding farmasi BUMN. Jadi Bio Farma ini sekarang bukan perusahaan vaksin lagi, tapi di sini sekarang sudah menjadi induk dari dua perusahaan farmasi lainnya, yaitu Kimia Farma dan Indofarma.
Apa bedanya Kimia Farma dan Bio Farma? Kalau Kimia Farma ini dikenal sebagai perusahaan yang memproduksi obat ya, tapi sebenarnya lebih lengkap ekosistemnya, karena dimulai memproduksi obat sampai ke layanan kesehatan seperti apotek, ritel dan lab-lab diagnostik. Sedangkan, Bio Farma lebih fokus ke vaksin dan antisera. Begitu singkatnya.
Bisa diceritakan secara singkat Bio Farma plan bisnisnya apa aja?

Bio Farma ini perusahaan yang cukup lama, secara usianya tahun ini kita sudah 129 tahun. Tapi kita fokus ke produksi-produksi life science, terutama yang vaksin dan antisera.
Bagi suatu perusahaan vaksin Bio Farma ini merupakan satu-satunya perusahaan yang memproduksi vaksin di Indonesia. Tidak ada di Indonesia ini yang bikin vaksin, kecuali Bio Farma kalau seandainya ada product lain, karena diimpor oleh swasta.
Tapi kalau untuk manufaktur untuk produksi sendiri, hanya Bio Farma dan nama kita sudah cukup dikenal ya, karena memang secara internasional Bio Farma ini sudah memiliki lisensi dari WHO. Sehingga secara produk pun kita tidak hanya untuk mengisi kebutuhan dalam negeri yang melakukan ekspor lebih 140 negara sudah main di dunia juga Bio Farma ini.
Sekarang mungkin bisa diceritakan soal bagaimana Bio Farma sedang mencoba bersama-sama konsorsium memproduksi test kit ya?

Jadi ada ada inisiatif dari BBPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) berbagai pihak, mungkin kita melihat dari global dari COVID-29 ini ketersediaan sangat terbatas.
Kita karena memang permasalahan dunia ini kan semuanya mengalami hal yang sama, sehingga seluruh negara ini rebutan untuk mendapatkan produk yang sama.
Pertama yang berhubungan dengan tes untuk menentukan, apakah seseorang karena positif atau tidak yang COVID-19 di awal-awal, yang sama juga terjadi di negara kita gimana ketersediaan tes ini sangat terbatas, sehingga populasi yang mendapat tes juga sangat terbatas.
Ini tidak bagus kondisi ini karena kita tidak bisa memetakan bagaimana perkembangan menjaga pergerakan dari orang-orang yang terkena virus ini sangat penting. Karena kita harus memetakan dan kita sangat bisa mengisolasi secepat mungkin.
Tanpa adanya tes ini, hal tersebut pada kalian semua, sekarang impor dengan background sepertinya lahirnya BPPT dengan mereka itu membuat test kit, apa gak mungkin Indonesia bisa membuat sendiri? Beberapa kompetensi? Beberapa perusahaan dan juga inisiatif anak muda start up mulai mendiskusikan Indonesia harus bisa, untuk mengatasi kelangkaan ini dan kita bikin produk sendiri.
Nah, ternyata ini direspons dengan baik, BPPT yang nge-lead tapi inisiatif ini juga punya anak muda, yang sebenarnya mereka jadi punya kompetensi cukup ya, cantik. Namanya mereka lah yang salah yang di awal Bio Farma kita masuk dalam komunitas ini.
Kita akan memproduksinya karena kita memiliki kapasitas produksi ya yang sangat cukup, namanya mereka yang mendesain dari awal. Nah, Bio Farma kita masuk dalam komunitas ini, kita yang akan memproduksinya, karena kita memiliki kapasitas produksi yang sangat cukup dan sangat kompeten. Kaloborasi dari ini semua kita bisa hari ini memiliki test kit PCR yang sangat dibutuhkan. Itu ceritanya.
Saya membaca kemarin yang akan diproduksi terlebih dahulu sebanyak 50.000 dari target 100.000, ya?

Yang untuk tahap pertama kita total itu 100 ribu, yang kita gunakan untuk apa? Gerakan Indonesia Pasti Bisa tunggu ini mulai minggu depan kita akan memproduksi 50 ribu pertama. Karena kemampuan produksi kita itu seminggu dan 50 ribu test kit, target kita 100 ribu ini dapat kita selesaikan dalam waktu dua minggu.
Kendalanya paling sedikit, yang masalah masih ada berapa bahan baku yang kita impor, karena memang ada kendala logistik, ada kendala lockdown juga, ada kegiatan transportasi juga. Tapi insyaallah hari ini kami dapat info bahwa semua bahan baku itu akan datang di Jakarta di Bandara Soekarno-Hatta, jadi kita kan bisa mulai produksi minggu depan untuk 50 ribu pertama.
Boleh sekalian dijelasin, sebetulnya memproduksi test kit PCR bahan bakunya apa saja yang utama?

Ada bahan baku prima itu yang masih kita impor itu dari dari Eropa, ada beberapa bahan baku lagi yang terlibat di untuk prosesnya, diprobes ya namanya. Ini istilahnya buat orang awam gak terlalu mengerti, saya juga gak begitu hapal intinya dua itu ada yang namanya prima dan diprobes.
Berapa lama sebetulnya proses untuk memproduksi sebuah vaksin menurut pengalamannya? Apakah ini sedang dikerjakan Biofarma?

Kalau kita lihat pengalaman pasien-pasien terdahulu yang kita telah bikin, kalau kita bicara proses dari nol mulai dari virus itu ditemukan kode yang seharusnya kita lemahkan. Ada kembang biakan sampai menjadi produk vaksin itu memang bisa makan waktu 10 sampai 12 tahun, kalau kita mulai dari nol artinya semua nih.
Tapi dengan perkembangan teknologi, juga ada koordinasi dan kolaborasi dengan berbagai lembaga yang lainnya, sekarang mungkin bisa dipersingkat. Sekarang ada yang lama teknologi di informatika namanya ini bisa sangat membantu dalam membersihkan penemuan vaksin ini.
Sebagai contoh mungkin teman-teman sudah dengar ya, udah berapa lembaga penelitian mereka sudah melakukan uji klinis tab 1 dan juga mau melakukan uji emisi tab terhadap vaksin yang akan dicobakan ke manusia ini sangat cepat menurut kami.
Artinya, apa umur kami yang tadinya 10 sampai 15 tahun, sekarang hanya dalam kurang satu tahun sudah ketemu dan bisa dilakukan tes mungkin terhadap manusia tetap. Satunya yang kita lakukan sharing informasi juga dengan lembaga tersebut. Bagaimana supaya teknologi bisa kita adopsi dan kita bisa lakukan di Indonesia, seperti yang kita lakukan di Indonesia sendiri itu dengan konsorsium yang di- lead oleh lembaga Eijkman.
Kita juga sudah mulai melakukan penelitian untuk bisa memberikan vaksin yang berdasarkan strain virus Indonesia, karena kita juga baru positif kan sekitar awal Maret ya kita lakukan dari lembaga penelitian kesehatan Kementerian Kesehatan.
Mereka mulai mengumpulkan sampel-sampel dari pasien-pasien yang sudah positif COVID-19, nanti mereka akan datang data, jenis strain virus nanti ya udah cukup valid datanya dikirim ke bank untuk diproses lebih lanjut. Untuk mengetahui persis ini, statusnya apa sudah berpotensi ke mana nanti bisa dibikin namanya bibit dari sendiri terus namanya nanti dikirim ke Bio Farma, untuk diproses lebih lanjut pengembang biakannya.
Sehingga nanti bisa dijadikan sebagai vaksin, jadi kita butuh beberapa virus dikembang biakkan untuk bisa mencapai skala tertentu. Jika nanti bisa dijadikan sebagai vaksin, nanti bisa kita apa yang kita berikan kepada masyarakat untuk menangkal COVID-19 ini.
Sekarang kita kembali ke bisnisnya Bio Farma yang urusan vaksin, sekarang berapa persen dari bisnisnya Bio Fama?

Sekarang kalau kita melihat dari profil rekeningnya Bio Farma itu ya hampir 99 persen itu adalah vaksin kita ya ada sekitar 14 jenis vaksin yang kita produksi sampai hari ini, dan dari semua itu 50 persen berapa pedagang ekspor. Jadi pasar ekspor kita dengan pasar dalam negeri 50-50.
Menurut Pak Bambang Brodjo, vaksin virus corona baru bisa ditemukan paling cepat awal tahun depan (2021) itu bener gak?

Yang sharing terus Indonesia ya, jadi emang yang kita lakukan itu kalau kita kembangkan untuk virus, tak tentu dari stres Indonesia informasinya emang kita butuh waktu ya kan 2021 baru bisa menghubungkan vaksin yang murni, dari serangan virus Indonesia.
Tapi kita juga melakukan komunikasi dengan berbagai lembaga luar negeri. Di sananya mungkin ada vaksin yang betul yang mereka sudah temukan, itu mungkin bisa kita lakukan produksi di sini bisa lebih cepat, tapi kita 22 ini akan kita lakukan saat paralel sama luar negerinya.
Tapi itu bukan saya tulis Indonesia ya, tapi kita yakini cukup efektif nanti. Tapi di sisi lain, kita jaga dengan baik dan juga dengan melakukan pengembangan vaksin yang bersantan pedas Indonesia kita lakukan secara paralel.
Apakah betul memang strain virus bukan dari Indonesia kalau divaksinkan ke orang Indonesia?

Kalau kita melihat dari pengalaman beberapa vaksin yang pernah ditemukan sebelumnya, kekhawatiran itu mungkin tidak terlampau perlu kita ini ya. Jadi konsen ya kan emang cara pengambilan strain virus sudah yang canggih, sehingga meskipun virus bermutasi tapi yang di apa ya, ada yang tidak bermutasi, itu yang terjadi kan sebagai set ya di sini. Jadi masih dibantu oleh gen yang tidak bermutasi itu.
Tapi saya memang setuju kalau itu strain dari Indonesia mungkin lebih efektif, tapi bukan berarti vaksin yang tidak berasal dari Indonesia tidak bisa dipakai. Selama ini banyak vaksin-vaksin yang kita produksi di sini strainnya bukan berasal dari Indonesia, tapi emang dari gen yang tidak bermutasi itu.
Karena itu peran dari ilmuwan dan juga dari Bio Farma ini sangat penting. Nah, apakah Bio Farma juga mengembangkan obat alternatif untuk COVID-19 dan boleh diceritakan, apa itu?

Iya, jadi dengan jadi holding farmasi, jadi kami sekarang tuh ada tiga, Bio Farma sebagai induk holding-nya kita punya Kimia Farma dan Indo Farma sebagai anak perusahaan. Nah, untuk obat-obatan ini banyak dilakukan dua anak perusahaan kami, yaitu Kimia Farma dan Indo Farma.
Sebagai contoh Kimia Farma, mereka memproduksi yang namanya Krolokuin dan Hidroksiklorokuin. Ini yang mungkin dulu temen-teman tau tuh itu namanya obat Malaria. Tapi ternyata dari berapa negara ini dicoba untuk mengobati gejala tertentu dan ternyata cukup efektif.
Dan ternyata kita punya obat itu, karena mungkin temen-temen juga tau yah, untuk Kinanya nih, pasti saya Kina nih walaupun yang sintetis ya. Kalau Kina tuh Indonesia itu salah satu negara eksportir Kina terbesar di dunia. Jadi artinya dari sisi pengalaman kita dengan obat-obatan ini cukup bagus.
Nah, ini yang lagi kita produksi sekarang Klorokuin dan Hidroksiklorokuin. Nah, Indo Farma mereka juga memproduksi yang namanya Oseltamivir. Oseltamivir ini obat flu, dulu waktu zaman flu burung dipakai sebagai salah satu treatment.
Jadi sisi obat-obatan kita punya tiga jenis ini, kemudian kita juga punya ada produksi lain yang digunakan untuk treatment, seperti Azithromycin, ini antibiotik yang pada saat digabungkan dengan pemakaian dengan Hidroksiklorokuin ini beberapa uji klinis di negara lain, menunjukkan hasil sangat efektif.
Pertimbangan untuk kemudian masuk memproduksi obat yang kayak seperti Hidroklorokuin yang notabene WHO sendiri belum 100 persen yakin, ini memang efektif untuk menjadi pengobatan. Di Amerika juga ketika Presiden Trump 'mempromosikan' itu dibantu juga oleh dokter Anthony Faucy dan sudah ada orang yang meninggal karena mengonsumsi over dosis, termasuk di Afrika. Nah, Bio Farma itu saya ingin tahu kenapa dan bagaimana mempertimbangkan untuk kemudian memproduksi sesuatu yang secara uji klinis belum meyakinkan sebagai obat untuk COVID-19?

Jadi satu kita harus pahami dulu bahwa semua obat-obat yang tadi itu bukan lah obat COVID-19, karena obat COVID-19 itu satu pun belum ada di dunia ini. Semua orang paham dulu, tapi obat-obat ini diyakini cukup efektif untuk mengobati beberapa gejala tertentu yang ada di pasien-pasien COVID-19.
Sehingga nanti kalau kita lihat dari protokol pengobatan, obat itu gak berdiri sendiri, dia tidak hanya sekadar Hidroksiklorokuin yang dipakai, tapi juga ada obat lain seperti Azithromycin dan mungkin obat-obat lain vitamin atau pun yang lain, seperti itu.
Nah, kita semua meyakini pada saat protokol WHO mengatakan bahwa lagi dilakukan social semacam uji trial semacam clinical trial bersama. Kita mereverse sebenarnya klinis protokol obat-obatan yang dibikin oleh WHO, di mana Klorokuin serta Hidroksiklorokuin itu merupakan bagian yang lagi dilakukan uji klinisnya oleh WHO, dengan beberapa negara.
Dan kita selalu mendapatkan update tentang efektivitas dari uji klinis yang sedang berjalan. Jadi kenapa ada kejadian beberapa penduduk yang seperti di Afrika, Nigeria, ataupun beberapa tempat keracunan? Karena memang obat ini bukan obat pencegahan, dan obat ini adalah obat kuat yang harus diminum berdasarkan rekomendasi dokter.
Jadi tidak disebutkan orang meminum dengan seperti orang meminum obat bebas, seperti minum vitamin. Penggunaan Hidroksiklorokuin dan penggunaan Klorokuin serta obat-obat penanganan COVI-19 lainnya itu harus mendapatkan rekomendasi dan di bawah pengawasan dokter. Ini yang kita sosialisasikan.
Jadi saya bisa cerita pada saat Hidroksiklokuin ini namanya tiba-tiba meledak di market, itu memang banyak orang yang nyari, apotek-apotek Kimia Farma itu diserbu oleh orang yang pingin mendapatkan obat itu.
Tapi kita mengatakan kepada mereka, ini bukan obat untuk pencegahan, ini adalah obat yang bisa digunakan untuk mengatasi gejala tertentu dan harus mendapatkan rekomendasi, serta di bawah pengawasan dokter bukan obat bebas. Sehingga kita tidak jualan itu obat-obat itu di apotek hanya berdasarkan rekomendasi dokter.
Transkrip: Riska Maulida