[EKSKLUSIF] Cerita Dirut Angkasa Pura II soal Bandara Millennial
Jakarta, IDN Times – Lama bekerja di perusahaan telekomunikasi bukan berarti tidak bisa mengelola perusahaan transportasi. Adalah Muhammad Awaluddin, Direktur Utama (Dirut) Angkasa Pura II salah satu contohnya.
Bahkan dengan tangan dinginnya, kini bandara seperti Soekarno Hatta ‘disulap’ semakin nyaman, berkelas dan berbagai fasilitas yang memanjakan pengunjung, khususnya millennial. Awal, begitu ia disapa diangkat menjadi Dirut berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN selaku Pemegang Saham PT AP II Nomor: SK-227/MBU/09/2016 tanggal 9 September 2016.
Dalam program Suara Millennials IDN Times, Awal banyak bercerita pengalamannya menjadi dirut hingga isu terkini permasalahan di bandara. Berikut perbincangan IDN Times dengan pria yang lama berkarier di PT Telkom ini.
1. Halo Pak Awal, apa kabar? Apa kegiatan Bapak sekarang ini?

Halo, kabar baik. Ya banyak ya (kegiatannya) di airport tiap hari pasti sibuk, airport never sleep jadi ya apa saja harus kita monitor. Kan airport tempat pelayanan publik jadi ribuan sampai ratusan ribu orang seperti di Bandara Soekarno Hatta.
Jadi pantauan dan monitoring harus bener-bener karena kalau tidak hal-hal yang mungkin publik atau masyarakat sebagai pengguna jasa di bandara bisa kecewa karena ada pelayanan yang mungkin tidak baik. Jadi kita memang ada sistem yang harus memantau itu dan memastikan semua service level bisa terjamin.
2. Bapak lama berkarier di Telkom, kok bisa sih pindah Angkasa Pura II, adakah kesulitannya?

Saya 25 tahun di Telkom. Saya masuk Telkom 1991. Saya keluar 2016 di lingkungan Telkom Group ya pernah di anak perusahaan dan lain sebagainya. Sehingga waktu saya diminta oleh menteri BUMN, di September 2016 saya alih profesi. So actually, I'm not airport man, I'm Telkom man, hehehe.
Karena nature-nya industrinya telekomunikasi, transportasi termasuk tourism hampir sama karena nature-nya atau basic knowledge-nya dia traffic management. Jadi traffic management itu memanajemeni, bedanya kalau di telekomunikasi itu lalu-lintas yaitu komunikasi suara komunikasi, data, gambar, video.
Tapi kalau di transportasi kan lalu lintas manusia, barang, jadi prinsipnya sama cuma memang dari basic knowledge-nya beda. Kalau basic knowledge-nya sama, basic knowledge-nya oh ini industri telekomunikasi, ini transportasi. Ada aturan-aturan regulasi, pola bisnis dan operasinya berbeda.
3. Sebenarnya apa cita-cita Bapak waktu kecil?
Oh gitu ya saya itu kalau tanya dulu, dulu ya kepengin ya jadi kepala dinas kebersihan. Karena kadang-kadang suka apa ya suka gemes lihat kalau di suatu tempat, di suatu kota itu kok susah banget gitu menjaga kebersihan gitu. Padahal kebersihan itu berangkat dari sebuah kepedulian.
Tapi memang mungkin mendidik orang itu untuk peduli, untuk berperilaku sesuai yang benar dalam rangka menjalankan kebersihan itu itu mungkin tugas pimpinan juga. Makanya pimpinan di suatu daerah kelihatan ya concern-nya pemimpin, kalau dia memang perhatikan suatu topik seperti masalah kebersihan misalnya.
Kalau sekarang di bandara, saya jadi Kepala Dinas Kebersihan juga. Karena saya bilang semua bandara di Angkasa Pura 2 'Awas lo ya kalau toilet masalah'. Ah kan itu representasi kepala dinas kebersihan hehehe.
4. Pada 2017 Bapak pernah menyamar menjadi helper, bagaimana kisah awalnya Bapak melakukan itu?

Sebenarnya saya gak nyamar, sama temen-temen media saja meliputnya kemudian menulis Dirut Angkasa Pura II menyamar menjadi helper. Sebenarnya mereka tahu tapi tidak banyak yang tahu.
Jadi benar saya kenapa turun karena itu kan proses itu terjadi di 2017, jadi waktu itu kita mulai mulai memberlakukan konsep porter menjadi airport helper. Konsep porter yang berbayar kemudian kita ubah menjadi airport helper yang free of charge alias gratis.
Tapi memang ada change management-nya yang belum dikelola dengan baik hingga waktu informasi pertama yang mengatakan 'airport helper-nya males-malesan, gak peduli, cuma makan gaji buta, udah gua langsung turun melihat apa sih faktanya. Dan saya merasakan betul ternyata jadi helper itu tidak mudah.
Jadi saya mencoba turun itu memahami yang ngangkut barang, disentak passenger juga. Ya gak tahu saya merasakan dan kemudian capek, padahal saya cuma 1 jam waktu itu. Saya kebayang sama teman saya yang airport helper itu yang satu shift-nya 8 jam.
5. Apa enak dan gak enaknya mengelola bandara?

Saya rasa kepuasan pengelola bandara itu pada saat kita melihat pelanggan itu atau pengguna jasa bandara itu senang, dia merasakan sesuatu yang mendapatkan manfaat akibatnya di bandara. Dan orang yang senang, orang yang suka, orang yang menikmati di bandara dia akan kembali ke bandara dia akan mencari pelayanan yang terbaik yang ada di bandara.
Artinya begini, buatlah bandara senyaman mungkin seperti di rumah sendiri, itu konsep yang sedang saya bangun di bandara. Dalam artian, 'Oh oke kita- kita harus punya bandara dengan fasilitas yang nyaman.
Ada tiga konsep free, yang saya bangun di bandara, saya selalu share ke temen-temen saya untuk memunculkan 3 free tadi. Satu, bandara itu harus hassle free, jadi bandara itu harus menjadi tempat yang bebas repot, jangan gara-gara ke bandara kerepotan orang jadi bertambah. Jadi sebelumnya dia ingin “Harusnya saya nyaman di bandara jangan saya ditambahkan dengan berbagai hal-hal yang kemudian saya tambah repot”.
Contoh sekarang saya sudah check in melalui melalui web check- in atau mobile check in datang ke bandara bisa langsung check in, jangan kemudian ditambahkan lagi, “Lebih repot harus nge-print lagi, setelah nge-print harus cari tempat, nge-print di mana? Kemudian juga setelah print, di mana saya juga harus bawa lagi tunjukin. Wah ini kan gak benar.
Yang kedua bandara harus rapi atau worry free karena di bandara itu orang datang, level stres bisa naik. Dia datang, masuk macet, tempat parkir susah, dapat tempat parkir dia harus buru-buru masuk ke terminal. Masuk ke terminal ketemu sama security checkpoint ya kan. Ketemu sama security checkpoint harus di-scan dulu, terus kemudian dia antri lagi di konter check in.
Dia tidak cepat, orang menjadi bisa naik emosinya orang juga bisa stres. Belum Lagi 'Waduh waktu saya mepet'. Dan kadang- kadang tipikal masyarakat kita datang itu aja mepet.. ada aturan di bandara itu kan untuk domestik paling lambat mereka sudah harus ada 1 jam, kalau internasional 2 jam.
Jadi artinya itu mereka yang dibuat jadi tambah stres. Belum lagi kalau bawa keluarga, udah begitu anak pengen ke toilet misalnya juga pengen makan dulu laper. Kita udah lihat jam udah susah. Yang artinya membuat orang tambah (stres).
Nah ini harus dibuat lebih nyaman, jangan kemudian stres itu ditambah, tadi dari mulai datang parkir harus mudah kemudian dia harus masuk dalam tidak menambah dia stres. Layanan antrian kalau panjang kita harus sediakan self check-in. Check-in sendiri kalau belum pakai mobile check-in web check-in.
Yang ke-3, di bandara harus confuse free, bebas dari kebingungan karena bandara rata-rata itu besar dan orang kan tidak semua familiar dengan situasi di bandara. Rata-rata orang Indonesia paling banyak kalau hasil survei nya itu, satu sampai dua kali ke bandara. Ini karena waktu dia mungkin pulang mudik Lebaran, Natal, tahun baru, kemudian lagi liburan.
Di luar itu orang tidak semua, jangan diasumsikan semua orang mengerti tentang bandara sehingga signage, informasi dan kelengkapan berbagai hal hal yang membuat mereka tidak dibingungkan dengan situasi penunjuk arah atau apa harus ada, kira-kira begitu.
6. Apa saja sih program atau yang membuat bandara di bawah Angkasa Pura II tampak semakin millennial?
Nah ini nih jadi pas nanya karena tahun ini 2019 Angkasa Pura 2 punya tiga program utama jadi biasa kita tiap tahun punya tiga program utama untuk korporasi 2019 kita berani bahwa salah satu dari tiga program yaitu adalah millennial airport travel experience. Jadi kita ingin millennial travel experience itu jadi fokus kita.
Dua lainnya adalah international expansion dan lebih kepada size di kargo dan itu sudah biasa. Kenapa tahun ini menjadi cukup istimewa? Karena menjadi tahun pertama buat AP II untuk melihat our future customer.
Karena millennial ini adalah future customer kita dan kalau kita sekarang.. Sebenarnya tahun lalu kita punya traffic passenger in and out di bandara sekitar hampir 12 juta, 68 persen itu adalah segmen millennial. Dan mereka berpergian, mereka travelling macam-macam ada yang bisnis karena mereka mungkin sudah kerja ya. Ada yang visit family, ada yang karena holiday macam-macam.
Total 68 persen segmen usia millennial. Ke depannya akan banyak millennial karena usia saya mungkin 10-15 tahun lagi udah banyak di rumah jadi yang usia-usia kalian itu yang akan menjadi pengunjung tetap di bandara Angkasa Pura 2.
7. Apa saja fasilitas, sarana, prasarana yang disiapkan Angkasa Pura II untuk anak muda?

Millenial travel experience kita melihatnya dari prinsip, dari pendekatan 3A. Satu augmentation, kedua activation, ketiga amenities-nya. Jadi kalau bicara augmentation-nya itu –facilities-nya. Kalau ngomong vending machine itu salah satu augmentation kita. Facilities kita yang sudah mulai kita benahi.
Yang kedua adalah activation-nya, event-event-nya. Yang ketiga adalah amenities-nya itu tempatnya, sarananya. Makanya kalau kemudian di terminal 3, terminal 2 Bandara Soekarno Hatta itu ada airport digital lounge. Kami menyebutnya I MATE lounge.
M-A-T-E padahal artinya itu teman, kawan, karib tapi itu adalah akronim dari millennial airport travel experience. Dan itu kita bikin lounge khusus di Bandara Soekarno Hatta terminal 3 dan 2. Nanti akan menyusul tahun ini terminal 1 ada khusus ada namanya khusus I MATE Lounge. Itulah amenities-nya untuk segmen millennial jadi nanti sana ada e-Games, e-Sport. Terus ada juga macam-macam ada jualan suvenir.
Terus saya barusan rapat, itu juga menyiapkan bagaimana transaksi e- commerce-nya di I MATE lounge. Jadi kalau segmen millennial, pelanggan kita 'Oh ya saya mau berangkat ke Surabaya tapi saya lupa bawa. Saya mau beli power bank, kabel charger, ada, bisa lewat online e-commerce. Nanti langsung delivery di lounge. Oh saya lupa yang ini, korles untuk hp dan sebagainya.
Atau butuh mungkin Wi-Fi mobile, mobile Wi-Fi dalam artian yang gratis. Tapi kalau saya mau bawa ke Surabaya, saya bisa sewa nanti ke Jakarta dikembalikan. Konsep-konsep yang memudahkan para milenial untuk dapat experience baru di bandara.
Macam-macam kayaknya e-Sports, mereka bisa tanding sama temennya. Ini sedang kita siapkan dan nanti yang juga salah satu amneties itu di bandara, sekarang kita udah punya namanya co-working space kayak di terminal 3 domestik ada, di terminal 3 internasional aja.
Nanti di I MATE lounge, di samping sana bisa sekaligus co-working space, nanti akan ada juga fasilitas co-working space untuk millennial tadi. Jadi mereka bisa kerja sambil nunggu, terus juga kita sediakan fasilitas video conference, jadi mereka bisa Skype dan lain sebagainya.
8. Kabarnya Angkasa Pura II mau buat arena atau semacam parkour, apakah benar seperti itu, bagaimana konsepnya?

Hahaha iya tau aja lu hehehe. Tadi itu kan parkour itu salah satu activation kita. Jadi activation ini memang kita buat, jadi bandara itu bukan lagi ke suatu tempat yang yang sulit, tempat yang kemudian jauh dari bayangan orang.
Ini tempatnya biasa saja. Di bandara sekarang orang bisa meeting, bisa mau cari makanan enak di bandara. Udah kayak datang ke mal aja. Dan orang kepingin menjadi tempat business meeting atau meeting point sudah terjadi.
Nanti malah kita mau bikin activation event khusus nanti mungkin akan bisa kita lombakan. Kalau sekarang yang sudah kita siapkan video sosialisasinya dulu. Bahwa anda sebagai parkour talent main di bandara itu oke aja, boleh. Nanti bisa dilakukan semacam parkour competition kita mau bikin.
9. Bicara mengenai millennial aiport travel experience, apakah itu akan terintegrasi dengan smart airport yang sedang dikembangkan?

Smart airport facilities itu kan flagship program kita. Jadi memang kita mulai tahun 2016 Angkasa Pura II sudah punya program sudah punya program yang namanya Smart Airport dan itu lebih memfokuskan mengkhususkan dukungan kepada untuk soft infrastructure.
Jadi sebelumnya hanya fokus pada hard infrastructure. Bangun runaway, bangun gedung terminal, bangun apron tapi belum terintegrasi oleh smart infrastructure, digitalisasi dan lain sebagainya. Sekarang kombinasi antara hard infrastructure dan soft infrastructure sudah bisa terjadi.
Dan itulah konsep pengelolaan bandara kita ke depan, jadi sesuai visi kita the best smart connected airport operator in the region memang sedang kita rintis, tidak mudah tapi sangat mungkin. Karena kita punya konsep dan punya program termasuk bagaimana kita mengalokasikan investasi untuk mendukung program-pogram smart and connected airport itu.
Ini kalau bahasa sederhananya airport itu adalah proses automation jadi semua proses yang diotomatisasi kita arahkan untuk program airport.
10. Bagaimana dengan target Angkasa Pura II di 2019 ini?
Kami target 118 juta pengunjung, makin meningkat. Kenapa bisa begitu? Karena memang sektor transportasi udara sudah menjadi primadona bagi masyarakat. Kamu kalau pulang kampung mana? Ke Jogja, agak dekat. Medan misalnya. Australi? Hahaha.
Misalnya Batam, saya mau tanya, kalau sudah pernah ke Batam pakai pesawat oke, terus suatu ketika ini gua kasih duit lu ke Batam naik kapal laut, lama kan. Padahal orang memilih 'Saya pengen cepat, saya nyaman. Saya pilih tetap dengan pesawat deh. Walaupun kapal laut alternatif juga.
Kayak ke Jogja, kalau ada tiket murah pakai pesawat aja daripada kereta 7-8 jam, jadi kadang-kadang pertimbangan waktu, kenyamanan, dan kecepatan itu kan dipilih oleh masyarakat. Kita harapkan karena sekarang lagi gonjang-ganjing tiket mahal segala macam, kita doakan lah lebih cepat lagi turun lagi tiketnya.
11. Adakah kekhawatiran kenaikan harga tiket itu dengan bandara yang sepi, termasuk maskapai penerbangan sendiri?

Ada juga, karena masyarakat dengan kondisi sekarang demand dibentuk jadi 3. Pertama, no worries alias mampu. Jadi dia tidak pernah khawatir.
Kedua sekarang ini, dengan kondisi gonjang-ganjing tiket ini, ada kelompok masyarakat yang jadi shifted demand, dia menjadi bergeser, menggunakan transportasi lain. Kalau sebelumnnya ke Jogja masih dapat tiket murah sekarang tiket lagi tidak murah, dia pilih naik kereta atau bis. Apalagi sekarang ada tol Trans Jawa.
Ketiga ada yang demand-nya terkontraksi, dia menahan diri 'Kalau gitu nanti saja saya berpergian, kalau nanti tiket sudah murah atau turun'. Ini yang disebut uncertain demand. Kelompok-kelompok ini harus disikapi oleh operator bandara. Sehingga kalau kita melihat bagaimana bekerja sama dengan maskapai untuk melihat kelompok-kelompok yang berbeda ini.
Jadi kalau ditanya, apakah ada dampak, ya ada. Karena ada kelompok demand yang uncertain. Nah ini harus dicari solusinya.
12. Seberapa pengaruh komponen kenaikan tiket terhadap bandara sendiri?

Kalau komponen bandara terhadap biaya operasi maskapai itu hanya 4 sampai 5 persen saja. Tidak terlalu besar karena semakin besar itu ditanggung oleh pengguna jasa sendiri dalam hal ini penumpang karena dia bayar passenger service charge, dulu orang menyebutnya airport tax.
Tapi kalau yang maskapai dengan total operating cost compare to dia harus spend operator bandara itu hanya 4 sampai 5 persen saja. Yang besar kan di avtur, leasing cost, dia juga lebih besar di maintenance perawatanspare part, dan jangan lupa harga Rupiah terhadap US dolar juga menentukan.
13. Kabar belakangan menyebut pemerintah akan membuka pintu bagi pemasok avtur untuk bersaing dengan Pertamina, tanggapan Bapak tentang hal ini? Siapkah Angkasa Pura?

Saya kira perlu dievaluasi secara menyeluruh. Kesanggupan dari pihak lain (yang mau menjual avtur selain Pertamina) itu bener gak? Jangan-jangan dia cuma pilih di kota besar saja.
Kalau Pertamina kan dia mengerjakan sampai ke pelosok. Bandara-bandara kita di Silangit, di Papua terus di Kalimantan itu disediakan oleh Pertamina. Jadi dia juga cross subsidizing loh. Artinya margin keuntungan dia share juga untuk ke tempat lain.
Kalau pihak lain mampu gak? Jangan sampai pihak lain cuma janji komitmennya di kota besar. Karena itu gak fair.
Rata-rata untuk kesiapan bahan bakar avtur dan lain sebagainya ada depo untuk bahan bakar dan lain sebagainya. Antara dua, apakah bandara yang menyediakan infrastrukturnya ataukah pihak penyedia avtur tadi yang menyediakan infrastrukturnya.
Kalau di bandara AP II rata-rata Pertamina yang menyiapkan. Jadi dia yang membangun, dia yang operasikan dan memelihara. Jadi kolaborasi ini sudah cukup baik, kalau perlu dievaluasi kita lihat. Dievaluasi secara menyeluruh, jangan cuma dilihat "Oh ini mahal, gara-gara Pertamina", tapi ada aspek lain yang mungkin tidak dievaluasi secara menyuruh.
14. Ada rencana mau bangun bandara Soekarno Hatta II? Kapan dan bagaimana rencananya?

Soekarno Hatta itu sekarang sudah dibangun runaway ketiga. Sebentar lagi bangun terminal keempat, sebentar lagi bangun East Cross Taxiway. Tapi Soekarno Hatta ada mentoknya juga. Runaway sudah selesai, terminal 4 sudah selesai, dia akan maksimal melayani paling sampai 110 juta sampai 120 juta traffic passengers setahun.
Sekarang sudah 66 juta. Padahal kapasitas kita di Soekarno Hatta, kita punya backlog hampir 20 juta. Kenapa? Karena 66 juta terminal kita masih tiga, terminal yang 3 itu kapasitasnya baru sekitar 43 juta. Sementara traffic 66-67 juta.
Jadi saya rasa ini sesuatu yang perlu perhatian khusus. Sehingga kalau nanti Soekarno Hatta, yang sekarang kita sebut ini Soekarno Hatta pertama. Jadi kalau mentok 100-110 juta gitu, terminal 4 sudah dibangun, kalau penumpangnya tambah terus mau ke mana? Masa kemudian dipaksakan lagi? Sementara Soekarno Hatta sudah tidak bisa dikembangkan karena keterbatasan lahan, aksesibilitas, dan lain sebagainya.
Itulah kenapa Bu Rini sebagai menteri BUMN dorong kita. 'Coba kamu cari alternatif untuk pengembangan Soekarno Hatta'. Sehingga muncul ide yang disebut the second Soekarno Hatta airport. Kita harus cari yang jaraknya tidak terlalu jauh.
Jadi konsep the second airport Itu biasa saja di dunia. Beijing sekarang lagi bangun the second Beijing International Airport. Shanghai sudah Punya 2, satu di Pudong, satu di Hongqiao. Terus kayak Paris, Charles De Gaulle terkoneksi sama Aurelie. Terus Dubai juga sedang bangun, normal saja. Kayak sekarang Korea dia terkoneksi. Satu di Incheon, satu di Gimpo.
Kalau Soekarno Hatta punya 2 bandara yang terkoneksi yang satu Soekarno Hatta I dan Soekarno Hatta II dengan moda transportasi life real transit atau people movement, ya biasa saja.
15. Terakhir Pak, katanya mau ada diferensiasi airport itu bagaimana?

Jadi tren ke depan ada namanya airport game changer. Airport game changer itu dia kasih rekomendasi kepada airport operator. Kamu kalau punya bandara ke depan tidak bisa lagi membuat generalisasi bandara, jadi repot itu. Tidak bisa dibuat general airport itu, harus difokuskan untuk sektor tertentu.
Makanya konsepnya disebut dengan segmented airport, jadi di segmen gitu, itu benar. Saya sekarang saya punya Banyuwangi, saya juga punya Soekarno Hatta masa cara mengelola di Soekarno Hatta di Banyuwangi harus sama? Berarti kan Banyuwangi yang bandara kecil itu too costly kalau harus di-treatment seperti Soekarno Hatta.
Kalau Soekarno Hatta jelas bandaranya besar, traffic 66 juta. Terus stakeholder-nya banyak. Kalau kemudian konsep itu kita pakai ke Banyuwangi atau ke Silangit atau ke Tanjungpinang, oh ya too costly, biayanya sangat besar. Jadi Anda harus tentukan Banyuwangi itu mau menjadi apa.
Makanya Banyuwangi itu konsepnya lahir untuk konsep untuk dia adalah tourism airport jadi airport untuk tourism. Karena orang banyak ke Banyuwangi karena di attract adanya Ijen, Kawah Ijen. Kawah Ijen itu kan tempat yang unik karena dia punya blue fire dan blue fire itu banyak di dunia cuma ada di dua tempat. Yang satunya kalau nggak salah di Islandia.
Sehingga orang tertarik datang ke Banyuwangi yang pengen ke Ijen terus abis itu cari makanan, kuliner, kopi terus abis itu 'Ah saya mau nyebrang ke Bali dah'. Jadi memang di-attract oleh tourism activities. Jadi harusnya bandara Banyuwangi yang sudah keren itu, itu di set up untuk kebutuhan tourism.