TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita 3 CEO Muda Mendirikan Pluang, Pintu, dan PasarPolis

Pasar jasa keuangan Indonesia sayang untuk dilewatkan

Wild Digital Indonesia 2021 (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Jakarta, IDN Times - Indonesia merupakan negara dengan tingkat literasi keuangan yang masih rendah. Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa literasi keuangan Indonesia pada tahun 2020 masih ada di kisaran 40 persen.

Kenaikannya lumayan lambat mengingat literasi keuangan pada penduduk Indonesia pada 2013 hanya sebesar 21 persen. Itu artinya butuh tujuh tahun untuk menambahkan literasi keuangan 19 persen menjadi 40 persen.

Meski terkesan lambat, potensi sektor jasa keuangan di Indonesia sangatlah besar. Itulah mengapa banyak perusahaan teknologi keuangan alias financial technology (fintech) yang kini menyasar pasar Indonesia. Tiga di antaranya hadir dalam gelaran Wild Digital Conference 2021 pada Kamis (9/9/2021).

Richard Chua tercatat sebagai Co-Founder sekaligus Co-CEO Pluang, Jeth Soetoyo merupakan Founder sekaligus CEO Pintu, dan Cleosant Randing selaku Founder dan CEO PasarPolis.

Dalam sesi "Fintech: Making Investing More Accessible" yang dipandu oleh Pemimimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis,  Richard, Jeth, dan Cleosant berbagi kisah dan pengalaman dalam mendirikan serta mengoperasikan perusahaan fintech mereka masing-masing.

Yuk simak kisah mereka.

Baca Juga: Kembangkan Inovasi Asuransi, IFC Resmi Jadi Investor PasarPolis 

1. Pengalaman Richard Chua di Google Pay membawanya mendirikan Pluang

Co-Founder dan CO-CEO Pluang, Richard Chua di Wild Digital Indonesia 2021. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Memiliki latar belakang entreprenuer di bidang teknologi dan keuangan membuat Richard Chua memahami seluk beluk teknologi finansial. Dia mengawali karier sebagai seorang konsultan manajemen di Bain and Company sebelum akhirnya pindah ke Google dan terlibat dalam proyek Google Pay.

"Saya sangat beruntung bisa terlibat bersama dalam proyek Google Pay di mana saya bisa melihat langsung dampak layanan keuangan di pasar negara berkembang dan Google Pay kini menjadi aplikasi layanan keuangan terbesar dan paling banyak diunduh di dunia," kata Richard.

Bersamaan dengan pekerjaannya di Google, Richard pun menjalani minat lainnya dalam berinvestasi. Pada 2012, Richard mengakui bahwa dirinya semakin serius melakukan investasi.

Kala itu, dia menggunakan aplikasi bernama Interactive Brokers untuk memuaskan minatnya akan investasi saham. Dari situ, dia sadar bahwa aplikasi tersebut sangat mudah digunakan oleh millennial yang ingin mencoba melakukan investasi.

"Terlintas di benak saya bahwa hal tersebut akan menjadi kesempatan sangat besar bagi masyarakat Indonesia. Saya kemudian menemui rekan co-founder saya, Claudia dan beberapa lainnya dari Sekolah Bisnis Harvard. Kami melihat peluang tersebut enam tahun lalu," kata Richard.

Richard menambahkan, dirinya yakin hal tersebut bisa menjadi sesuatu sangat besar bagi masyarakat Indonesia. Dia juga yakin bahwa itu dapat membantu memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya.

"Itu adalah sesuatu yang saya alami secara langsung sebagai investor dan saya sangat bersemangat membawanya (Pluang) ke Indonesia," kata dia.

Baca Juga: UOB Rilis Reksa Dana Eksklusif di Pluang, Investasi Mulai Rp15 Ribu

2. Potensi mata uang kripto di mata Jeth Soetoyo

Founder dan CEO Pintu, Jeth Soetoyo dalam Wild Digital Indonesia 2021. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko

Jeth Soetoyo berbagi kisahnya pada awal mula mendirikan Pintu. Berdasarkan situs resminya, Pintu merupakan sarana untuk membeli, menjual dan menyimpan, serta mengirim mata uang kripto.

Dalam diskusi di Wild Digital Conference 2021, Jeth menuturkan ia pertama kali terjun ke dunia mata uang kripto pada 2017 silam atau tepatnya empat tahun lalu.

"Saya pikir waktu itu saya termasuk orang yang benar-benar percaya pada investasi Bitcoin dan saya melihat adanya potensi sistem keuangan yang jauh lebih efisien karena waktu itu saya mengirim uang dari Amerika Serikat (AS) ke Indonesia dalam waktu yang sangat cepat," kata Jeth.

Jeth mengakui bahwa selama hidupnya di AS, ketika dia menempuh pendidikan di Harvard dan kemudian lulus dengan gelar MBA, dia mendapatkan kesempatan untuk bekerja di sebuah lab inkubasi blockhain bernama ConsenSys.

Di sana, sambung Jeth, dirinya belajar banyak tentang fundamental mata uang kripto sehingga hal itu semakin menambah pemahamannya terkait komoditas tersebut. Bermodalkan hal tersebut dan ide ingin mengubah sistem keuangan yang sudah ada, Jeth kembali ke Jakarta pada 2019 untuk meluncurkan Pintu.

Saat ini, Pintu telah menjadi perusahaan teknologi blockhain terkemuka di Indonesia dan telah mendapatkan izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk beroperasi di Indonesia.

Baca Juga: Winston Utomo Ungkap 3 Cara Perusahaan Media Bisa Maju 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya