TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Waspadai Momok Taper Tantrum, Pemerintah Siapkan 'Sabuk Pengaman'

Fenomena taper tantrum punya potensi untuk datang lagi

Ilustrasi pertumbuhan PAD (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Fenomena taper tantrum dikabarkan akan datang lagi. Hal itu bisa memberikan goncangan besar terhadap perekonomian Indonesia. Untuk itu, pemerintah menyiapkan 2 kunci terpenting untuk mengamankan perekonomian dari dampak taper tantrum.

Sebelum membahas lebih jauh, taper tantrum itu sendiri adalah sebutan dari efek pengumuman kebijakan moneter dari Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias Federal Reserve (The Fed). 

Nah, taper tantrum ini sudah pernah terjadi pada tahun 2013, pasca krisis keuangan global. Kala itu, The Fed mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR), artinya tak lagi mempertahankan suku bunga di level rendah. Kedua, mengurangi quantitative easing (QE) atau pembelian obligasi Treasury, sehingga jumlah uang yang beredar tak lagi melimpah.

Dikutip dari Bloomberg, berdasarkan hasil rapat Komite Pengambil Kebijakan The Fed atau Federal Open Market Committee (FOMC) yang digelar April lalu, The Fed kemungkinan akan mengurangi kebijakan QE yang sebesar 120 miliar dolar AS per bulan, dan kemungkinan akan mulai berlaku pada akhir 2021. 

Baca Juga: Bos The Fed Optimistis Suku Bunga Bakal Naik Sebelum 2022

Baca Juga: Gubernur BI: Nilai Tukar Rupiah Masih Berpotensi Menguat

1. Dampak taper tantrum buat Indonesia

Ilustrasi dolar AS (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Mengapa taper tantrum menakutkan terutama untuk pelaku pasar? Ketika AS mengumumkan akan menaikkan suku bunga, maka pelaku pasar akan berancang-ancang membeli dolar AS. Nah, permintaan dolar AS pun otomatis melonjak, sementara mata uang negara lain melemah.

Dilansir dari Wall Street Journal, taper tantrum di tahun 2013 turut menyeret Indonesia. Kala itu terjadi fenomena di mana arus modal keluar sangatlah deras, dan terjadi penurunan nilai rupiah.

2. Pemerintah siapkan 'sabuk pengaman'

Ilustrasi Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Hidayat Amir mengatakan, untuk menghadapi ancaman taper tantrum, pemerintah menyiapkan 2 hal. Pertama ialah menciptakan kebijakan yang terukur dan melihat proyeksi perekonomian ke depannya.

Kedua, memberikan sinyal-sinyal kondisi perekonomian yang terjadi di berbagai negara kepada pelaku pasar, sehingga bisa mengambil langkah yang tepat.

"Kami misalnya salah bentuk signaling-nya, kami siapkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF). Isinya asesmen kondisi makro yang terjadi, dan proyeksi yang akan terjadi. Berikutnya, apa respons kebijakannya? Kita melihat sampai sekarang ini, kita melihat pandemi ini akan berakhir atau berhentinya kapan?" tutur Amir dalam webinar Dialogue Kita, Jumat (4/6/2021) .

Baca Juga: Menteri Keuangan AS Sebut Suku Bunga Mungkin Harus Naik

3. Suku bunga rendah tak akan selamanya terjadi

Ilustrasi ekonomi terdampak pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Amir mengatakan, suatu hari pasti suku bunga akan kembali naik, terutama ketika negara-negara mulai bangkit dari krisis. Oleh sebab itu, menurutnya sudah sewajarnya bahwa tingkat suku bunga akan kembali baik.

"Sederhananya kalau sekarang tingkat suku bunga sangat rendah, itu kan tidak akan selamanya. Itu adalah situasi yang tidak normal. Nah normalnya seperti apa? Ya itu akan kita lihat. Inflasi sangat rendah, sekarang sudah mulai naik, dan seterusnya. jd ini situasi yg kita hadapi adalah upnormal, sesuatu yang extraordinary. Nah itu yang harus kita antisipasi," imbuh dia.

Baca Juga: Ramai Isu Exit Policy The Fed, BI Mengaku Sudah Siapkan Formula

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya