pexels.com/Karolina Grabowska
Meski BPPN telah lama dibubarkan, tidak ada salahnya mengetahui perjalanan lembaga negara ini dari sejak dibentuk. Sebab meski pada akhirnya kinerja BPPN dinilai tidak baik, lembaga ini pernah berhasil melakukan pengembalian uang negara.
Selengkapnya berikut kilas perjalanan BPPN sejak dibentuk hingga dibubarkan:
Lembaga BPPN dibentuk di tengah krisis moneter tahun 1998 dengan tugas pokok penyehatan perbankan, penyelesaian aset bermasalah dan mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada sektor perbankan. Pemerintah saat itu tidak menyatakan adanya bank yang tidak sehat namun nyatanya banyak bank dalam masalah tersebut.
Untuk menjalankan misinya, BPPN dibekali kewenangan yang secara resmi sebagai landasan hukum operasional dalam Keppres No. 34 Tahun 1998 tentang Tugas dan Kewenangan Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
BPPN dipimpin Glenn Yusuf kemudian memperkuat organisasinya dengan divisi khusus, yakni pertama divisi Asset Management Credit (AMC) untuk menangani kredit bermasalah pada bank-bank yang ditutup atau diambil pemerintah. Kedua divisi Asset Management Investment (AMI) yang bertugas menangani aset bank atau pemilik bank.
Tidak main-main, nilai seluruh aset di tangan AMC dan AMI saat itu mencapai Rp. 640 triliun.
- September 1998 – awal 1999
Kinerja BPPN pada mulanya cukup baik, dengan berhasil mengunpulkan Rp 112,643 triliun dari tangan sembilan konglomerat pemilik bank. BPPN berhasil membuat lima konglomerat pemilik bank mengikat diri ke dalam Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) serta empat pemilik bank lainnya bersepakat pada Master Refinancing and Notes Issues Agreement (MRA).
BPPN dengan pemilik bank juga bersepakat membentuk perusahaan induk sebagai pengelola penjualan aset. Selain MSAA dan MRA, BPPN juga membuat skema Akta Pengakuan Utang (APU) bagi para pengusaha sebagai pilihan lain.
Wewenang BPPN Kemudian diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1999 tentang BPPN (PP 17/1999).
Tampak cemerlang di awal, BPPN mengalami kendala pada proses pengembalian aset yang seharusnya sudah ditangani dan dijual nyatanya masih mengalami berbagai kendala. Mulai dari kelengkapan dokumen, saham pemilik yang sudah berpindah tangan pada kreditur.
Dan yang paling parah adanya perbedaan valuasi atas aset yang diserahkan kepada BPPN. Sebut saja Salim Grup yang pada valuasi auditor mengaku memiliki aset senilai Rp 52.667 triliun ternyata saat dilakukan due dilligent oleh Holdiko, nilai asetnya tidak lebih dari Rp. 20 triliun.
Melihat upaya pengalihan aset yang terkendala, BPPN membuat kebijakan baru sebagai upaya percepatan serta optimalisasi tingkat pengembalian meliputi bidang: penyelesaian Asset Transfer Kit (ATK), Restrukturisasi Utang, dan Penjualan Hak Tagih.
Cara tersebut memungkinkan BPPN untuk menjual langsung dan tender aset yang ada. Percepatan ini dilakukan juga sebab munculnya wacana pembubaran BPPN yang dijadwalkan pada 2004 sebab lembaga yang dinilai tidak efektif menjalankan tugasnya.
Pertengahan 2002, Syafruddin A Temenggung, yang merupakan kepala BPPN saat itu bertekat melakukan percepatan pembubaran BPPN pada 2003 atau lebih cepat dari jadwalnya. Percepatan yang disebut soft landing BPPN 2003.
Tekat percepatan tersebut diikuti dengan kebijakan program penjualan 2.500 aset senilai Rp 158 triliun secara bersamaan. Kemudian, aset yang tidak laku, Selanjutnya akan dikelola oleh joint venture, holding company, dan clearing house yang khusus menangani penukaran aset dan obligasi.
Bersama Komissi V DPR RI, Syafruddin mendiskusikan nasib lembaga yang dipimpinnya, ia mengeluhkan tidak adanya dukungan institusi pemerintah terhadap BPPN untuk menjalankan tugas. PP 17 yang mengatur kewenangan BPPN secara khusus nyatanya tidak banyak berguna di lapangan.
Hal tersebut dapat dilihat sari 66 surat sita yang dikeluarkan terhadap aset pengurang, hanya tiga bulan yang berhasil dimenangkan dan berhasil dilakukan penyitaan. Sebulan kemudian pada Maret 2003, BPPN mempresentasikan skenario untuk mengakhiri lembaga negara tersebut di depan para pejabat Departemen Keuangan.
BPPN resmi dibubarkan oleh presiden Megawati dan kemudian menunjuk Boediono, Menteri Keuangan sebagai Ketua Tim Pemberesan BPPN melalui Keppres Nomor 16/2004 tentang Pembentukan Tim Pemberesan BPPN. Dengan demikian BPPN resmi dibubarkan.
Itulah perjalanan BPPN dari terbentuk hingga dibubarkan. Bagaimana menurut kamu, perlukah lembaga ini ada saat ini?