Badan Penyehatan Perbankan Nasional: Pengertian, Fungsi dan Jenisnya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pernah mendengar Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)? Lembaga negara satu ini dibentuk pada tahun 1998 berdasar Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1998 tentang Pembentukan BPPN. Namun sayangnya, kinerja lembaga negara satu ini dinilai kurang baik hingga 27 Februari 2004 atau enam tahun sejak terbentuk, BPPN secara resmi dibubarkan.
BPPN dibubarkan pada masa pemerintahan presiden ke 5, Megawati Soekarno Putri dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengakhiran Tugas dan Pembubaran BPPN. Apa itu Badan Penyehatan Perbankan Nasional, dan apa fungsinya, simak penjelasan dari IDN Times di bawah ini.
Baca Juga: Eks Kepala BPPN Hadapi Sidang Vonis Kasus BLBI Hari Ini
1. Tugas BPPN
Pada mulanya, pembentukan BPPN bertujuan untuk menjadikan sebuah lembaga negara yang bertugas penyehatan perbankan, mengurus penyelesaian aset bermasalah hingga mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada sektor perbankan serta mengadministrasikan program jaminan pemerintah (Indonesian Bank Restructuring Agency/IBRA).
Nyatanya tugas-tugas tersebut tidak dijalankan dengan baik, terlihat dengan banyaknya perbankan bermasalah pada saat itu. BPPN dinilai tidak berhasil mengatasi masalah perbankan sebagai tugas yang harusnya dijalankan.
Baca Juga: Ini yang Jadi Dasar Hakim Jatuhkan Vonis 13 Tahun Bagi Eks Kepala BPPN
2. Perjalanan BPPN hingga dibubarkan
Meski BPPN telah lama dibubarkan, tidak ada salahnya mengetahui perjalanan lembaga negara ini dari sejak dibentuk. Sebab meski pada akhirnya kinerja BPPN dinilai tidak baik, lembaga ini pernah berhasil melakukan pengembalian uang negara.
Selengkapnya berikut kilas perjalanan BPPN sejak dibentuk hingga dibubarkan:
- Februari 1998
Lembaga BPPN dibentuk di tengah krisis moneter tahun 1998 dengan tugas pokok penyehatan perbankan, penyelesaian aset bermasalah dan mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada sektor perbankan. Pemerintah saat itu tidak menyatakan adanya bank yang tidak sehat namun nyatanya banyak bank dalam masalah tersebut.
Untuk menjalankan misinya, BPPN dibekali kewenangan yang secara resmi sebagai landasan hukum operasional dalam Keppres No. 34 Tahun 1998 tentang Tugas dan Kewenangan Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
- Pertengahan 1998
BPPN dipimpin Glenn Yusuf kemudian memperkuat organisasinya dengan divisi khusus, yakni pertama divisi Asset Management Credit (AMC) untuk menangani kredit bermasalah pada bank-bank yang ditutup atau diambil pemerintah. Kedua divisi Asset Management Investment (AMI) yang bertugas menangani aset bank atau pemilik bank.
Tidak main-main, nilai seluruh aset di tangan AMC dan AMI saat itu mencapai Rp. 640 triliun.
- September 1998 – awal 1999
Editor’s picks
Kinerja BPPN pada mulanya cukup baik, dengan berhasil mengunpulkan Rp 112,643 triliun dari tangan sembilan konglomerat pemilik bank. BPPN berhasil membuat lima konglomerat pemilik bank mengikat diri ke dalam Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) serta empat pemilik bank lainnya bersepakat pada Master Refinancing and Notes Issues Agreement (MRA).
BPPN dengan pemilik bank juga bersepakat membentuk perusahaan induk sebagai pengelola penjualan aset. Selain MSAA dan MRA, BPPN juga membuat skema Akta Pengakuan Utang (APU) bagi para pengusaha sebagai pilihan lain.
Wewenang BPPN Kemudian diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1999 tentang BPPN (PP 17/1999).
- Mei 1999 – Desember 2000
Tampak cemerlang di awal, BPPN mengalami kendala pada proses pengembalian aset yang seharusnya sudah ditangani dan dijual nyatanya masih mengalami berbagai kendala. Mulai dari kelengkapan dokumen, saham pemilik yang sudah berpindah tangan pada kreditur.
Dan yang paling parah adanya perbedaan valuasi atas aset yang diserahkan kepada BPPN. Sebut saja Salim Grup yang pada valuasi auditor mengaku memiliki aset senilai Rp 52.667 triliun ternyata saat dilakukan due dilligent oleh Holdiko, nilai asetnya tidak lebih dari Rp. 20 triliun.
- Mei-Juli 2002
Melihat upaya pengalihan aset yang terkendala, BPPN membuat kebijakan baru sebagai upaya percepatan serta optimalisasi tingkat pengembalian meliputi bidang: penyelesaian Asset Transfer Kit (ATK), Restrukturisasi Utang, dan Penjualan Hak Tagih.
Cara tersebut memungkinkan BPPN untuk menjual langsung dan tender aset yang ada. Percepatan ini dilakukan juga sebab munculnya wacana pembubaran BPPN yang dijadwalkan pada 2004 sebab lembaga yang dinilai tidak efektif menjalankan tugasnya.
- Juni 2002
Pertengahan 2002, Syafruddin A Temenggung, yang merupakan kepala BPPN saat itu bertekat melakukan percepatan pembubaran BPPN pada 2003 atau lebih cepat dari jadwalnya. Percepatan yang disebut soft landing BPPN 2003.
Tekat percepatan tersebut diikuti dengan kebijakan program penjualan 2.500 aset senilai Rp 158 triliun secara bersamaan. Kemudian, aset yang tidak laku, Selanjutnya akan dikelola oleh joint venture, holding company, dan clearing house yang khusus menangani penukaran aset dan obligasi.
- Februari- Maret 2003
Bersama Komissi V DPR RI, Syafruddin mendiskusikan nasib lembaga yang dipimpinnya, ia mengeluhkan tidak adanya dukungan institusi pemerintah terhadap BPPN untuk menjalankan tugas. PP 17 yang mengatur kewenangan BPPN secara khusus nyatanya tidak banyak berguna di lapangan.
Hal tersebut dapat dilihat sari 66 surat sita yang dikeluarkan terhadap aset pengurang, hanya tiga bulan yang berhasil dimenangkan dan berhasil dilakukan penyitaan. Sebulan kemudian pada Maret 2003, BPPN mempresentasikan skenario untuk mengakhiri lembaga negara tersebut di depan para pejabat Departemen Keuangan.
- 27 Februari 2004
BPPN resmi dibubarkan oleh presiden Megawati dan kemudian menunjuk Boediono, Menteri Keuangan sebagai Ketua Tim Pemberesan BPPN melalui Keppres Nomor 16/2004 tentang Pembentukan Tim Pemberesan BPPN. Dengan demikian BPPN resmi dibubarkan.
Baca Juga: Jaksa Sebut Mantan Kepala BPPN Dekat dengan Orangnya Sjamsul Nursalim
Itulah perjalanan BPPN dari terbentuk hingga dibubarkan. Bagaimana menurut kamu, perlukah lembaga ini ada saat ini?