[CERPEN] Kotak Kecil di Sudut Jendela

Cerita tentang sebuah kotak kecil berisi kenangan indah

Fahri duduk di depan kotak kecil yang diletakkan di sudut jendela kamarnya. Kotak itu terlihat tua dan usang, tapi isinya sangat berharga baginya. Dia membuka kotak itu perlahan-lahan, mengambil foto-foto yang tersimpan di dalamnya satu per satu. Di antara foto-foto itu, ada satu foto yang selalu membuatnya sedih. Foto itu adalah foto kebersamaannya dengan sang ibu, yang kini sudah tidak ada lagi.

"Maafkan aku, Ma," gumam Fahri sambil menatap foto itu dengan mata berkaca-kaca. "Aku tidak bisa membahagiakanmu seperti yang kau harapkan."

Fahri merapikan kembali foto-foto itu dan meletakkannya di dalam kotak kecil. Dia menatap keluar jendela, menatap langit yang gelap dan mendung. Hujan sudah turun sejak tadi sore dan semakin deras sekarang. Fahri merasa sedih dan kesepian. Dia merindukan kebersamaan dengan sang ibu, yang selalu memberinya semangat dan kehangatan.

Tiba-tiba, terdengar suara ketukan di pintu kamarnya. Fahri bangkit dari tempat duduknya dan membuka pintu. Di balik pintu, ada seorang teman baiknya, Rian.

"Hey, Fahri. Bagaimana kabarmu?" tanya Rian sambil masuk ke dalam kamar Fahri.

"Baik-baik saja," jawab Fahri dengan suara lemah.

Rian melihat kotak kecil di sudut jendela dan bertanya, "Apa itu?"

"Kotak kenanganku," jawab Fahri.

Rian mengambil salah satu foto dari kotak itu dan melihatnya dengan seksama. "Wah, kamu punya banyak kenangan ya," kata Rian.

Fahri hanya tersenyum pahit. Dia merasa sedih ketika melihat foto-foto itu, terutama foto bersama ibunya. Dia merindukan kehangatan dan kasih sayang sang ibu, yang sekarang hanya tinggal kenangan.

Rian melihat ekspresi sedih di wajah Fahri dan bertanya, "Ada yang salah, kan? Apa yang terjadi?"

Fahri terdiam sejenak sebelum akhirnya ia mengatakan, "Aku merindukan ibuku. Aku merindukan kebersamaannya. Dan aku merasa bersalah karena tidak bisa memberinya hidup yang lebih baik."

Rian mengerti perasaan Fahri. Dia tahu betapa pentingnya orang tua dalam hidup Fahri, terutama sang ibu yang sudah meninggal. Dia mencoba menghibur temannya itu dengan berkata, "Fahri, kamu harus percaya bahwa ibumu selalu ada di hatimu. Dan aku yakin, dia pasti bangga padamu."

Fahri menatap Rian dengan mata berkaca-kaca. Dia menghargai kata-kata Rian, tapi rasa sedihnya masih menghantui dirinya. Dia merindukan kehangatan dan cinta dari orang yang telah pergi dari hidupnya. Dia ingin bisa kembali ke masa lalu dan merasakan kebahagiaan bersama ibunya. Tapi itu tidak mungkin. Dia harus menerima kenyataan bahwa sang ibu sudah pergi dan dia harus melanjutkan hidupnya sendiri.

"Fahri, kamu tidak sendiri. Kamu punya teman-teman yang selalu siap membantumu," kata Rian.

Fahri mengangguk pelan. Dia merasa lega memiliki teman seperti Rian yang selalu ada untuknya. Dia menatap kotak kecil di sudut jendela dan memutuskan untuk mengambil salah satu foto darinya. Dia memberikan foto itu kepada Rian dan berkata, "Ini adalah foto terakhirku bersama ibuku. Aku ingin kau memiliki salah satu kenangan tentang dia."

Rian tersenyum dan menerima foto itu dengan hati yang hangat. Dia merasa terharu dengan tindakan Fahri yang begitu baik hati. Dia tahu bahwa Fahri pasti akan terus merindukan ibunya, tapi dia yakin bahwa Fahri akan bisa melewatinya dengan bantuan teman-temannya.

Mereka berdua duduk di dekat jendela, menatap hujan yang semakin deras di luar sana. Rian memulai pembicaraan baru dengan tawa ringan, dan Fahri merasa hatinya sedikit terhibur. Mereka berbicara tentang masa lalu, tentang kenangan mereka bersama, dan tentang masa depan yang mereka harapkan. Fahri merasa terima kasih karena Rian telah membuatnya merasa lebih baik.

"Terima kasih sudah datang, Rian. Kamu selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik," ucap Fahri.

Rian hanya tersenyum dan berkata, "Kita harus saling mendukung satu sama lain, bukan? Kita adalah teman sejati."

Fahri mengangguk. Dia merasa beruntung memiliki teman seperti Rian yang selalu siap membantunya. Dia menatap kotak kecil di sudut jendela dan tersenyum sedih. Dia tahu bahwa kenangan tentang ibunya akan selalu ada di hatinya, tapi dia juga tahu bahwa dia harus melanjutkan hidupnya dan membangun masa depan yang lebih baik.

Mereka berdua duduk di sana, menatap jendela, menikmati keheningan di dalam kamar. Hujan semakin deras, tapi mereka tidak terganggu dengan suara gemuruh di luar sana. Mereka menikmati kebersamaan mereka dan berjanji untuk selalu saling mendukung satu sama lain.

Fahri merasa lega dan terhibur. Dia tahu bahwa meskipun kehilangan ibunya, dia tidak sendirian. Dia memiliki teman-teman yang selalu siap membantunya. Dan itu sudah cukup baginya untuk melanjutkan hidupnya dan membangun masa depan yang lebih baik.

Baca Juga: [CERPEN] Lukisan Mawar Merah

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

FIQRAH RISAR Photo Verified Writer FIQRAH RISAR

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya