[CERPEN] Menunggu di Bawah Hujan

Menunggu di bawah hujan, sedih tak terucapkan  

Hujan deras mengguyur kota. Angin bertiup kencang, menambah rasa dingin yang menusuk tulang. Di tepi jalan, seorang pria duduk di bawah payung kecil menunggu dengan sabar. Dia telah menunggu di sana selama hampir tiga jam sekarang. Tetapi tetap saja tidak ada yang datang.

"Jangan lama-lama di sini, bang," ucap seorang anak kecil yang melewatinya. "Nanti sakit."

Pria itu mengangguk pelan, tetapi tetap bertahan di sana. Dia menatap jalan kosong dengan harapan dan kegelisahan di hati. Tiba-tiba, dia mendengar suara sepeda motor yang mendekat dari jauh. Dia memandang ke arah suara itu dan melihat seorang perempuan muda yang menuntun sepeda motornya melewati genangan air di jalan.

"Maaf, aku terlambat," kata perempuan itu sambil meletakkan sepeda motornya di dekat sang pria.

"Tidak apa-apa," jawab pria itu. "Aku juga masih di sini."

Mereka berdua berdiri di bawah payung kecil itu, terdiam untuk beberapa saat. Lalu, perempuan itu berkata, "Apa kabarmu, Adam?"

Adam menatap perempuan itu, kemudian menarik nafas panjang. "Aku baik-baik saja, Sarah. Bagaimana kabarmu?"

Sarah mengangkat bahunya. "Biasa saja. Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan."

Mereka kembali terdiam untuk beberapa saat, menatap hujan yang semakin lebat. Lalu, Sarah berkata, "Aku tahu mengapa kamu meminta aku datang ke sini, Adam. Kamu ingin berbicara tentang dia, bukan?"

Adam mengangguk perlahan. "Ya, aku ingin tahu apa yang terjadi padanya. Kamu adalah teman dekatnya, kan?"

Sarah menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu apa-apa, Adam. Dia tidak pernah menghubungiku lagi setelah itu."

Adam menatap Sarah dengan tatapan sedih. "Aku merindukannya, Sarah. Aku merindukannya setiap hari."

Sarah meletakkan tangannya di pundak Adam. "Aku tahu, Adam. Aku juga merindukannya."

Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat lagi, saling merenung. Lalu, Sarah berkata, "Aku tahu ini sulit bagimu, Adam. Tapi kamu harus terus hidup. Kamu tidak bisa terus seperti ini."

Adam menatap Sarah dengan sedih. "Aku tahu, Sarah. Tapi bagaimana aku bisa melupakan dia? Bagaimana aku bisa hidup tanpanya?"

Sarah menggenggam tangan Adam erat-erat. "Kamu harus mencoba, Adam. Dia tidak akan menginginkanmu hidup dalam kesedihan seperti ini. Kamu harus membiarkan dia pergi dan mencoba untuk melanjutkan hidupmu. Kamu masih punya masa depan. Dia pasti ingin yang terbaik bagimu."

Adam menatap Sarah dengan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa Sarah benar, tetapi terkadang begitu sulit untuk melepaskan seseorang yang begitu dicintai. Namun, setelah mendengar kata-kata Sarah, dia merasa ada sedikit harapan.

"Mungkin kamu benar, Sarah," kata Adam perlahan. "Mungkin aku harus mencoba melupakan dia dan melanjutkan hidupku."

Sarah tersenyum lembut. "Aku tahu kamu bisa melakukannya, Adam. Aku akan selalu ada untukmu jika kamu membutuhkan seseorang untuk berbicara."

Adam mengangguk, merasa terharu dengan kebaikan hati Sarah. "Terima kasih, Sarah. Kamu selalu menjadi teman yang baik bagiku."

Mereka berdua duduk di bawah payung kecil itu menunggu hujan reda. Meskipun hati Adam masih sedih, dia merasa sedikit lega setelah berbicara dengan Sarah. Dia merasa bahwa dia tidak sendiri. Dia masih punya teman yang peduli padanya.

Setelah hujan reda, Sarah berdiri dan menarik Adam bangkit juga. "Ayo, aku antar kamu pulang," kata Sarah ramah.

Adam tersenyum. "Terima kasih, Sarah. Kamu selalu peduli padaku."

Mereka berdua berjalan keluar dari bawah payung kecil itu menuju sepeda motor Sarah yang sudah menunggu. Adam masih merasa sedih dan terpuruk, tetapi dia tahu bahwa dia harus mencoba untuk melanjutkan hidupnya. Mungkin memang sulit untuk melepaskan seseorang yang begitu dicintai, tetapi ada sedikit harapan di hatinya bahwa suatu saat nanti dia bisa melupakan dan melanjutkan hidupnya.

Mereka naik sepeda motor menuju rumah Adam. Di tengah perjalanan, Sarah berkata, "Kamu tahu, Adam, hujan itu selalu membuatku merasa sedih."

Adam menatap Sarah dengan heran. "Kenapa?"

Sarah tersenyum sedih, "Hujan itu selalu mengingatkanku padanya. Dia selalu suka bermain hujan, dan kami selalu berjalan-jalan di bawah hujan bersama-sama."

Adam merasakan hatinya tercekik oleh perasaan sedih. Dia merasa bahwa dia bukanlah satu-satunya yang merindukan orang yang dicintai.

Mereka akhirnya tiba di rumah Adam. Sarah berhenti di depan pintu. "Aku harus pergi sekarang, Adam. Ingatlah, kamu selalu punya teman yang peduli padamu."

Adam tersenyum dan mengangguk. "Aku akan selalu mengingatnya, Sarah. Dan aku akan mencoba untuk hidup seperti yang dia inginkan."

Sarah tersenyum lembut. "Aku tahu kamu bisa melakukannya, Adam. Sampai jumpa besok di kampus, ya?"

Adam mengangguk. "Sampai jumpa besok, Sarah. Terima kasih lagi."

Sarah tersenyum, kemudian berjalan ke sepeda motornya dan pergi. Adam melihatnya pergi, kemudian berbalik dan membuka pintu rumahnya.

Di dalam rumah, Adam duduk di sofa dan memandang ke luar jendela. Dia masih merasa sedih, tetapi setidaknya dia merasa ada sedikit harapan untuk melanjutkan hidupnya. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan mencoba untuk melupakan orang yang dicintainya, lalu melanjutkan hidupnya dengan cara yang baik.

Adam mengambil ponselnya dan membuka galeri foto. Dia melihat foto-foto bersama dengan orang yang dicintainya. Dia merasa sedih, tetapi dia tahu bahwa dia harus membiarkan orang tersebut pergi dan mencoba untuk hidup dengan cara yang lebih baik.

Beberapa saat kemudian, ponsel Adam berdering. Dia melihat panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Dia ragu untuk menjawab, tetapi akhirnya dia memutuskan untuk mengambil panggilan tersebut.

"Halo, Adam?" suara lelaki di seberang sambungan mengatakan.

"Ya, siapa ini?" tanya Adam.

"Ini dokter dari rumah sakit," kata lelaki itu. "Saya ingin memberitahukan bahwa pasangan Anda, Rachel, telah meninggal dunia dalam kecelakaan mobil tadi malam."

Adam merasakan dunianya runtuh. Dia tidak bisa berbicara, dia tidak bisa bernapas. Semua yang dia tahu adalah bahwa Rachel, orang yang dia cintai, telah meninggal dunia. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Setelah beberapa saat, Adam menemukan kekuatannya dan berkata, "Terima kasih telah memberitahu saya."

Dia meletakkan telepon dengan gemetar, kemudian memejamkan mata dan menangis. Semua kenangan indah bersama Rachel datang kembali dalam ingatannya. Dia merasa sedih dan kehilangan.

Namun, setelah beberapa saat, Adam mengingat kata-kata Sarah. Dia harus mencoba untuk melupakan Rachel dan melanjutkan hidupnya. Dia tahu bahwa itu tidak akan mudah, tetapi dia harus mencoba.

Adam membuka matanya dan melihat ke luar jendela. Hujan masih turun, tetapi sekarang dia tidak lagi merasa sedih. Dia merasa sedikit lega, karena dia tahu bahwa Rachel sudah pergi dan dia harus mencoba untuk melupakan dan melanjutkan hidupnya.

Dia bangkit dari sofa dan pergi ke kamar mandi. Dia membasuh wajahnya, kemudian kembali ke ruang tamu. Dia mengambil buku yang sudah lama dia ingin baca dan mulai membacanya. Dia merasa sedikit tenang. Dia tahu bahwa dia harus mencoba untuk melanjutkan hidupnya.

Adam menghela nafas dalam-dalam, kemudian kembali memandang ke luar jendela. Hujan masih turun, tetapi sekarang dia tidak lagi merasa sedih. Dia merasa sedikit lega, karena dia tahu bahwa dia masih memiliki masa depan yang panjang dan harus mencoba untuk menikmati hidupnya.

Baca Juga: [CERPEN] Layaknya Rel Kereta Api

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

FIQRAH RISAR Photo Verified Writer FIQRAH RISAR

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya