Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
unsplash/Alessandra Caretto

Bagaimana mungkin aku mampu melupakannya?
begitu manis kala dicecap, begitu indah kala dikenang
aku dan kau menapaki hamparan pasir putih
lengan kananku melingkar di bahumu
lengan kirimu melekat di pinggangku
lidahku kelu ucapkan kata
gelombang laut cerminkan gejolak di dada
desir angin jadi bisikan mesra di telingamu
senyum manis bibirmu adalah jawaban sejiwa denganku

Bersama kita duduk berdampingan di bangku tepian pantai
memandangi debur ombak laut biru
yang selalu kembali ke bibir pantai
kaulah ombak, aku bibir pantaimu
sang ombak tertawa gelak
sang bibir pantai mengulum senyum semringah
gunung batu di tepi cakrawala sana mengamati dengan ceria
bergayung sambut dengan sorotan seri surya pagi
camar melayang, ikut bergempita dalam sorak sepakat semufakat

Kau bilang kau ’kan merantau ke negeri seberang
menimba ilmu, meraih mimpi
tapi itulah persuaan terakhirku denganmu
usai itu kau lenyap ditelan bumi
tiada kabar, tiada berita
aku jadi layang-layang putus tali

Kini, tiap pagi aku terkurung dalam relung renung
diempaskan deru ombak dan haru biru kenangan asmaraku
bangku kosong itu jadi saksi bisu kerinduanku
kerinduan yang tak tuntas dan tak berbalas
kawanan camar sehati dan seperasaan denganku
lantang gemakan gemuruh tanya di dadaku
bukankah ombak pasti kembali ke bibir pantai?

 

***

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team