Di ruang sunyi penuh berisik,
gitar meraung, parau, tak teratur,
seperti jiwa yang enggan tunduk,
seperti luka yang tak ingin sembuh.
Drum menghantam dada,
bas merayap ke urat nadi,
teriakan vokal jadi doa,
untuk generasi yang tak pernah dimengerti.
Grunge bukan lagi sekadar musik,
ia jeritan dari lorong gelap,
tempat patah hati,
tempat kemarahan,
tempat sunyi yang mencari arti
di antara harmoni dan distorsi.
Flanel lusuh dan jeans robek
adalah simbol kejujuran,
bahwa kita rapuh,
bahwa kita marah,
bahwa kita hidup
meski nyaris karam.
Di balik segala yang kacau,
ada kebenaran yang telanjang,
grunge—
adalah darah,
adalah teriakan,
adalah bisikan:
hidup ini memang berat, tapi nyata.