[CERPEN] Perempuan yang Menunggu Lelakinya

Dalam pencarian dua tahun

"Mengapa kau tidak mau? Aku lihat dia jauh lebih baik dari pria yang mendatangimu bulan lalu."

"Ya, kau benar. Dia jauh, jauh lebih baik. Tapi dia juga punya banyak, banyak sekali kekurangan. Makanya aku tidak mau."

"Sudah berapa umurmu sekarang? Kau belum juga sadar. Tak ada yang sempurna di muka bumi ini."

"Ada. Kata siapa gak ada. Kau jangan meremehkan Tuhan yang telah menciptakan begitu banyak laki-laki."

"Di mana lagi akan kau cari?"

"Dunia ini luas, di mana saja bisa."

Begitulah perdebatan di antara mereka berlangsung setiap waktu. Dua gadis kembar itu memang selalu bertengkar soal pernikahan. Sebelum meninggal, ibu mereka menitip pesan agar mereka menikah di waktu yang sama. Sebagai anak yang berbakti, mereka segera mengiyakan, sebelum akhirnya ibu mereka pergi untuk selama-lamanya. Sekarang tinggal saudara kembar itu dalam rumah mereka, tidak ada ibu, apalagi ayah yang memang tidak pernah mereka tahu sejak lahir.

Sudah tiga tahun sejak kematian sang ibu, dan mereka belum juga menikah meski usia mereka sudah terbilang cukup menurut standar sosial masyarakat.

Gadis yang lebih tua sudah punya calon, mereka kompak dan telah siap membangun rumah tangga. Tapi pernikahan mereka tetap belum bisa diselenggarakan karena menunggu si gadis yang lebih muda. Gadis itu tidak mau pria yang biasa-biasa. Dia ingin pria yang memenuhi semua kategori yang diinginkannya; tampan, kaya, taat beragama, patuh kepada orang tua, punya banyak teman, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak bertato, jago beladiri, bertanggungjawab, setia, bisa diandalkan, ramah, humoris, dan segala hal baik lainnya.

Itulah mengapa sampai sekarang tidak ada pria yang sesuai dengan seleranya. Dan itulah mengapa dua saudara itu kerap bertengkar sepanjang waktu.

Sebagai traveler, mereka telah mengunjungi begitu banyak kota dan daerah. Bertemu banyak lelaki. Ada yang sekadar tertarik, ada pula yang serius ingin melamar. Tapi hati gadis itu tak kunjung luluh, oleh siapa pun.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Laki-laki yang datang bulan lalu itu bisa dibilang di atas rata-rata. Tapi si gadis tidak mau bersamanya ketika ia tahu pria itu seorang perokok berat. Dua bulan sebelumnya ia pernah bertemu pria yang tidak merokok, kaya, dan patuh pada hukum. Tapi sayang, wajahnya kurang menarik.

Begitu hari demi hari, bulan demi bulan yang dilewati saudara kembar itu dalam pencarian sang pria idaman.

"Kalau seperti ini terus, mau sampai kapan? Kesabaran kami pun ada batasnya, sudah dua tahun kami menunda pernikahan. Hanya untuk menunggumu."

"Ya, sabar. Sesuatu yang sempurna itu memang sulit didapat. Tapi bukan berarti kita harus menyerah. Suatu hari nanti, pasti datang. Percayalah."

Dan memang benar apa yang dikatakannya. Dua tahun kemudian, setelah pencarian yang begitu panjang, sang gadis pun akhirnya menemukan seseorang yang telah lama ia dambakan. Waktu itu mereka bertemu di pinggiran kota yang ramah. Mereka berkenalan dan dengan cepat menjadi akrab, seakan sudah kenal lama.

"Dia sungguh, sungguh sempurna," kata sang gadis kepada saudaranya suatu malam dengan mata berbinar. "Ini yang aku cari, ini yang kita cari. Sebentar lagi kita bisa melangsungkan pernikahan. Akhirnya..."

Mereka pun merebahkan badan dan tertidur dengan senyum bahagia. Yang satu bahagia karena menemukan pria sempurna. Yang satu lagi bahagia karena kesabarannya terbayar.

Namun sayang seribu sayang, kegembiraan mereka tak berlangsung lama. Bayangan indah yang sedang memuncak itu seketika runtuh. Hancur berkeping-keping. Tak lagi berbentuk. Pria idaman menolak sang gadis. Ia tidak ingin menikah dengannya. Lebih jauh lagi, ia memang tidak pernah mencintai sang gadis. Mereka sekadar teman, begitu katanya siang itu. Siang di hari keberangkatan si pria dari kota itu. Sang gadis tak bisa menahan kesedihannya yang mendalam. Ia terisak.

"Dua tahun aku cari-cari pria seperti kamu. Pria yang sempurna. Sempurna. Tidak kutemukan satu kekurangan pun dalam dirimu. Almarhumah ibu pasti senang melihat kami akan menikah. Dia telah menunggu cukup lama. Tapi mengapa? Mengapa kau menolak cintaku? Sungguh, aku tidak menemukan pria sesempurna dirimu sepanjang hidupku. Mengapa?"

Laki-laki itu diam, lalu menjawab pendek, "Maaf, Nona. Tapi aku mencari wanita yang sempurna."***

Baca Juga: [CERPEN] Malaikat Maut

Ekos Saputra Photo Verified Writer Ekos Saputra

gemar membaca dan menulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya