[CERPEN] Teruntuk Ia yang Kutitipkan Luka

Jalan terbaik untuk kita adalah perpisahan

Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pulau ini selalu menjadi tujuan utamaku untuk melepas letih. Pasir putih yang terhampar luas di tepi pantas serta jernihnya air laut membuatku merasa nyaman berada di tempat ini.

Aku menapakkan kaki di atas pasir putih yang bersih. Kulangkahkah kakiku menyusuri pantai seraya menikmati embusan angin yang menerpa wajahku. Langit yang sudah berubah menjadi jingga serta mentari yang perlahan meninggalkan siang adalah pemandangan terindah yang tak bisa aku lewatkan saat berada di Gili Trawangan.

Jika kuingat kembali, terakhir kali aku menikmati indahnya senja di Gili Trawangan sekitar dua tahun yang lalu. Saat itu, aku datang ke tempat ini bersama kekasihku, Kinara. Masih teringat jelas di dalam benakku betapa berharganya setiap detik yang aku habiskan berdua dengannya.

Senang sekali rasanya ketika mengingat kembali momen yang telah kulalui dengan Kinara. Bagiku, ia adalah perempuan yang sangat istimewa. Senyuman yang tak pernah luput dari parasnya adalah alasan mengapa aku sangat mencintainya. Sayangnya, kami sudah tidak bisa mengukir kenangan bersama lagi karena perjalanan cintaku dengannya telah berakhir.

Aku menghela napas berat. Sepertinya, aku harus segera kembali ke penginapan sebelum pikiranku semakin kacau. Namun, belum sempat aku berbalik arah untuk pulang, kedua bola mataku menangkap sosok perempuan yang sangat aku kenal sedang berdiri sendirian menatap ke arah laut. Ya, perempuan itu adalah Kinara.

“Kinara,” panggilku.

Kinara menoleh ke arahku. Ia tampak terkejut melihat kehadiranku di hadapannya. Namun, tak lama setelah itu, ia tersenyum tipis padaku. Sebuah senyuman yang tak lagi sama seperti dulu. Senyuman yang selalu terlihat tulus, kini terlihat kaku. Wajah yang selalu terlihat ceria, kini terlihat sendu. Binar mata yang selalu terang pun kini terlihat redup.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Apa kabar, Kinara?"

Kinara tersenyum tipis kemudian berkata, "keadaanku gak bisa dibilang baik-baik saja setelah kamu pergi, Raka."

Kutatap dengan lekat iris mata indah milik Kinara. Entah mengapa, rasa sesak menjalar di dadaku setelah mengetahui bahwa Kinara tidak baik-baik saja tanpaku. Bulir air mata yang telah berkumpul di pelupuk mata Kinara membuatku ingin memeluknya dan membiarkan dia menangis. Namun, aku sadar bahwa aku sudah tidak berhak melakukan itu.

"Kinara, aku sangat mencintaimu. Sungguh." Aku menghela napas berat sebelum melanjutkan kalimat berikutnya. "Tapi, kita sama-sama tau bahwa ada tembok besar di antara kita yang gak akan pernah bisa dihancurkan."

Aku sangat bersungguh-sungguh ketika aku mengatakan bahwa aku mencintaimu, Kinara. Namun, hubungan kita ini tidak direstui oleh semesta. Salah satu dari kita harus mengalah agar bisa berjalan ke arah yang sama. Sedangkan di antara kita, tidak ada yang mau mengalah. Kamu tetap memilihTuhanmu dan aku juga tetap memilih Tuhanku.

Maafkan aku, Kinara. Satu-satunya jalan keluar yang bisa aku ambil adalah dengan melepaskanmu. Aku tidak bisa bertahan sampai kita menemukan titik terang karena semakin lama aku memilikimu, semakin lama pula aku sulit untuk melepasmu. Menurutku, lebih baik aku pergi sekarang sebelum perasaanku padamu semakin dalam.

Teruntuk Kinara, maaf aku sudah menitipkan luka di hatimu. Aku yakin, akan ada lelaki lain yang bisa menyembuhkan luka itu walau mungkin butuh waktu lama untuk pulih. Semoga kehidupanmu lekas bahagia walaupun tanpa aku di dalamnya.

Baca Juga: [CERPEN] Misteri Hilangnya Mangga Kek Ringkih

Siti Wahyuni Photo Writer Siti Wahyuni

Bukan penulis, hanya orang yang suka menulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya