[NOVEL] Jakartaholic - BAB 5

Penulis : Dita Soedarjo

5. What Is Love?

***

Cinta.

Satu kata itu bisa mengakibatkan perang di antara dua klan. Sangat powerful, bukan?

Namun, ada pertanyaan besar dalam benakku. Apakah benar cinta sekuat itu?

Aku sering melihat cinta yang digambarkan super sweet lewat film romantic comedy yang sering kutonton. Atau dalam novel karangan Nicholas Sparks, Sophie Kinsella, Lauren Weisberger, dan penulis besar lainnya. Juga dalam lakon klasik Romeo & Juliet atau Macbeth.

Itu semua fiksi. Bagaimana dengan kenyataan yang sebenarnya?

Bukannya aku bitter, tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bersikap skeptis terhadap orang yang terlalu mengagung-agungkan cinta. Jika diajak bicara empat mata, heart to heart, aku sangsi mereka bisa menjelaskan dengan gamblang apa itu cinta.

Namun, tidak bisa dimungkiri bahwa kehadiran pasangan sangat dibutuhkan oleh sebagian orang. Ada orang yang merasa nilai dirinya akan jauh lebih tinggi berkat kehadiran seorang pasangan. Relationship goals yang lama-lama menjadi toxic, karena memaksa semua orang memiliki pasangan for the sake of pengakuan dari sekitarnya.

Aku bukannya asal bicara.

Tidak perlu jauh-jauh mencari bukti. Di hadapanku sekarang realitas dengan senang hati mempertontonkan kepalsuan yang dirangkum sedemikian rupa sehingga tampak seperti sebuah kisah romantis yang menggetarkan hati.

“Kamu tuh harusnya patuh sama skrip, jangan sok-sok improve gitu. Kan kelihatan kita enggak kompak.”

Aku mengangkat alis saat mendengar keluhan Rania, seorang selebgram slash influencer yang saat ini disebut sebagai perwakilan generasi Z paling powerful. Di usianya yang baru menginjak awal 20-an, dia sukses berbisnis dengan memanfaatkan ratusan ribu followers di Instagramnya. Setiap yang dia lakukan adalah goals. Hashtag, body goals. Hashtag, life goals. Dan yang terbaru, hashtag, relationship goals, ketika dia menjalin hubungan dengan Reza, penyanyi jebolan ajang pencari bakat yang juga dinobatkan sebagai idola semua remaja cewek di Indonesia.

Namun, hubungan manis itu hanya terjalin di depan kamera. Di belakangnya? Sudah tidak terhitung berapa kali mereka bertengkar, bahkan untuk perkara kecil yang sangat tidak masuk akal.

Sehebat apa pun mereka bersandiwara, mereka tidak bisa menutupi kebohongan itu di depanku, ketika aku mewawancara mereka demi dua halaman profil di majalah.

Kesabaranku cukup diuji, karena pertengkaran mereka sungguh membuang-buang waktu, sementara aku masih memiliki deadline yang lain. Waktuku tidak semata diperuntukkan bagi mereka.

“Kesel, deh.” Rania mengentakkan kaki. Dia berdiri di sampingku, sementara Reza entah di mana. “Seharusnya aku enggak iyain ajakan dia bikin hubungan settingan ini. Si Reza itu keras kepala, enggak bisa diajak kompromi. Nyebelin.”

Aku tertawa. Tanpa perlu diminta, dia membuka sendiri kebohongan yang selama ini selalu ditutup-tutupinya. Dia masih baru merasakan popularitas ini dan kaget dengan semua spotlight yang ditujukan kepadanya. Akibatnya, dia tidak bisa mengontrol diri. Mungkin aku harus mengajarinya cara berhadapan dengan wartawan, sehingga kebohongannya tidak terbongkar semudah ini.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Namun, yang namanya kebohongan, bukankah pasti akan terbongkar? Sepintar apa pun menyimpannya.

“Bulan depan aku mau putus, karena kontrak kita sudah selesai. Gila, ya, enam bulan pacaran sama dia banyakan makan hatinya. Aku kasihan sama pacarnya yang sebenarnya, pasti gondok ngadepin cowok bawel keras kepala kayak dia.”

“Jadi, ucapan I love you itu akting aja?” Aku menimpali.

Rania mendengus. “Yang benar aja aku cinta dia? Orang nyebelin kayak gitu, siapa yang bakal suka?”

Aku yakin, kalau aku menanyakan hal yang sama kepada Reza, dia akan mengutarakan hal yang sama.

Alright. Good luck, deh, buat hubungan kalian selama sebulan lagi.”

Aku meninggalkannya yang kembali misuh-misuh di depan Reza.

Ponselku bergetar, memunculkan pesan singkat dari Rama.

“Malam ini dinner, yuk. I miss you.”

Tidak butuh waktu lama untuk memikirkan jawabannya.

“Oke.” Aku mengetikkan jawaban itu dan menyimpan ponsel ke saku belakang celana.

Aku mungkin tidak seperti Rania yang rela menciptakan kebohongan untuk membentuk persepsi publik terhadapku. Aku tidak butuh kebohongan itu untuk membuat orang lain mengelu-elukanku, karena aku juga tidak butuh dipuja-puja seperti itu. Pujaan omong kosong, tidak ada artinya.

Jadi, aku tidak perlu memutuskan memberi label atas hubunganku dengan Rama. Untuk apa? Aku tidak membutuhkannya.

Atau mungkin, aku masih belum memahami apa sebenarnya yang hatiku rasakan kepada Rama?

Deep in my heart, somehow I think I want to know what love is. Ingin rasanya berkenalan dengan cinta itu dan menyaksikan langsung, apakah cinta memang benar-benar se-powerful itu?

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook : Storial
Instagram : storialco
Twitter : StorialCo
Youtube : Storial co

Baca Juga: [NOVEL] Jakartaholic - BAB 4

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya