Menjajal Sentuhan Es Krim Warisan Belanda di Toko Oen Malang

Adanya pergeseran konsumen yang terlihat jelas

Saat kamu mencari info tempat kuliner apa yang legendaris di Malang, mungkin Toko Oen masuk dalam hasil pencarian. Restoran sekaligus gerai es krim yang sudah berdiri sejak tahun 1930 ini masih cukup bergelora dan tak ditinggalkan penggemarnya.

Kali ini IDN Times berkesempatan mengunjungi dan mencicipinya langsung saat keliling Kota Malang. Yuk, simak pengalaman kami di bawah ini!

1. Bangunan lawas dan interior ala Belanda

Menjajal Sentuhan Es Krim Warisan Belanda di Toko Oen MalangIDN Times/Reza Iqbal

Suasana lawasnya langsung terasa begitu melangkahkan kaki masuk ke dalam. Meja, kursi, etalase, pilar, dinding lantai, semuanya serba tua.

Cuma sentuhan warna-warni kursi anyaman rotan yang bikin nuansa agak berbeda. Rupanya keasliannya inilah yang memang ingin ditunjukkan Toko Oen, biar ketahuan kalau benar sudah berdiri sejak tahun 1930 silam.

Begitu kata Manajer Toko Oen Peter Siswono yang sempat bercerita kepada kami saat ditanya kenapa tidak ada sentuhan modernisasi seperti pesaingnya di Surabaya, Zangrandi.

Menjajal Sentuhan Es Krim Warisan Belanda di Toko Oen MalangIDN Times/Reza Iqbal

"Kita menciptakan image kuno asli dan akhirnya dapat Surat Keputusan sebagai cagar budaya di Kota Malang untuk pertama kali di tahun 1990-an," kata Peter. "Jadi tidak bisa diutak-atik, kami pertahankan ini dari dulu."

Menjajal Sentuhan Es Krim Warisan Belanda di Toko Oen MalangIDN Times/Reza Iqbal

Aroma bakery dan kue kering di etalase depan pintu masuk juga cukup menyenangkan, apalagi kue-kue tersebut dijual dalam keadaan fresh dan tanpa pengawet. Di atas meja kasir terdapat banner selamat datang berukuran raksasa yang ditulis menggunakan bahasa Belanda.

Pemandangan unik lainnya yang kami tangkap adalah seragam putih pelayannya, bergaya vintage lengkap dengan peci di atas kepala. 

2. Variasi menu yang semuanya asli sejak tahun 1930

Menjajal Sentuhan Es Krim Warisan Belanda di Toko Oen MalangIDN Times/Reza Iqbal

Banyak yang mengira kalau Toko Oen adalah tempat spesialis es krim seperti Zangrandi, tetapi ternyata tempat ini punya lebih banyak menu dari sekadar dessert. Mulai dari makanan oriental, masakan Indonesia, aneka burger dan roti, steak, olahan salad, hingga minuman beralkohol.

Menu tersebut dibanderol dari harga Rp25 ribu hingga Rp80 ribu paling mahal.  Sekilas menunya terlihat biasa saja, tapi bedanya ada pada resep dan racikan makanannya.

Menurut Peter, Toko Oen memakai resep kuno sejak awal mereka berdiri sampai sekarang, tak ada perubahan racikan resep.  "Kita memang pakai resep zaman dahulu yang pertama itu, sampai kita training minimal tiga bulan supaya rasanya tidak berubah," katanya.

3. Branding produk es krim dengan resep kuno

Menjajal Sentuhan Es Krim Warisan Belanda di Toko Oen MalangIDN Times/Reza Iqbal

Supaya bisa merangkul lebih banyak kalangan termasuk anak muda, Toko Oen mulai berubah wajah hingga dikenal sebagai "toko es krim" legendaris pada 2005. Peter mengatakan sejak tahun 90-an, pelanggan Toko Oen hampir 97 persen orang tua.

Pasalnya, anak-anak muda yang melihat Toko Oen sebagai restoran ala Belanda mengira harga menunya relatif mahal. Karena itulah, akhirnya Peter melakukan rebranding dengan menonjolkan es krim yang terjangkau.

"Awalnya beli es krim, kalau keenakan nongkrong lama-lama kan lapar juga, nah bisa pesan yang lain-lain," ujarnya.

Menjajal Sentuhan Es Krim Warisan Belanda di Toko Oen MalangIDN Times/Reza Iqbal

Kali ini kami mencicipi banana split, chocolate parfait, dan tutty frutty. Resep es krim pun tidak berubah, mulai dari bahan, cara membuat, hingga alat pembuat es krimnya.

Ada empat rasa es krim yang dipertahankan, yakni cokelat, vanilla, stroberi, dan moka. Menurut saya pribadi, untuk es krim yang tidak full cream, teksturnya cukup lembut. 

Rasanya legit, tapi sedikit terlalu manis untuk saya personally. Dibanding es krim saat ini, es krim kuno lebih cepat mencair, jadi kamu harus cepat menghabiskannya.

Untuk lidah saya yang keseringan "dimanja" es krim dan gelato yang banyak lemak susunya, saya tidak membencinya meski es krim kuno sepertinya bukan favorit saya. Namun kalau disantap bersama di tengah panasnya Kota Malang begini, selera rasa cuma jadi persoalan minor.

Baca Juga: 5 Kedai Es Krim Legendaris di Indonesia, Tetap Eksis dan Kekinian

4. Lebih banyak tamu mancanegara daripada domestik

Menjajal Sentuhan Es Krim Warisan Belanda di Toko Oen MalangIDN Times/Reza Iqbal

Peter menjelaskan konsumen Toko Oen awalnya justru lebih banyak ekspatriat, karena tempat ini masuk dalam guide book wisata legendaris di Malang. Menunya saja ditulis dalam hanya dalam bahasa Belanda dan Inggris.

Sekilas rasanya bangga, tapi juga cukup miris karena tahu kenyataan yang lebih berminat dan menghargai justru orang di luar sana. "Paling orang lokalnya cuma dua, lainnya bule. Tapi sekarang ya sudah tidak," kata Peter.

5. Saat ini hanya tersisa outlet di dua kota

Menjajal Sentuhan Es Krim Warisan Belanda di Toko Oen MalangIDN Times/Reza Iqbal

Toko Oen pertama kali berdiri tahun 1922 di Yogyakarta, lalu menyusul berikutnya di empat kota lainnya antara lain Malang, Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Sayangnya saat ini, hanya tokonya hanya tersisa di dua kota, yakni Semarang dan Malang.

Pendirinya, Liem Goe Nio, akhirnya menjual Toko Oen Malang ke seseorang bernama Danny M. pada 1989 dan berganti kepemilikan. Saat ini Toko Oen Semarang masih dilanjutkan generasi ketiganya hingga memiliki empat cabang lainnya. Sedangkan, di Malang, hanya ada satu Toko Oen yang melegenda hingga kini, lokasinya berada di Jalan Jenderal Basuki Rahmat Nomor 5, Kauman, Klojen, Kota Malang, Jawa Timur.

Mau tahu lebih lengkap keseruan pelesiran ke Malang, simak video satu ini!

https://www.youtube.com/embed/-bDwVZjiAGY

Baca Juga: Review The Onsen, Potongan Negeri Sakura di Kota Batu

yummy-banner

Topik:

  • Dewi Suci Rahayu

Berita Terkini Lainnya