Ilustrasi seseorang mengalami sakit perut (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Tubuh memiliki cara yang unik untuk memberi tahu kita bahwa ada sesuatu yang tidak seimbang secara emosional—salah satunya melalui sistem pencernaan. Menurut Harvard Health, saluran cerna sangat sensitif terhadap emosi seperti kemarahan, kecemasan, kesedihan, dan bahkan kegembiraan. Itu sebabnya kita sering mendengar ungkapan seperti “perut terasa mual karena gugup” atau “merasakan kupu-kupu di perut.”
Hubungan antara otak dan usus (gut-brain connection) bersifat dua arah: otak yang sedang stres bisa mengganggu sistem pencernaan, sementara usus yang bermasalah juga bisa mengirim sinyal yang memperburuk suasana hati.
Ketika seseorang mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut, mual, kembung, atau sindrom iritasi usus besar (IBS) tanpa penyebab medis yang jelas, hal ini bisa jadi merupakan manifestasi fisik dari ketidakbahagiaan emosional. Stres atau gangguan psikologis lainnya dapat memengaruhi kontraksi otot-otot di saluran cerna, mengubah proses pencernaan, dan menimbulkan ketidaknyamanan. Oleh karena itu, masalah pencernaan yang terjadi secara berulang tanpa alasan fisik yang pasti, sebaiknya tidak diabaikan—bisa jadi itu adalah sinyal bahwa tubuh sedang merespons tekanan emosional yang belum tersadari.