Udara Bersih, Hak Asasi Manusia yang Terabaikan Masa Kini

Pentingnya udara bersih agar hidup terpelihara

Bernapas adalah kebutuhan pokok dan hak manusia di seluruh dunia. Tanpa napas, kita tak akan hidup. Oleh karena itu, memastikan kualitas udara tetap terjaga sama seperti mengayomi hak asasi manusia (HAM) di seluruh dunia.

Berbagai riset dan upaya telah dilakukan oleh banyak instansi demi menjaga kualitas udara dan menyadarkan masyarakat betapa pentingnya kualitas udara bagi kesehatan dan angka harapan hidup. Namun, apakah masyarakat benar-benar sudah mengerti?

1. Masih ada yang tidak sadar akan kualitas udara

Udara Bersih, Hak Asasi Manusia yang Terabaikan Masa Kiniilustrasi warga Jakarta (unsplash.com/julianto saputra)

Dalam sebuah video yang dibagikan lembaga penggiat kualitas udara, Bicara Udara, dosen Teknik Lingkungan di Universitas Trisakti, Hernani Yulinawati, ST, MURP, menyayangkan bahwa kesadaran udara bersih sebagai bagian dari HAM belum terealisasi.

"Kita malah kadang belum sadar bahwa udara yang kotor itu memengaruhi kesehatan kita," ujar Hernani.

Oleh karena itu, selain menjaga kualitas udara, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya udara bersih tidak kalah krusial. Selain itu, masyarakat juga harus tahu sumber-sumber polusi udara sehingga mereka dapat mengurangi polutan tersebut.

2. Pentingnya melek indeks kualitas udara (AQI)

Udara Bersih, Hak Asasi Manusia yang Terabaikan Masa Kiniilustrasi polusi udara di Jakarta (flickr.com/Joe Mud)

Seperti negara-negara lainnya, Hernani mengatakan bahwa Indonesia juga mengupayakan kemudahan agar masyarakat awam dapat memahami kualitas udara di sekelilingnya setiap hari. Hal ini dapat diakses dengan indeks kualitas udara (AQI).

Dapat dipantau secara waktu nyata (real time) dari perangkat independen atau HP, AQI memaparkan kualitas udara berdasarkan tingkat:

  • Ozon (O3) di permukaan tanah
  • Polusi partikulat (PM₁₀ dan PM₂.₅)
  • Karbon monoksida (CO)
  • Sulfur dioksida (SO2)
  • Nitrogen dioksida (NO2)

Dari skala 0-500, semakin tinggi angkanya, maka hasilnya pun semakin berbahaya.

"Konsentrasi-konsentrasi yang terukur dikonversi menjadi suatu indeks yang dinyatakan dalam kondisi kualitas udaranya baikkah, sedang, tidak sehat, sangat tidak sehat atau berbahaya," imbuh Hernani.

Baca Juga: Gambaran Kondisi Nyata Udara, yuk Pahami Apa Itu Indeks Kualitas Udara

3. Standar baku mutu udara ambien harus mengikuti pembaruan global

Udara Bersih, Hak Asasi Manusia yang Terabaikan Masa KiniPerbandingan perubahan standar kualitas udara AQG 2005 dan 2021. (who.int)

Hernani mengatakan bahwa saat ini, ada berbagai metode pengukuran dan pendekatan terhadap kualitas udara serta dampaknya pada kesehatan. Oleh karena itu, ditetapkanlah baku mutu udara ambien atau yang disebut air quality guidelines (AQG) oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Tidak hanya sekali untuk selamanya, baku mutu udara ambien harus terus diperbarui, mengikuti perkembangan terkini terhadap pemantauan kualitas udara.

"Sebenarnya, memang dalam aturannya itu, harus di-update karena ada yang namanya perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi untuk pengukuran, dan juga teknologi untuk analisis kadar unsur pencemar udara," papar Hernani.

4. Baku mutu udara ambien Indonesia masih belum aman

Udara Bersih, Hak Asasi Manusia yang Terabaikan Masa Kinibaku mutu udara ambien di PP No. 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (peraturan.bpk.go.id)

Pada 22 September 2021, WHO merilis pembaruan Global Air Quality Index setelah terakhir kali pada 2005. Dengan pembaruan tersebut, WHO memperketat standar paparan PM₁₀ dan PM₂.₅ harian dan tahunannya. Bagaimana dengan baku mutu udara ambien di Tanah Air?

Disahkan pada Februari 2021, baku mutu ambien pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ternyata masih belum mengikuti pedoman terbaru WHO, terutama untuk paparan harian PM₁₀ dan PM₂.₅.

Bahkan, standar tersebut tiga kali lebih longgar dibandingkan dengan standar aman WHO. Hernani mengatakan bahwa Indonesia harus mengulas kembali baku mutu udara ambiennya berdasarkan bukti ilmiah, kapasitas teknologi, dan pertimbangan ekonominya. Indonesia juga harus melakukan harmonisasi pedoman internasional dengan pedoman global.

"Sebenarnya, negara-negara bebas menentukan [baku mutu udara ambien]. Negara juga seharusnya menentukan berdasarkan scientific-based evidence itu, ya. Setiap orang berhak atas udara yang sehat," tekan Hernani.

5. Kualitas udara dulu, iklim juga akan ikut lestari

Udara Bersih, Hak Asasi Manusia yang Terabaikan Masa Kiniilustrasi polusi udara yang pekat (time.com)

Pada akhirnya, Hernani membeberkan bahwa pendekatan polusi udara dan menjaga iklim berjalan sendiri-sendiri. Padahal, kedua pendekatan ini harusnya saling berhubungan karena dapat saling bersinergi. Dengan begitu, capaiannya terhadap kesehatan bisa jauh lebih baik.

"Sebenarnya kalau kualitas udaranya masih buruk di negara tersebut yang diperbaiki adalah kualitas udaranya dulu. Kalau kualitas udaranya diperbaiki, itu akan otomatis memperbaiki dampak terhadap perubahan iklim," tutup Hernani.

Baca Juga: Polusi Udara dan Efeknya pada Kesehatan Mental, Jangan Diremehkan!

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya