TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sehat Optimal, Pentingnya Kesehatan Holistik di Masa Pandemik

Bisa dimulai dari pola makan

mywellnesshouse.com

Kesehatan tidak hanya bergantung pada fisik saja, tetapi juga mental. Keduanya saling memengaruhi satu sama lain, sehingga sangat penting untuk menjaga keduanya. Kedua aspek tersebut masuk ke dalam kesehatan holistik, yakni kesehatan yang meliputi tubuh, pikiran, dan jiwa. 

Merayakan Hari Kesehatan Nasional yang diperingati tiap 12 November, Halodoc menyelenggarakan webinar tentang pentingnya pemahaman dan kesadaran akan kesehatan holistik.

Diselenggarakan para hari Rabu (11/11/2020), webinar tersebut dihadiri empat narasumber, yaitu Felicia Kawilarang (VP Marketing Halodoc), Rena Masri, S.Psi, M.Psi (psikolog klinis), dr. Theresia Novi, SpPK (ketua komite medik Halodoc), dan dr. Eva Maria Christine, M. Gizi, SpGK (dokter spesialis gizi klinik).

Selama kurang lebih 2 jam, webinar tersebut membahas tentang penularan COVID-19, pola makan sehat, hingga menjaga kesehatan di kala pandemik. Penasaran? Simak informasinya berikut ini!

1. Penularan COVID-19 dapat dicegah dengan gaya hidup sehat

thedoctorweighsin.com

Situasi pandemik menuntut masyarakat untuk memahami COVID-19, mulai dari gejala, cara mencegah, sekaligus penularannya. Dalam presentasinya, dr. Novi menyebut bahwa penularan penyakit akibat virus corona SARS-CoV-2 tersebut memiliki tiga fase.

Fase pertama adalah infeksi awal, yaitu masuknya virus ke tubuh. Fase kedua adalah fase pulmonari, yang mana virus masuk ke paru-paru dan mulai mengganggu pernapasan. Lalu, fase terakhir adalah fase hyperinflammatory, yang mana kondisi tubuh lebih parah dan darurat akibat infeksi virus.

Mungkin kamu bertanya-tanya kenapa orang-orang yang terinfeksi COVID-19 ada yang bisa tidak bergejala, sementara yang lainnya bergejala. Dokter Novi menjelaskan bahwa itu disebabkan oleh berbagai faktor. Mulai dari jumlah virus yang masuk, kemampuan virus bereplika dalam tubuh, sampai respons imun dan ketahanan tubuh yang bisa dipengaruhi faktor genetik.

Dokter Novi juga menambahkan jika persentase pencegahan penularan dan infeksi COVID-19 bisa ditingkatkan dengan gaya hidup sehat, seperti pola makan sehat bergizi seimbang, aktivitas fisik 30 menit per hari, imunisasi, tidak merokok, menghindari minuman beralkohol, hidup bahagia, pola hidup bersih dan sehat, istirahat cukup, seks aman, pakai masker, cek kesehatan rutin, hingga pemberian ASI eksklusif untuk bayi. Itu semua berkontribusi besar dalam menjaga kesehatan holistik.

Baca Juga: 10 Stigma yang Sering Diberikan kepada Penderita Gangguan Mental

2. Kesehatan holistik bisa dimulai dari mengatur pola makan

wltribune.com

Beralih ke dr. Maria, dia menjelaskan bahwa kekebalan tubuh seseorang bisa tampak dari jenis dan pola makannya. Makanya, menjaga pola makan sehat itu penting. Ia mengatakan ada tiga aspek nutrisi yang harus terpenuhi dalam tubuh, yaitu makronutrien, mikronutrien, dan cairan.

Makronutrien adalah komponen seperti protein, karbohidrat, dan lemak protein, sementara mikronutrien adalah vitamin dan mineral.

Untuk memenuhi kebutuhannya, kita setidaknya harus mendapatkan karbohidrat sebanyak 45-65 persen, protein sebanyak 10-20 persen, lemak sebanyak 20-25 persen, dan vitamin mineral tergantung angka kecukupan gizi (AKG).

Karbohidrat yang bagus adalah jenis karbohidrat kompleks, yang dapat bertahan di tubuh dalam waktu lama dan tidak menyebabkan lonjakan gula darah. Contohnya adalah ubi, nasi merah, roti gandum, dan sebagainya.

Untuk protein, dr. Maria menyarankan kita untuk memperbanyak konsumsi daging putih, seperti ikan laut, dada ayam kampung, kacang-kacangan, putih telur, tahu, dan tempe. Baiknya, sumber protein itu seimbang antara nabati dan hewani.

Untuk kamu yang menerapkan pola makan vegan atau vegetarian, baiknya konsumsi produk olahan susu dan putih telur.

Asupan lemak juga bisa didapat dari daging putih. Jika ingin lebih, buah alpukat juga bisa menjadi andalan.

3. Atur jadwal makan serta porsinya

Ilustrasi Makan Sehat (IDN Times/Mardya Shakti)

Tidak selesai sampai di situ saja, dr. Maria menekankan untuk mengatur jadwal makan yang baik. Pola makan yang baik setidaknya harus ada sarapan, makan siang, dan makan malam.

Menambahkan snack di sela waktu makan besar juga disarankan asal tidak dilakukan setelah makan malam.

Lalu dalam komposisi piring makan, yang terbaik adalah isi 50 persen dengan karbohidrat, 25 persen lemak, dan 25 persen protein. Usahakan untuk mengonsumsi makanan utuh atau yang diproses secara minimal.

Jika waktu makan tersebut terlewati, misalnya seharian tidak makan, maka jangan "menebusnya" dengan langsung makan porsi dobel keesokan harinya. Dikatakan oleh dr. Maria, itu malah akan bikin tubuh bingung. 

“Saat perut kosong, gula darah tubuh menurun. Lalu, tiba-tiba diberi banyak makan yang otomatis gula darah langsung meningkat pesat. Ini membingungkan tubuh dan bisa berakibat buruk,” ujarnya.

Dokter Maria meyakini bahwa pola makan sehat tidak hanya baik untuk kesehatan fisik, tetapi juga mental.

“Kalau misalnya stres dan ingin menurunkan stres, coba konsumsi roti gandum, kacang almon, teh kamomil, atau dark chocolate. Makanan itu dapat meningkatkan produksi hormon serotonin yang bagus untuk menurunkan kadar stres,” tambahnya.

4. Gangguan mental bisa datang dari rutinitas, perubahan, serta musibah

mytherapynyc.com

Tidak lengkap rasanya bicara tentang kesehatan holistik, tetapi tidak membahas kesehatan mental. Karena itu, psikolog klinis Rena Masri, S.Psi, M.Psi, memberi penjelasan tentang kesehatan mental, khususnya di masa pandemik.

Rena menerangkan bahwa tekanan mental bisa datang dari faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal maksudnya adalah rutinitas sehari-hari, adanya perubahan signifikan, hingga mengalami musibah atau kehilangan besar.

Kondisi pandemik ini dikatakan oleh Rena akan memiliki dampak jangka pendek maupun jangka panjang terhadap kesehatan mental. Jangka pendeknya meliputi stres, kecemasan, psikosomatis, perubahan pada pola makan dan tidur, serta sulitnya konsentrasi.

Sementara itu, dampak jangka panjangnya adalah post-traumatic stress disorder (PTSD), depresi, serta obsessive compulsive disorder (OCD).

Baca Juga: 5 Cara Menjaga Kesehatan Mental di Tengah Persaingan Era 4.0

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya