TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Senyawa Kemasan Plastik Bikin Berat Badan Naik

Apa hubungannya kemasan plastik dengan berat badan?

ilustrasi obesitas (pixabay.com/mohamed_hassan)

Kelebihan berat badan atau obesitas adalah salah satu penyebab masalah kesehatan masa kini. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada 2021 bahwa sejak 1975, jumlah kasus obesitas naik hingga tiga kali lipat. Pada 2020, sebanyak 39 juta anak di bawah 5 tahun mengalami obesitas.

Bahkan, dibanding kekurangan berat badan, obesitas justru merenggut lebih banyak nyawa. Ini karena obesitas meningkatkan risiko berbagai penyakit, dari diabetes, penyakit kardiovaskular, hingga beberapa jenis kanker. Di zaman modern ini, mengapa obesitas jadi masalah?

1. Kemasan bisa jadi jawabannya

ilustrasi sampah plastik kemasan (pixabay.com/Ben_Kerckx)

Apakah hanya masalah makanan? Berbagai riset meragukan bahwa perubahan pola makan cukup untuk menangani obesitas di seluruh dunia. Dengan kata lain, ada penyebab lainnya.

Dan, salah satu tersangkanya adalah senyawa kimia sintetik yang disebut endocrine disruptors. Sesuai namanya, senyawa ini memengaruhi sistem endokrin yang mengontrol nafsu makan, metabolisme tubuh, dan berat badan. Beberapa senyawa yang terkenal adalah bisphenol A (BPA) dan phthalate yang ada pada sejumlah kemasan plastik.

Selain memengaruhi tumbuh kembang dan kesuburan reproduksi, berbagai penelitian menduga endocrine disruptors bisa menyebabkan obesitas. Akan tetapi, produsen plastik juga menambahkan berbagai senyawa lainnya. Jadi, senyawa spesifik apa yang bisa menyebabkan obesitas?

Baca Juga: Awas! Ini 7 Kebiasaan Buruk Saat Makan yang Menyebabkan Obesitas

2. Mencari tahu senyawa pada 34 kemasan plastik berbagai produk harian

ilustrasi botol plastik (unsplash.com/Jonathan Cooper)

Akan tetapi, para peneliti di Norwegian University of Science and Technology menduga bahwa ada senyawa tersembunyi pada kemasan plastik yang menyebabkan obesitas. Dimuat dalam jurnal Environmental Science & Technology, inilah hasilnya.

Para peneliti menggunakan metanol untuk mengurai senyawa kimia dari 34 produk harian seperti kemasan yoghurt, botol air minum, baki sayur-mayur, spons cuci piring, hingga tutup gelas kopi. Selain itu, mereka menggunakan teknologi non-target high resolution mass spectrometry untuk menemukan senyawa tersembunyi tersebut.

3. Hasil: senyawa plastik picu pembentukan sel lemak

ilustrasi obesitas (pixabay.com/jarmoluk)

Para peneliti Norwegia menemukan sebanyak 55.300 senyawa kimiawi. Dari 629 senyawa yang sudah diketahui, sekitar 11 senyawa adalah yang menjadi biang kerok gangguan metabolisme tubuh.

Kemudian, para peneliti menguji ekstrak dari tiap produk terhadap sebuah sel pelopor dari tikus untuk melihat diferensiasi sel menjadi sel lemak (adiposit). Efek ekstrak produk plastik dibandingkan dengan rosiglitazone, obat diabetes yang juga memiliki efek samping terhadap metabolisme tubuh.

Dari 34 produk, senyawa kimiawi dari empat produk mengubah sel pelopor tersebut menjadi adiposit yang bahkan lebih berlemak dibanding diferensiasi adiposit karena rosiglitazone.

4. Bukan senyawa umum

Ilustrasi menggigit kemasan plastik (hinckleyprecisiondental.com)

Dilansir Medical News Today, salah satu peneliti, Johannes Völker, Ph.D, menjelaskan temuan tersebut. Menurutnya, temuan ini mengungkapkan bahwa senyawa pada plastik yang menyebabkan obesitas bukanlah BPA seperti dugaan umum.

"Kemungkinan besar, penyebab gangguan metabolisme tersebut bukanlah senyawa biasa, seperti BPA. Dengan kata lain, ada senyawa plastik lain umum yang berkontribusi pada obesitas," ujar Johannes.

Penelitian tersebut menunjuk senyawa dari produk polivinil klorida (PVC) dan poliuretana (PUR) sebagai salah satu tersangka yang memicu pertumbuhan adiposit.

Bukan cuma kemasan makanan, senyawa-senyawa pemicu pertumbuhan adiposit tersebut juga bisa menerobos dari kulit, entah dari memakai sandal plastik atau menghirup senyawa tersebut.

"Karena potensi senyawa kimiawi dan interaksi manusia dengannya, temuan ini mendukung gagasan bahwa senyawa pada plastik berkontribusi pada perkembangan obesitas," tulis penelitian tersebut.

Akan tetapi, rekan peneliti asal Norwegia, Martin Wagner, Ph.D, mengakui bahwa hasil ini tidak mutlak. Ini karena eksperimen tersebut menguji sel yang dikembangkan di cawan laboratorium, bukan langsung dari hewan. 

"Terlalu awal untuk menyimpulkan kontribusi senyawa plastik pada obesitas dari perspektif kesehatan masyarakat. Ini karena penelitian kami dilakukan secara in vitro, bukan in vivo," ujar Martin.

Dengan kata lain, Martin tidak menyarankan untuk menggunakan penelitian ini sebagai penjelasan terhadap hubungan plastik dan obesitas. Akan tetapi, Martin menekankan bahwa ada hubungan antara senyawa BPA pada plastik dan obesitas yang terbukti dari berbagai studi.

Baca Juga: Kelebihan Berat Badan dan Obesitas Tingkatkan Risiko Diabetes

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya