TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Kenapa Kelelahan Bekerja Digolongkan Sebagai Penyakit oleh WHO

Kelelahan bekerja bisa menyebabkan kematian lho!

pexels.com/rawpixel.com

Kelelahan bekerja atau burnout oleh WHO diputuskan masuk dalam daftar Klasifikasi Penyakit Internasional. Keputusan itu dicapai berdasarkan hasil rangkaian pertemuan Majelis Kesehatan Dunia di Jenewa, Swiss, yang berlangsung 20-28 Mei 2019. 

Masuknya kelelahan bekerja ke dalam daftar penyakit membuatnya dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk diagnosis dan asuransi kesehatan. WHO berharap dapat menghentikan perdebatan selama beberapa dekade di antara para ahli tentang bagaimana mendefinisikan kelelahan bekerja, apakah burnout harus dianggap sebagai kondisi medis atau bukan.

1. Kelelahan bekerja adalah stres kronis di tempat kerja yang gagal dikelola

pexels.com/energepic.com

Berdasarkan pembaruan International Classification Disease (ICD) yang telah selesai dirancang tahun lalu berdasarkan hasil rekomendasi dari para ahli kesehatan di seluruh dunia. Telah disetujui pada 25 Mei 2019 bahwa kelelahan bekerja dimasukkan dalam klasifikasi penyakit.

Dalam draf pembaruan di ICD tersebut, WHO memberi definisi kelelahan kerja atau burnout sebagai sebuah sindrom yang dikonsepkan sebagai akibat dari stres kronis di tempat kerja yang tidak berhasil dikelola.

Baca Juga: Stres Karena Kelelahan Bekerja? Ini yang Harus Kamu Lakukan

2. Kelelahan, sinisme, dan ketidakefisienan secara profesional

pexels.com/Craig Adderley

Pekerja yang mengalami kelelahan akan mengalami kelelahan seperti rasa kurang berenergi dalam menghadapi rutinitas harian atau menghadapi seseorang yang membutuhkannya dalam pekerjaan. 

Sinisme adalah respon negatif dari orang yang mengalami kelelahan bekerja. Merasa tidak ada satupun aktivitas yang dilakukannya bernilai atau berarti, ditunjukkan melalui perilaku masa bodoh, tidak berperasaan, dan tidak memperhatikan kepentingan orang lain.

Sementara ketidakefisienan secara profesional berdampak pada turunnya performa dan produktivitas dalam pekerjaan yang bersangkutan karena kurangnya aktualisasi diri, rendahnya motivasi kerja, dan penurunan rasa percaya diri.

3. Ketimpangan distribusi pekerjaan menyimpan potensi kelelahan bekerja

pexels.com/rawpixel.com

Sebagai informasi, kadang ditemukan ketimpangan distribusi pekerjaan yang mendorong penilaian rendah diri sebagian pekerja, hal ini juga bisa mempercepat kelelhan pada orang-orang yang dianggap kompeten.

Umum ditemui perusahaan yang memberi beban kerja lebih kepada orang yang dianggap kompeten. Sayangnya, orang-orang kompeten itu pun sangat mungkin meledak dengan beban kerja begitu tinggi, sementara mereka yang catatan prestasinya masih di bawah orang-orang kompeten ini cenderung diabaikan oleh atasan.

4. Perusahaan abai terhadap kondisi psikologis pekerja

pexels.com/rawpixel.com

Perusahaan sering tidak memberi tanggapan atas keluhan-keluhan pekerja mereka. Apakah beban kerja, tenggat waktu, dan ekspektasi pencapaian yang ditetapkan atasan sudah cukup realistis atau tidak?

Selain itu, saat atasan mendapati bawahannya sedang rehat sejenak di luar kantor di luar jam istirahat, tak perlu langsung menegurnya. Memberi jeda sekitar lima menit pun dapat mendatangkan efek positif bagi mental dan fisik pekerja.

Baca Juga: 5 Fakta Karoshi, Fenomena Kematian Akibat Kelelahan Bekerja di Jepang

Verified Writer

Bayu Widhayasa

Suka belajar tapi tidak suka makar

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya